[18] Sabar ya, Baal

3.2K 432 42
                                    

▪️▪️▪️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▪️▪️▪️

"Katanya udah gede, disuntik aja takut.." (Namakamu) memukul keras lengan Gilang yang sedari tadi ia peluk. Bukan apa-apa, (Namakamu) memang tipikal anak yang takut dengan suntikan. Dan mengapa harus Gilang? Karena saat suster datang, hanya Gilang yang ada diruangannya. Bunda, Teteh dan yang lainnya sedang ada keperluan diluar.

"Sudah selesai, kalau begitu saya permisi.." kata Suster dengan senyum manisnya. "Makasih suster cantik.." Ucapan Gilang itu mampu membuat (Namakamu) memberikan tatapan tajam untuk dirinya, dan melayangkan sebuah sentilan di dahi laki-laki itu.

"Apaan cantik-cantik?! Hmm?!"

Gilang tertawa geli, "Bercanda kali, (Nam..). Udah ah, jangan ditekuk gitu dong mukanya."

"Assalamualaikum.." kata Bunda dan Teteh bersamaan setelah membuka pintu kamar. Mereka membawakan makan siang untuk (Namakamu) dan Gilang. Mengapa (Namakamu) juga dibawakan, sedangkan ia pasti sudah mendapat makanan dari rumah sakit. Itu karena, gadis cantik ini sangat tidak menyukai masakan rumah sakit, biarpun suster telah melarangnya namun (Namakamu) tetep bersikukuh untuk makan masakan biasa, baginya masakan rumah sakit hambar, dan ya begitulah.

(Namakamu) tersenyum girang, direntangkannya tangannya dengan maksud untuk memeluk ibunda dan kakak perempuannya itu. "Dari mana sih, Nda sama Teteh? Tadi aku disuntik tau.." ucapnya dengan nada yang merajuk manja.

"Disuntik kenapa, dek? Kamu bandel ya, gak bisa diem makanya disuntik biar jadi kalem hahaha.." kata Teteh dengan nada bercanda dan tawa khasnya. "Ih si Teteh mah.."

Bunda pun ikut terkekeh dengan kelakukan anak-anaknya, "Gilang kapan disini, nak? Udah lama ya?" tanya Bunda. Gilang tersenyum sopan lalu mencium telapak tangan Bunda Rike dengan sopan pula, "Baru kok Tant, tadi habis ngampus mampir kesini kebetulan cuma ada satu kelas. Sekalian juga tadi suster datang buat ambil darahnya (Namakamu), eh malah dianya takut, Tant. Nangis masa." jawab Gilang dengan kekehnya.

"Yaahhh nangis hahaha, gimana sih adek masa nangis, malu tau sama Gilang." Kata Teteh dengan sisa tawanya. (Namakamu) kembali menekuk wajahnya, "Kok malah pada julid sama adek sih, lagian Bang Gilang juga ngapain buka kartu segala."

Bunda Rike memeluk anak bungsunya itu sekali lagi, "Adek kenapa nangis? Hmm? Tadi nak Gilang kerepotan dong, iya kan?" Justru bukannya menjawab, (Namakamu) malah semakin memeluk erat ibundanya itu.

"Enggak ngerepotin kok, Tante.." kata Gilang.

(Namakamu) yang merasa aneh mendengar Gilang memanggil Bunda dengan sebutan 'Tante' pun lantas melepaskan pelukannya dari sang ibunda, lalu menatap Bunda, Teteh, dan Gilang dengan tatapan heran. "Kenapa manggilnya Tante? Bukannya Bunda juga ibunya Abang kan?"

Gilang menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Umm.. jadi gini (Namakamu) sebenernya itu---" ucapan Gilang terpotong kala (Namakamu) memeluk tubuhnya dengan tiba-tiba. "(Namakamu) belum bisa inget itu Abang.. tapi (Namakamu) ngerasa kalau (Namakamu) punya Abang laki-laki." Dan tanpa disadari, air mata (Namakamu) mengalir. Dan juga pelukan yang ia berikan semakin erat, dan bertambah erat.

Bang Iqbaal | Siblings Goals [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang