Egois...

1.9K 140 0
                                    

Aku terbangun saat sinar matahari sudah meredup, ku alihkan penglihatan ku ke jam yang berada di samping tempat tidur Riko, syukurlah masih pukul 4 sore, aku masih punya waktu untuk menjemput Deyas di Bandara.

Ku singkirkan lengan Riko yang memeluk pinggang ku dari belakang. Kalo sampe Mama tau apa yang saat ini terjadi mungkin kami berdua akan segera digiring ke KUA untuk dipaksa menikah, walau kami tidak melakukan apa-apa namun tetap saja tidur bersama di satu ranjang itu tidak sepatutnya dilakukan oleh dua manusia berbeda jenis kelamin. Duh bener-bener bahaya nih dekat-dekat dengan pesona Riko.

sambil mengendap-ngendap ku berjalan keluar kamar Riko agar tak membangunkannya. sepertinya demamnya sudah tak separah sebelumnya. Syukurlah aku bisa cabut sekarang.

Ku berikan notes di kulkas dapurnya untuk memastikannya makan malam dan meminum obatnya.

Diperjalanan menuju bandara, aku selalu kepikiran kata-kata Riko sebelumnya. Mungkin kalau aku mendengerkan ucapan Riko 10 tahun lalu aku tanpa pikir panjang akan menerimanya. Namun saat ini terlalu banyak pertimbangan untuk ku mememutuskan, walau dia telah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, membayangkan kejadian 10 tahun lalu terulang kembali membuat ku bergedik, aku tak mau menjadi keledai yang terjebak dalam lubang yang sama 2 kali. Apalagi ditambah perasaan ku terhadap Deyas, dia benar-benar laki-laki terbaik untuk ku. Semua tipe laki-laki yang aku harapkan menjadi pendamping ku dia miliki. Dia tidak pernah memaksakan kehendaknya selalu mengalah demi diriku, dia selalu ada waktu untuk ku, setidaknya sehari sekali dia menelpon ku, dia begitu perhatian. Sekarang yang ku butuhkan adalah bersama Deyas dan melupakan Riko. Karena Riko bukan lelaki yang tepat untuk ku.

"Yas, aku masih dijalan nanti kita ketemuan di parkiran internasional ya. sekitar 30 menit lagi aku sampe ko tunggu ya." ucapku menelpon Deyas, padahal saat ini mobil gw sudah terparkir rapih di parkiran, gw ingin membuat kejutan kecil untuknya mungkin sebuah back hug, kekek memikirkannya saja membuat ku tersipu malu. Bucin kau Ara.

"Iya, aku juga masih nunggu bagasi. Selesai ini aku langsung kesana."

"Sip, Bye Dear." ucap ku menutup telpon.

Baru menutup telpon Deyas, smartphone ku berdering dan menunjukkan nama Munik disana. Oh iya gw kan janjia mau ketemu dia, bisa lupa gini sih gw.

"Hola beb, gimana?" ucapku menjawab telponnya.

"Udah baikan nampaknya, suaranya udah ga bindeng lagi dan sesenggukan. baguslah."

"syuuuut ah lu. hahah..."

"Gimana?"

"Apanya?"

"Lo sama Riko lah cong, masa gw tanya lo sama ferguso." jawabnya kesal

"hahah, gak gimana-gimana. dia udah ngejelasin semuanya, tapi gw belum yakin aja. yang pasti gw udah maafin dia."

"Trus hubungan kalian?"

"Ya sebatas atasan bawahan, teman SMA, itu aja."

"Gak lebih?"

"Gak, gw belum yakin nik, lagian lo kan tau gw udah jadian sama Deyas."

Munik terdia agak lama tak menanggapi jawaban gw...

"Lo masih disana nik, kok hening?"

"hmm iya... gw masih disini ko, Ra soal Deyas... lo yakin sama dia?"

"InsyaAllah yakin, gw mau serius sama dia. Umur gw udah bukan umur main-main." ucap ku sambil keluar mobil dan menuju pintu kedatangan untuk nyamperin Deyas, karena dia terlalu lama, jangan-jangan dia kecantol Cewek lagi. ish..

"hmm, lo udah yakin banget ya Ra?"

"lo kenapa sih Nik, hahah... lagian kan walau sekarang gw yakin bakal kepelaminan bareng Deyas, tapi kalo Deyasnya gak yakin juga percuma. kita belum ditahap itu Nik." Munik kenapa sih takut banget gw cepet-cepet nikah sama Deyas, dia belum kenal Deyas mungkin. Karena sejak awal gw bilang gw jadian dengan Deyas, Munik selalu menanyakan hal yang sama soal seberapa serius gw dengan hubungan ini.

Belum tentu jodoh kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang