10 - More Than Just A Friend

1K 129 111
                                    

Saint

"Benar kau tidak ingin aku mengantarmu sampai flatnya?"

"Tidak usah. Cukup antarkan aku sampai parkiran saja"

"Kau yakin? Bagaimana dengan kakimu?"

Aku mendesah pelan sambil memicingkan mata melirik Kavin yang tengah mengemudi. Dia terlalu mengkhawatirkanku, padahal kakiku sudah tidak terasa sakit. Jika masih sakit, tidak mungkin sepagi ini aku meminta Kavin untuk mengantarkanku kembali ke flat milik Perth. Sigh, semalaman bukannya memikirkan kakiku yang sakit, aku justru memikirkan pemuda aneh itu. Bayangan dirinya yang lemah ketika aku meninggalkan flatnya terus terbayang hingga aku tidak bisa tidur. Aku tidak tahu jika seseorang yang sangat menjengkelkan seperti Perth, ketika sedang sakit akan terlihat begitu menyedihkan. Wajah, sorot mata bahkan setiap kata yang keluar dari mulutnya, seolah itu bukan berasal dari Perth yang selama ini aku kenal. Seakan aku melihat sisi lain dari dirinya yang tersembunyi dibalik sikap dinginnya.

Mungkin jika hanya satu kali melihat dia mimisan, aku tidak akan khawatir seperti sekarang, namun aku melihatnya sudah 2 kali. Maka jangan berpikir hatiku bisa tenang.

Aku kembali men-scroll layar ponselku yang memperlihatkan laman internet tentang beberapa penyakit dengan gejala yang Perth perlihatkan. Mataku membaca tiap kalimat dengan banyak istilah medis yang terdengar asing, namun ulasannya bisa dengan jelas aku pahami. Tetapi hanya selang beberapa menit, aku langsung mematikan layar ponselku, setiap penjelasan yang aku temukan justru membuatku semakin takut. Ya Tuhan, aku memikirkan banyak hal buruk!

"Saint?"

"Huh?"

Aku tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Kavin selain suara decakan kerasnya, wajah tampannya menatap lurus ke depan kemudi. Sesaat, aku tersadar jika telah mengacuhkannya. Aku sudah ingin meminta maaf, namun suara Kavin menyelaku,

"Sebaiknya kau tidak usah menemui temanmu itu.."

"Apa?"

"Aku tidak mengizinkan kau menemui temanmu.."

"Kenapa?", aku membeo, apa-apaan ini? Bukankah dia setuju untuk mengantarku menemui Perth?

"Di flat itu tidak ada lift, dan aku tidak ingin kakimu kembali sakit karena menaiki tangga di sana. Jika kau khawatir dengan temanmu, biarkan aku saja yang akan menemui dan memastikan kondisinya.."

"Tidak.. Tidak.."

Aku menggelengkan kepala cepat, apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkan Kavin menemui Perth, setidaknya tidak untuk saat ini, mengingat tabiat pemuda itu yang begitu aneh dan terlihat introvert, sudah pasti Kavin akan membencinya. Bukan, justru Perth yang akan membenci Kavin. Pemuda itu tidak suka dengan orang asing. Aku saja hingga sekarang masih harus banyak bersitegang jika berhadapan dengannya, apalagi seseorang seperti kakakku yang terkadang tidak bisa menahan diri jika menemui orang yang membuatnya kesal. Tidak mungkin aku biarkan Kavin berbicara dengan Perth apalagi ketika pemuda itu sedang sakit, karena Perth berubah menjadi sangat keras kepala dan pemarah.

Kavin melirikku tajam,

"Sebenarnya siapa dia? Diantara temanmu yang lain, kenapa aku tidak mengenal seseorang bernama Perth ini"

"Dia teman Mean, Plan yang mengenalkannya padaku..", tiba-tiba aku menjadi gugup ketika Kavin memasang raut wajah jengah, aku tahu jawaban ini sudah berulang kali didengarnya setiap kali bertanya tentang Perth sejak semalam dan sudah jelas Kavin menginginkan jawaban lebih. Aku melempar pandangan ke jendela di sampingku, tidak mungkin juga aku menceritakan tentang sosok Perth yang sebenarnya, karena aku pun tidak banyak tahu tentang pemuda itu. Apa aku harus menceritakan kejadian saat Perth menciumku? Gila! Aku bisa mati di tangan kakakku!

ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang