Baru saja Trias ingin meraih handle pintu ketika gerakan tangannya terhenti begitu saja akibat sebuah suara yang berasal dari belakangnya. Lantas, ia segera berbalik lalu mendapati seorang gadis dengan balutan piama panjang bergambar pinguin serta jilbab instan berwarna cokelat pudar melangkah keluar sambil mengucek-ngucek matanya. Gadis itu lalu menguap, nampak belum tersadar akan kehadiran Trias yang berdiri tepat dihadapannya.
"Kara?!" ucap Trias dengan dahi mengerut penuh kebingungan.
Sementara itu, Kara yang semula ingin turun kebawah untuk mengambil air minum tiba-tiba membulatkan kedua bola matanya setelah menyadari akan kehadiran Trias.
"Ngapain lo dirumah gue?" tanya Trias langsung.
Kara tidak menjawab. Pandangannya pun masih tertuju kedepan, tepat pada sosok Trias yang nampak sedang menanti jawaban dari pertanyaannya tadi.
Gadis itu lalu menggigit bibir bagian dalamnya, nafasnya mulai naik turun tidak beraturan. Ia tak pernah menyangka akan bertemu dengan Trias dalam kedaan seperti ini.
Kara tahu benar kalau rumah yang sekarang ditempatinya ini adalah rumah milik Trias, dan karena hal itu pula dia sangat sadar bahwa sekeras apa pun dia berusaha menghindar, cepat atau lambat dia tetap akan bertemu juga dengan Trias.
Namun untuk saat ini, atau lebih tepatnya dengan kondisi dimana hanya ada mereka berdua dengan waktu yang sudah menunjukkan lewat pada tengah malam, membuat Kara tidak tahu harus berbuat seperti apa sekarang. Karena ia sadar dan paham betul bahwa lelaki dihadapannya ini tidak akan semudah itu menerima kehadirannya walau sekeras apa pun ia mencoba menjelaskan.
"Woy! Kok malah bengong sih? Kalau gue nanya tuh dijawab!" katanya tidak sabaran. Kali ini nada bicaranya mulai meninggi.
"Emm... aku mu-mulai sekarang ti-tinggal disini," jawab Kara sedikit tergagap.
"Hah?" Trias nampak berpikir, detik berikutnya pupil mata lelaki itu membesar sempurna. "Tinggal disini? di rumah gue maksud lo?" tanyanya lagi dengan jari telunjuk yang mengarah kebawah, seolah sedang memastikan tempat yang Kara maksud.
Kara lalu menggguk pelan. sebelah tangannya meremas ujung piama tidurnya,"i...ya."
"What the fuck!" umpatan itu seketika meluncur keluar dari mulut Trias, "gimana bisa? Siapa yang bawa lo kesini hah?!" bentaknya langsung.
Perlu beberapa detik bagi Kara untuk kembali menjawab, dengan suara yang masih pelan lalu ia berkata, "Mama kamu yang bawa aku," cicitnya.
"Mama?"
Kara kembali mengangguk.
"Kenapa bisa Mama? Arghhhh ini sebenernya ada apaan sih? Kenapa Mama bisa kenal terus tiba-tiba bawa lo kesini?" Dia mengacak-acak rambutnya, frustasi. Berbagai pertanyaan langsung berkecampuk dalam benak Trias. Ia nampak benar-benar kesulitan untuk mencerna semua hal yang sedang terjadi saat ini.
Namun, tiba-tiba saja suatu pemikiran melintas dibenaknya.
"Lo ngadu?" tanya Trias dengan tatapan tajam.
"Hah?"
Sebelah ujung bibir Trias sedikit terangkat membentuk seringain yang nampak mengerikan, "lo ngadu tentang kejadian itu 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Estungkara
Teen Fiction"Lo mau duit berapa?" Laki-laki itu medecih pelan, mengabaikan tatapan tajam dari sang gadis yang masih terpaku akibat ucapannya. "Maksud kamu?" Kening sang gadis berkedut, dia masih belum sepenuhnya mengerti. "Nggak ada manusia yang beneran baik d...