27 - Silence

444 59 22
                                    

Tak

Pistol yang sedari tadi ia genggam kini jatuh ke lantai. Seperti ada pusaran angin yang menyedot semua tenaganya membuat jari jemarinya kini begitu lemah. Hatinya berdebar, pikirannya berubah kacau, bernafas pun menjadi sulit karena sesak yang menghantam ulu hatinya.

Tabir itu telah terbuka satu persatu, bak air bah yang menyeretnya tiba-tiba yang tanpa bisa ia sadari kedatangannya. Mean, ia tidak lagi bisa berkata-kata, lidahnya terpaksa menelan kembali semua ucapannya tentang betapa buruknya seseorang bernama Perth. Dirinya pernah mengecam tindakan bodoh Perth yang akan mengakhiri hidupnya. Ia pula pernah mengatakan sumpah serapah untuk seluruh kebencian yang dipupuk Perth selama ini. Mean benar-benar menganggap Perth tidak lebih dari seorang bajingan yang terus mengobarkan api dendam yang tidak berkesudahan.

Namun ternyata selama ini ia keliru.

Dirinya tidak pernah mengira jika penderitaan Perth yang semula terlihat sebesar bongkahan es yang mengapung di lautan, ternyata mengakar sebuah gunung es besar di bawahnya.

Lebih tidak habis pikir, seseorang yang dekat dengannya lah yang ternyata adalah iblis yang menghadirkan neraka bagi Perth, orang yang ingin dilindunginya setengah mati.

"Untuk masa remajaku yang hilang, untuk semua mimpiku, obsesiku, cinta pertamaku yang kau hancurkan.."

"Itu adalah harga untuk setiap temanmu yang sudah menjebakku, untuk setiap tindakan menjijikkan orang-orang suruhanmu yang memaksa untuk.."

".. Untuk rasa putus asaku, ketakutanku, kekecewaanku, kemarahanku, penderitaanku, kesedihanku.."

Mean tak sadar menggelengkan kepala pelan, tak ingin mengingat kenyataan pahit yang baru saja diketahuinya.

Tatapan sendunya mengarah pada Perth yang tengah memunggunginya menatap jauh ke luar jendela. Untuk kesekian kalinya Mean menghela dalam hati, bagaimana bisa tubuh kurus itu harus menanggung penderitaan yang begitu berat seorang diri? Seorang yang tangguh pun takkan mampu bertahan jika dihadapkan pada derita yang begitu pedih dan dalam.

"Hiks.. Hiks.."

Satu dua isakan lolos memecah keheningan. Mean memejamkan mata, menyadari jika ada seseorang lagi yang kini teriris hatinya, persis sepertinya.

Prim. Gadis itu kini tersedu sedan.

Mean memberanikan diri melangkah mendekat ke arah Perth. Ia ingin menyelesaikan semuanya detik ini juga.

"Jika saja aku tahu Kavin adalah orang--"

"Ini adalah urusanku"

Mean membatu beberapa saat ketika mendengar Perth memotong perkataannya dengan cepat. Namun Mean bersikeras jika kali ia tidak akan mengulangi kesalahan yang dulu pernah ia lakukan untuk membantu Perth. Walau bagaimana pun masalah ini terlalu kompleks jika Perth harus menyelesaikannya sendiri.

Suka tidak suka, Mean akan berada di barisan paling depan untuk Perth.

"Perth, aku akan mencari cara agar--"

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu"

Perth membalikkan badannya, menatap langsung ke arah Mean. Sorot mata pemuda itu terlihat tajam, ada binar keberanian yang berkobar.

ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang