5 - Gloomy Moody Sweety

1.2K 140 79
                                    

Saint

Aku berdiri seperti orang bodoh.

Tidak, tidak.. Aku justru seperti sedang melihat sebuah drama pertengkaran sepasang kekasih di serial televisi.

Ah sial! Aku baru tersadar, dengan cepat aku melihat ke arah gadis berambut pendek itu yang kini membalikkan tubuhnya, lalu dengan kepala yang tertunduk lesu, ia berjalan menuruni anak tangga. Di tangannya masih ada sepiring nasi goreng yang masih terlihat mengepul. Gadis itu, mungkin dia kekasih Perth, jika ya, aku merasa tidak berhak untuk ikut campur meskipun nantinya mereka akan bertengkar hebat. Aku menggigit bibir bawahku, karena merasa tidak enak jika pada akhirnya aku hanya bisa makin memperburuk hubungan sepasang kekasih itu.

Bruk!

Aku tersentak saat mendengar suara pintu yang dibanting dengan keras, dan ya aku mendapati Perth menutup kembali pintu flat miliknya. Apa dia lupa jika aku masih berdiri di depan flatnya? Tidak, dia memang sengaja.

Shit.

"Perth!"

"Perth!"

Dengan tenaga penuh, aku mengetuk pintu bercat abu yang sudah mengelupas itu berulang kali sambil terus meneriaki namanya. Namun nihil, pintu itu sama sekali tidak terbuka se-inchi pun.

"Perth! Aku belum selesai bicara denganmu!", teriakku lagi, kali ini tidak hanya mengetuk, namun aku juga menendang pintunya, berharap dia akan segera membukanya.

"Perth--!"

Tiba-tiba pintu flat di ujung koridor terbuka, dan aku melihat seorang wanita tua langsung melihat ke arahku dengan tatapan tajam. Ia kemudian berjalan cepat menghampiriku sambil berkacak pinggang, lalu wanita itu memarahiku karena sudah membuat kegaduhan di sepanjang lantai 4. Aku hanya bisa tertunduk dan berulang kali meminta maaf, namun rupanya si wanita itu tetap kesal dan mengusirku dari depan flat milik Perth. Akhirnya aku tidak punya pilihan lain selain  berjalan pergi dari sana karena aku merasa wanita itu terus melihatku sengit seakan aku adalah musuhnya.

Aku menuruni anak tangga dengan perasaan kesal. Baru kali ini aku menemukan orang semenjengkelkan pemuda bernama Perth itu. Aku memang sengaja mendatangi flatnya karena aku ingin bertemu dengannya. Alasan yang aku katakan pada Plan tempo hari bukan mengada-ada. Setelah mendengar dari rekan kerjanya jika Perth sudah berhenti bekerja di supermarket, aku merasa sedikit bersalah, karena aku takut kehadiranku di supermarket itu membuatnya merasa terganggu. Tentang dia benar-benar berhenti bekerja atau itu hanya berpura-pura untuk mengelabuiku, sejujurnya aku tidak peduli. Aku hanya tidak ingin ia menghindariku, terlebih ketika aku tahu jika Perth adalah teman Mean, bahkan Mean berkata jika mereka bertetangga dulu. Kemungkinan ia mengenaliku dikarenakan aku dan Mean sudah berteman sejak kecil, meskipun aku dan Mean tidak pernah bertemu dalam satu sekolahan yang sama, dan ketika sekolah menengah atas, di awal tingkat 3, keluargaku yang pindah ke Bangkok, mengharuskanku ikut pindah sekolah. Jadi bisa saja Perth memang pernah mengenalku dulu, sementara aku tidak mengingatnya.

Aku cerdas, bukan?

Jadi, kenapa Perth terus menatap ke arahku sejak pertama kali bertemu? Kenapa aku merasa familiar dengan tatapannya itu?

Jawabannya hanya satu, karena dia teman Mean!

Entah kapan dan dimana, Perth pasti pernah melihatku bersama Mean.

Lalu kenapa dia menatap terus ke arahku? Ya karena aku teman Mean.

Ah sial, ini adalah teorinya!

Kenapa aku harus terus memikirkan siapa Perth sebenarnya jika pada akhirnya jawaban yang aku dapatkan sesederhana ini!

Setelah ini, aku harus mentraktir Plan karena sebenarnya ini adalah teori yang lahir dari otak kecilnya. Aku akan berterima kasih padanya nanti.

ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang