Fh ~40~ Rindu yang membakar

145 15 34
                                    

Kak Er balik.. Hayo semua yang nunggu buruan baca dan jangan lupa vote yah.. Jangan buat emakku marah karena para sider dan berimbas padaku. Makasih buat yang selalu vote. Soal typo maafin yah.. Emakku sedengnya lagi kumat, hehe.

Lopyu.. Semuanya 😘😘
____________________________________

Rasa rindu membakar.. Membakar hati sampai menghitam seolah tak bisa terhapus hanya dengan pertemuan dan pelukan.

~R~
for
~Q~

Reza sedang duduk dikursi kebesarannya. Tatapan matanya tertuju pada kertas ditangannya. Kacamata tampak bertengger di hidung mancungnya. Manik cokelat madu miliknya bergerak mengikuti baris demi baris tinta hitam yang tercetak disana. Sang CEO tengah memeriksa laporan keuangan yang tadi diserahkan oleh sekertarisnya sebelum sekertarisnya itu pulang. Jam dinding sudah menunjukkan angka delapan malam. Langit sudah gelap, terlihat dari balik jendela kaca tebal dan besar dibelakang kursi kerjanya. Namun sang CEO masih saja terus bekerja tidak memperdulikan hari sudah beranjak malam. Bisa dipastikan gedung miliknya ini sekarang sudah kosong, tidak ada satupun pegawai karena jam kerja berakhir pukul empat sore tadi. Saat ini hanya dirinya dan lima orang security saja yang menempati gedung tersebut.

Detik, menit berlalu sampai membentuk waktu genap enam puluh menit lamanya namun sang CEO masih saja berkutat dengan kertas kertas diatas mejanya. Layaknya malam bukanlah halangan untuknya terus bekerja, seolah ia tidak membutuhkan waktu untuk beristirahat sedikitpun.

Dering ponsel memecah kesunyian, mengalihkan fokus sang CEO dari kertas ditangan kearah ponsel diatas meja. Sejenak manik cokelatnya melirik sampai tangannya bergerak meraih benda pipih itu dan menggeser layarnya saat melihat siapa yang tengah menelponnya.

"Hallo." sapanya sopan pada penelpon

"....."

"Belum. Reza masih dikantor Pa, kenapa?" jawab Reza pada penelpon yang ternyata adalah Papanya, tuan Burhanudin handoko.

"....."

"Iya Pa. Reza tahu, sebentar lagi Reza selesei nanggung soalnya tinggal sedikit lagi." terang Reza memberi alasan pada sang Papa.

"......."

Reza mengangguk angguk kecil, entah apa yang Papanya katakan.
"Baik Pa. Bilang ke Mama supaya tidur ga usah nungguin Reza pulang. Mama harus istirahat." Reza menitipkan pesan pada Papanya berharap agar sang Mama mengerti kalau dirinya masih sibuk.

"......."

Satu helaan nafas panjang terdengar saat dari seberang Papanya memaksanya pulang karena Mamanya berksikeras menunggunya sampai pulang. Jika sudah demikian maka tidak ada lagi yang bisa Reza lakukan selain menurut. Reza tidak mau Mamanya kecewa dan merasa diabaikan olehnya. "Baiklah. Reza pulang sekarang." akhirnya Reza mengalah. Menutup panggilan, Reza merapikan berkas berkas dimejanya, menumpuknya jadi satu lalu bangkit dari kursi kebesaran. Melangkah menuju pintu ruangan dan keluar dari tempat favoritnya itu dengan wajah lesu.

Tergambar jelas gurat lelah diwajahnya namun selalu Reza abaikan. Berjalan sendirian menyusuri koridor sampai diruangan luas dimana terdapat kubikel kubikel tempat para pegawainya bekerja. Akhirnya Reza sampai dibasement dimana mobilnya terparkir. Mobil Range Rover putih itu terparkir sendirian ditempat khusus milik sang CEO.

Dua minggu sudah berlalu pasca ultimatum yang diberikan oleh tuan Revan kepada Reza. Itu artinya sudah dua minggu lamanya Reza tidak menemui Queen, kekasihnya tercinta. Selama dua minggu sudah Reza menjalani hidup layaknya dineraka. Rasa rindu yang mencekam hatinya terasa semakin menyakitkan kala dirinya mendapati kenyataan bahwa ia hanya bisa menghubungi Queen pada hari sabtu saja yang artinya hanya sekali dalam seminggu Reza bisa mendengar suara merdu sang kekasih. Sudah tak terhitung berapa kali umpatan dan makian meluncur dari bibir seksinya. Memaki dan mengumpati kebodohannya sendiri yang telah dilakukannya dimasa lalu sehingga dirinya harus menuai buah dari apa yang ditanamnya sendiri.

Frozen heart {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang