5. Pernikahan

28 8 7
                                    


Ditengah semua kebingunganku, Aku memutuskan masuk ke kamar. Kubaringkan tubuhku di atas kasur, hati ini begitu ingin mengetahui tentang Andrew.

Jika boleh jujur dari hati yang paling dalam, aku begitu merindukannya.
Tapi aku harus melepaskan semua kenangan itu.

Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, mbak Sinta membuka pintu kamarku.

"Maaf mengganggu yul, ada Romy di depan"

Aku langsung berdiri dan melihat penampilanku di depan cermin. Aku memasang lipstik pada bibirku, merapikan rambutku. Mbak Sinta sampai tersenyum melihatku. Aku langsung menemui Romi yang sedang asyik mengobrol dengan bapak diruang tamu.

~~~♤♤♤~~~~

Kami segera pamit dengan orangtuaku, kemudian pergi untuk menikmati masa liburanku selama tinggal di kota ini.

"Kapan kamu bisa menemui keluargaku?" Romy memulai pembicaraan denganku.

Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya. Dia sudah benar-benar ingin menjalani hubungan ketahap yang lebih serius. Aku rasa itu hal yang wajar, karena Romy sudah cukup mapan untuk menikah. Selain itu faktor umur dan pihak keluarganya begitu ingin melihat Romi segera membina rumah tangga.

"Bagaimana kalau bulan depan" jawabku singkat.

"Jangan terlalu lama, apalagi waktu liburan mu disini begitu singkat"

"Aku bisa menambah waktu liburku sampai bulan Februari" bujukku untuk menenangkan hati Romi.

"Sama saja Yul, itu hanya 2 bulan. Lalu kapan kita akan melangsungkan pernikahan?"

Aku langsung melirik kearah Romy.

"Apakah harus secepat itu? Aku pikir kita melakukan pertemuan biasa saja dulu. Masalah pernikahan kita akan bahas di pertemuan selanjutnya, bagaimana?"

"Sejujurnya ada yang begitu mengganjal di hatiku. Dulu aku masih belum mau membahasnya, tapi aku rasa ini waktu yang tepat"

Aku mendengarkan dengan baik apa yang akan di katakan Romy kepadaku.

"Jika kita menikah nanti bagaimana dengan pekerjaanmu di luar negri?"

"Tentu saja aku akan terus bekerja" jawabku sambil melirik kearah Romy dan memberikan senyum manjaku kepadanya.

"Pasti akan sangat sulit"

"Apa kamu punya pendapat yang lain?" tanyaku meminta Romy mengeluarkan pendapatnya.

"Baiklah karena kamu meminta pendapatku. Sejujurnya aku ingin kamu berhenti bekerja setelah kita menikah nanti. Aku berjanji akan mencukupi semua keinginan dan kebutuhanmu. Apapun itu dalam hal meteril dan non materil. Aku ingin kamu menjadi istri rumahan yang begitu anggun menunggu suaminya pulang bekerja dari kantor, mengurus dan membesarkan anak-anak kita. Hah, pasti sangat menyenangkan"

"Apa kamu sudah memimpikan hal itu sejak lama sekali?" tanyaku untuk menggodanya.

"Ya, aku selalu memimpikan hal itu. Kita akan menjadi keluarga yang sangat harmonis nantinya, aku juga sudah tidak sabar menantikan hal itu"

"Bagaimana dengan bapak dan ibu? Jika aku berhenti bekerja siapa yang akan membiayai keperluan mereka?"

"Tentu saja aku! Apa kamu lupa gajiku dua kali lipat lebih besar darimu. Jadi tentu saja aku sanggup membiayai kedua orangtua masa depanku itu nanti" kata Romy sambil membelai rambutku dengan lembut.

"Kamu ingin menyombongkan diri di depanku saat ini?"

"Tidak, aku tidak pernah menyombongkan diri dihadapan calon wanita masa depanku"

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Romy. Enam bulan belakangan ini Romy memang sering sekali menbicarakan masalah pernikahan denganku, dia bahkan selalu memanggilku dengan sebutan 'masa depanku'.

Aku melihat keseriusan di mata Romy. Tapi entah kenapa hatiku masih menikmati masa-masa yang seperti ini dengannya. Aku lebih menyukai menjadi kekasihnya saja saat ini.

Bapak dan ibu juga sudah memintaku untuk mempercepat rencana pernikahan dengan Romy. Mereka juga mengingatkan umurku yang sebentar lagi akan memasuki kepala tiga. 

"Rindu itu = Kamu!"

Endless Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang