Move on ya...

1.9K 124 0
                                    

"Ra, maaf ya aku gak bisa dateng ke acara lamaran kamu kemarin." Ucap Deyas saat kami bertemu di coffe shop di lantai dasar kantor ku.

"Gak papa Yas, doanya aja cukup ko."

"Jujur aku sengaja ngambil project itu tepat ditanggal kamu lamaran." dia menghela nafas berat "Aku cuma belum siap aja ngeliat kamu sama laki-laki lain." 

Aku terdiam dan tak dapat memberikan komentar apapun, Riko benar Deyas belum bisa merelakan hubungan kami. Sebetulnya aku sudah mengetahui hal ini beberapa minggu lalu saat tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk kedalam aplikasi messenger ku, ternyata dia Rekanda. Rekanda mengajak ku bertemu, katanya ada yang ingin dia katakan pada ku mengenai Deyas. Setelah berdiskusi dengan Munik, aku setuju untuk bertemu dengannya di salah satu cafe didekat kantor Munik, untuk berjaga kalau Rekanda akan berbuat macam Munik akan datang sebagai penyelamat, begitu yg dikatakannya. Aku merahasiakan pertemuan ini dari Riko, dia bisa sewot seharian dan melarang ku bertemu dengan Rekanda, apalagi ini berhubungan dengan Deyas. Bertemu dengan Rekanda mengingatkan ku betapa sakitnya saat harus melepas Deyas, bagaimanapun Deyas pernah menjadi bagian dalam perjalanan hidup ku. Sempat terbersit di pikiran ku kalau saja Rekanda tidak ada mungkin aku sudah bersama Deyas sedang mempersiapkan pernikahan kami, namun Tuhan memiliki caranya dalam mempertemukan dan memisahkan kedua insan. Aku sudah bersama Riko, lelaki yang saat ini aku butuhkan bukan lelaki yang aku inginkan, karena sesungguhnya apa yang kita inginkan bukan selalu yang kita butuhkan.

"Gw akan langsung aja ya." ucap Rekanda saat kami sudah duduk berhadapan.

"Silahkan."

"Gw denger lo udah mau nikah sama selingkuhan lo."

"Sorry? Selingkuhan? maksud lo apa ya?" ucapku dengan nada tinggi, mohon maaf selingkuhan dia bilang, itu mulut atau comberan gak ada saringan banget.

"Apa dong namanya kalau bukan selingkuhan. Lo dan Deyas baru beberapa minggu putus dan lo udah berniat nikah dengan lelaki lain." ucapnya melipat kedua tangannya didada. Oh baik dia sudah menunjukan sifatnya yang asli sekarang.

"Kepada saudara Rekanda yang terhormat maaf, tapi menurut gw itu bukan urusan lo untuk mempertanyakan mengenai hubungan gw dengan lelaki manapun, dan sebetulnya termasuk hubungan gw dengan Deyas." ucapku kesal

"Urusan Deyas jadi urusan gw juga."

"oh waw.... kok bisa, lo siapanya Deyas?"ucapku mencondongkan wajah ku kearahnya.

"huh..." tangannya mengepal seperti bersiap untuk menonjok ku. dia terlihat sangat kesal aku mulai memundurkan tubuh ku dan menyandarkan punggung ku, jaga-jaga kalau si manusia aneh ini melayangkan tamparan atau pukulan kearah ku, bagaimanapun dia laki-laki kan.

"Kalau udah gak ada lagi yang ingin lo sampein gw pamit, karena gw lagi gak mau merusak mood hari ini." ucapku bersiap untuk berdiri dan meninggalkan Rekanda.

"Gw cuma gak mau Deyas terluka lagi." aku menghentikan gerakan ku dan kembali duduk untuk mendengarkan Rekanda.

"Lagi?" Tanya ku

"Saat kakak gw pergi Deyas benar-benar teluka, dan gw gak mau dia terluka lagi. Makanya gw gak suka saat dia deket dengan lo."

"Darimana lo tau kalau gw akan nyakitin dia sih?"

"Ya feeling aja."

"Aneh."

"Thank you, udah banyak yg bilang gw aneh. Gw anggap itu pujian."

"Ck... lo tuh ya tau gak sih bertapa gw sayang banget sama Deyas dulu, dan lo selalu buat kita berantem."

"Gw tau." Jawabnya sombong.

Belum tentu jodoh kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang