13 - Truth Or Dare

945 136 116
                                    

Saint

Semuanya seperti mimpi.

Dia yang duduk di sampingku, memegang tanganku erat, menatapku dengan begitu hangat. Senyuman di wajahnya sama sekali tidak berubah, senyuman terindah yang pernah aku puja, pun dengan sorot matanya yang teduh, membuatku bisa melihat bayangan diriku menjadi satu-satunya yang ada dalam manik hitam itu. Tidak ada yang berubah. Semua dalam dirinya masih sama meskipun waktu cukup lama memisahkan aku dengannya.

Aku menundukkan pandanganku, menatap kedua kakiku yang tenggelam di hamparan karpet berbulu yang menutupi lantai.

"Kau tidak suka aku kembali?", aku meneguk ludah payah ketika pertanyaan yang keluar dari bibirnya seakan menohokku.

"Kau terlihat tidak bahagia..", lanjutnya pelan.

Aku menggelengkan kepala, memantapkan diri untuk bisa menatapnya lagi.

"Aku bahagia kau kembali, Zee.."

"Tapi wajahmu sama sekali tidak menggambarkan kebahagiaan itu..", aku merasakan kini telapak tangannya yang besar mengelus lembut sisi wajahku, jemarinya mencoba menghapus jejak kering airmata di sana.

"Maafkan aku yang sudah menyakitimu, Saint..", suaranya sangat pelan dan dalam, menunjukkan jika Zee sangat menyesal.

Aku menunduk diam.

"Aku akan mengatakan sesuatu, aku ingin kau mendengarkanku, setelah itu, kau percaya atau tidak dengan perkataanku, aku serahkan pada dirimu. Aku tidak akan pernah berdusta padamu, sayang.. Tidak akan..", jelas Zee sambil mengeratkan genggaman tangannya.

"Apa yang ingin kau katakan?", aku merasa penasaran namun juga khawatir dalam waktu yang bersamaan. Aku takut yang akan aku dengar adalah sesuatu yang membuat hatiku lebih hancur dari yang sudah pernah ia lakukan padaku.

Zee menghela nafas panjang sebelum memulai.

"Sebenarnya, aku tidak pernah ingin menghilang dari hidupmu beberapa waktu belakangan ini, Saint. Aku memang memintamu waktu untuk memikirkan ulang hubungan kita, tapi tidak selama itu. 2 hari setelah kejadian di apartemenmu, aku sudah ingin menemuimu dan meminta maaf padamu.."

"Lalu kenapa kau membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali padaku?"

"Apa karena kau sudah tidak mencintaiku lagi?"

Pertanyaanku membuat Zee terkejut. Melihat respon pria itu hatiku tiba-tiba terasa sakit, sepertinya aku melupakan satu hal yang selama ini mengganjal,

"Tidak.. Kau memang tidak pernah mencintaiku.. Kau tidak pernah mencintaku, Zee.. Tidak pernah..", aku meracau, memutuskan pandangan mata juga melepaskan genggaman tangannya. Namun aku kalah cepat, Zee menahan tanganku, lalu menggenggamnya lagi. Kali ini jauh lebih erat.

"Kau salah, Saint. Aku memang tidak pernah mengatakannya langsung padamu, tapi apa kau tidak merasakan kesungguhan hatiku?"

Aku memilih untuk diam. Jika tentang persoalan cinta, otakku menjadi buntu seketika.

"Dengarkan aku, sayang.. Dengarkan perkataanku dulu.."

Zee menarik pelan pundakku, sehingga kini aku duduk berhadapan dengannya di atas sofa. Kedua tanganku dipegangnya erat, raut wajahnya berubah menjadi serius,

"Kavin melarangku menemuimu.."

"Kavin?", aku membeo mendengar nama Kavin tiba-tiba tersebut dalam percakapan ini.

"Ya. Kavin.. Dia membuatku tidak memiliki kesempatan untuk bertemu denganmu. Setiap kali aku menghubungi ponselmu, maka yang menjawab adalah Kavin. Ketika aku mengunjungi apartemenmu, selalu ada beberapa orang yang menghalauku di pintu masuk. Kavin terus mengatakan jika aku tidak pantas kembali bersamamu.."

ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang