BAB 13

16 3 0
                                    

"Ehm ... maaf menyita waktumu. Kau mau membawa sketsaku yang satu ini lalu mengkritiknya saat sampai di rumah? Biasanya berbicara lewat tulisan lebih mudah, kan? Kau tidak perlu mengkhawatirkan ekspresi wajahku ketika kau mengkritik. Kupikir itu bisa membuatmu lebih bebas," ujar Clarice sambil menyobek sketsa tersebut dari bukunya. Jefferson mengernyitkan kening, kemudian mulai memikirkan sesuatu.

"Tak bisakah kau meminta tolong orang lain? Aku tidak tahu ...."

"Kau tahu. Kau tahu sesuatu tentang desain. Miracle dan Noah, mereka semua buta seni. Siswa Digital Art yang sekelas denganku, mereka hampir-hampir tidak ada yang menekuni bidang desain busana. Aku hanya membutuhkan bantuanmu, Jeff. Lagipula kau sering melihat cewek dengan pakaian aneh-aneh bukan?" tukas Clarice cepat.

Jefferson menghela napas lelah, sebelum akhirnya mengangguk pasrah. "Apa pun untukmu, Clary," ujar Jefferson sambil mengukir senyum tulus di bibirnya.

Melihat ekspresi itu, sedikit banyak hati Clarice diselimuti perasaan bersalah. Apakah ia terlalu memaksa saat meminta tolong tadi? Tetapi, sekarang Jefferson sudah menyetujuinya. Ia tidak mungkin langsung membatalkan permintaannya lagi hanya karena sungkan. Tidak. Ini sudah terjadi dan Clarice telah berhasil mendapatkan keyakinan Jefferson untuk membantunya. Jadi, "Terima kasih, Jeff. Maaf merepotkan."

Jefferson menggeleng santai, kemudian menerima selembar kertas sketsa milik Clarice. "Tidak masalah. Aku pergi dulu. Sepertinya anggota lain sudah menungguku," ucap Jefferson sambil beranjak berdiri.

"See you, Clary." Jefferson melambaikan tangan lalu melenggang pergi.

"Jangan hilangkan kertas sketsanya!" seru Clarice dari kejauhan.

Jefferson berhenti sejenak dan menoleh ke arah Clarice, kemudian menunjuk botol plastik milik Clarice. "Dan jangan lupa daur ulang botolnya."

Clarice tersenyum lebar mendengar itu, tetapi ia tidak menyahut apa pun. Gadis itu hanya memandangi punggung tegap Jefferson yang menuju ke tengah lapangan lacrosse.

***

Clarice pulang ke rumahnya setelah membeli beberapa makanan cepat saji di drive-thru Wendy's. Ia memasukkan fruit tea dan ice cream Sundae-nya ke kulkas, lalu meletakkan fried chicken di meja makan. Setelah itu, seperti biasa ia menandai sticky note di kulkasnya.

Membeli makanan (v)

Clarice berjalan memasuki kamarnya, kemudian mengempaskan diri di spring bed. Ia melirik ke kalender meja yang terletak di pinggir meja belajarnya. Musim semi sudah hampir berakhir seiring dengan berlalunya bulan Mei. Tak lama lagi, masanya di tahun Junior akan berakhir.

Tahun senior tentu merupakan sesuatu yang sangat penting baginya, karena ia harus mencari kuliah. Clarice selalu berharap bahwa ia dapat melanjutkan pendidikan di universitas terbaik di Brooklyn, seperti Brooklyn College. Namun, ia masih tak punya kepastian apakah ia akan diterima di sana. Sebenarnya, nilai-nilai di mata pelajaran yang diambilnya selama ini tidak pernah terlalu mengecewakan. Tetapi, alangkah lebih mudah urusannya jika ia memilik prestasi di bidang non akademik. Ugh ... mungkin dalam banyak hal Miracle benar. Ia terlalu berada dalam dunianya sendiri.

Clarice pun bangun dan meraih buku kimianya, lalu duduk di balik meja belajar. Ia membaca-baca beberapa hal penting yang diberi highlighter, kemudian membuat catatan kecil di buku binder warna biru. Ujian kimia tahun Junior adalah yang terakhir, karena di kelas Senior nanti tidak akan ada lagi pelajaran kimia—kecuali jika ia berniat menebus beberapa nilai. Untuk sekarang ini, pikiran Clarice benar-benar terlarut pada buku kimia dan kerja keras untuk meraih impian di universitas ternama. Tetapi, tiba-tiba fokusnya terpecahkan ketika handphone di loker mejanya bergetar.

Dear Clarice [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang