Kampung warna-warni, Jodipan, Malang.
Merupakan permukiman yang semula termasuk ke dalam sebelas kampung paling kumuh di indonesia. Namun, hal itu tidak berlaku lagi sejak seorang mahasiswi yang tergabung dalam kelompok guyspro menyulap permukiman ini hingga menjadi destinasi warna-warna cantik.
Bahkan bukan cuma cantik. Tapi lokasinya yang dekat dengan jantung kota membuat Trias dan Kara hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk sampai di tempat itu. Belum lagi harga yang perlu dikeluarkan pun tergolong sangat murah. Pengunjung yang memasuki kawasan tersebut cuma dikenai kocek sebesar dua ribu rupiah untuk biaya pengecatan wilayah setempat.
"Cepetan jalannya!" ujar Trias setengah berteriak.
"Bentar," sahut Kara yang tertinggal beberapa meter di belakang. Susah payah gadis itu mengikuti langkah Trias yang lebar.
"Lemot banget lo kek siput."
Kara yang sudah tidak tahan lagi memutuskan untuk berhenti. Jalan yang dilalui di tempat ini memang tidak rata sehingga membuat tenaganya hampir terkuras habis.
"Aelah cetek bener fisik lo!" ujar Trias sambil berbalik. Ia menatap Kara yang sekarang berpegang pada tembok.
"Capek," keluh Kara.
"Jadi cewek tuh yang kuat dikit dong! Baru gini aja udah ngeluh!" Trias menatap Kara jengkel. "Tunggu sini bentar."
Lelaki itu lalu menghilang di persimpangan gang. Ia kembali beberapa menit kemudian sambil membawa dua botol air minum kemasan yang ada manis-manisnya.
"Makasih. Tumben baik," ujar Kara menyambut air di tangan Trias.
"Ck! Ngerepotin aja! Kalau tau gini mending gue pergi sendiri aja tadi!"
Kara tidak mendengarkan dumelan Trias. Fokus gadis itu masih tertuju pada tutup air minun yang masih belum juga dapat ia buka.
"Makanya milih baju tuh yang bagus! Capek gue liat lo jalan dikit-dikit ngangkat baju, dikit-dikit diinjek sama orang."
"Udah dong marah-marahnya." Kara masih berusaha membuka tutup botol yang ia curigai diberi lem super kuat.
"Gue nggak marah-marah!" ucap Trias ketus. Ia meraih air minum Kara dan membuka tutup botolnya dalam hitungan detik. "Awas kalo abis ini jalannya masih lemot!" katanya sambil menggambil alih tas laptop yang Kara bawa.
Kara cuma berdiri cengo. Baru kali ini ia melihat ada orang yang marah-marah sambil melakukan kebaikan.
Setelah hampir satu jam berjalan dan mengumpulkan informasi di kampung warna-warni, akhirnya langkah Trias dan Kara berlanjut ke kampung Tridi. Letak kedua permukiman ini memang bersebalahan, dan akses menuju tempat itu pun sangat mudah. Mereka berdua cuma perlu mengeluarkan uang sebesar tiga ribu rupiah untuk menyeberangi jebatan kaca yang menjadi penghubung antara dua kampung indah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Estungkara
Fiksi Remaja"Lo mau duit berapa?" Laki-laki itu medecih pelan, mengabaikan tatapan tajam dari sang gadis yang masih terpaku akibat ucapannya. "Maksud kamu?" Kening sang gadis berkedut, dia masih belum sepenuhnya mengerti. "Nggak ada manusia yang beneran baik d...