Part 17

252 31 13
                                    

Selamat membaca❤️❤️
Maap kalo ada typo mantemannn

***

Kalau ada yang paling pantas dinobatkan sebagai orang terjaim, terkaku, terpolos, termembosankan, tercan-ah sebaiknya Trias tidak mengakui yang satu ini- di kelas XII Ips-3, maka itu adalah Kara orangnya.

Selama ini Trias heran dengan pergaulan Kara yang kalau dilihat sama sekali tidak menarik. Kara tidak pernah tertawa setiap kali ia dan dua sahabatnya membuat kekonyolan di kelas. Kara tidak pernah melakukan hal-hal nyeleneh khas anak SMA, padahal mereka adalah jurusan Ips, jurusan paling terkenal dengan kebobrokannya di setiap sekolah seatero indonesia. Dan yang paling terakhir, selama ini Trias tidak pernah melihat Kara dekat dengan anak laki-laki mana pun. Jangankan dekat. Untuk berbicara basa-basi saja Kara tidak pernah.

Kadang Trias jadi berpikir kalau Kara itu adalah orang pinter yang salah server, anak sosial yang tidak pandai bersosialisasi. Karena harusnya modelan manusia berotak cemerlang tidak pandai bergaul seperti Kara ada di jurusan Ipa atau Bahasa. Bukan malah Ips yang sering di cap sebagai kumpulan murid kagak ada akhlaknya.

Kembali lagi membahas tentang Kara yang jarang berinteraksi dengan anak laki-laki. Seingat Trias, Kara cuma mau bicara dengan kaum adam saat ada perlunya saja. Contohnya seperti masalah tugas, atau apa pun yang menyangkut dengan nilai gadis itu. Untuk selebihnya, Kara memilih masa bodoh. Bahkan cuma diam disaat ada murid cowok yang terang-terangan tertarik kepadanya.

Ck. Dari sini keliatan banget kan kalau Trias hafal bagaimana kelakuan Kara?

Ya jelas lah. Walaupun egonya setinggi galaksi Andromedha, mulutnya lebih berbisa dari pada ular kobra, tapi matanya masih belum kekurangan vitamin A hingga sulit membedakan mana pemandangan jelek mana pemandangan indah yang menyegarkan mata.

Walaupun sekali lagi Trias enggan mengakui akan hal ini, tapi seorang Aghiakara Wulandari memang se-aye chatching itu untuk diabaikan penglihatan mata. Bahkan, Trias berani bertaruh kalau ia bukan satu-satunya lelaki yang merasakan hal itu.

Setelah membahas tentang perilaku Kara tadi, aneh rasanya bagi Trias melihat gadis itu tiba-tiba berinteraksi sambil hahahihi dengan Ero yang masih satu jenis dengannya. Sama-sama lelaki maksudnya.

"Ajigile ya, bro. Saingan lo nambah lagi noh satu. " cerocos Arkan yang dari tadi tau kemana Trias menjatuhkan pandangannya saat ini.

"Hooh. Mana yang ini kadar ketampanannya no kaleng-kaleng lagi." Raga yang masih fokus bermain game di ponselnya ikut membenarkan.

Trias berdecak. Ia menatap dua sobat ambyarnya bergantian. "Ngomong apa sih lo pada?"

"Cielahhh sok nggak paham si pak haji." kata Arkan.

Trias menghembuskan nafas kasar. Ia mengambil sesuatu yang ada di bawah lacinya. Sekian menit lelaki itu menimbang, menatap benda persegi berwana pink yang nampak lucu dengan gambar tiga ekor kucing di depannya. Iya, jadi itu adalah dompetnya Kara. Sekar tadi mengatakan bahwa setelah sampai di sekolah, ia harus segera memberikan benda itu kepada Kara. Walaupun semula ia tidak mau, dan harus bercekcok ria dengan ibunya dulu, tapi akhirnya ia menyerah juga. Rasanya agak sedikit (benar-benar cuma sedikit) tidak tega membayangkan Kara sampai harus menahan lapar karena lupa membawa uang saku.

Sadar bahwa Arkan dan Raga sedang fokus pada ponsel masing-masing membuat Trias jadi terpikir untuk melihat-lihat apa saja isi dari benda itu. Kedua sudut bibir Trias terangkat kala tatapannya jatuh pada sebuah poto kecil di dalam dompet. Seorang anak perempuan sekitar umur lima tahunan sedang tersenyum dengan kedua pipi chubby-nya yang nampak menggemaskan.

EstungkaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang