Setelah jam mata kuliah usai, Arjuna menahan teman-teman sekelas supaya tidak bubar dulu, karena ada pengumuman penting yang harus disampaikan. Meskipun tidak sedikit yang menggerutu, tetapi mau tak mau mereka harus tetap berada di kelas untuk mendengarkan pengumuman yang akan disampaikan Arjuna. "Tadi siang ada rapat ketua kelas, dan hasilnya, minggu depan, tepatnya pada hari Kamis, tanggal 12 September 2019, akan diselenggarakan acara tahunan, class meeting. Untuk daftar lomba-lombanya sedang ditulis Naya di papan tulis." Sontak seluruh pandangan tertuju pada Naya yang sedang menulis di whiteboard.
"Lomba yang wajib diikuti adalah tari, futsal putra, voli putri, bulutangkis ganda campuran, bulutangkis tunggal putra, dan bulutangkis tunggal putri. Kamis pagi akan diadakan karnaval, setiap kelas harus memiliki yel-yel dan seorang maskot."
"Banyak amat lomba wajibnya!" celetuk salah seorang mahasiswa.
"Mau ndak mau harus ikut. Denda setiap lomba yang ndak diikuti sebesar lima ratus ribu rupiah. Jadi, semuanya dimohon untuk bekerjasama supaya kelas kita ndak terkena denda." Jelas Arjuna.
"Dasar kampus miskin! Ndak ikutan lomba saja dimintai denda sebesar itu!" seru mahasiswa lainnya.
"Bukan masalah miskin atau kaya. Denda yang besar diberlakukan supaya kita mau berpartisipasi dalam acara." Kata Arjuna.
Setengah jam berlalu, Arjuna sudah mendapatkan nama-nama yang akan mewakili cabor bulutangkis dan juga voli. Tinggal penentuan untuk maskot kelas, tim tari, dan tim futsal putra.
"Kita butuh delapan orang untuk tim futsal putra, lima pemain inti, dan tiga cadangan." Menyangkut tentang futsal, giliran Arkara, si kapten tim futsal kampus yang mengambil alih musyawarah, yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai ajang perdebatan.
"Enam atau tujuh saja, ndak usah banyak-banyak!" usul seorang mahasiswi yang tampaknya sudah ingin buru-buru pulang.
"Ndak bisa, enam atau tujuh terlalu beresiko. Kita akan tetap mewakilkan delapan orang di cabor futsal putra." Arkara tidak menyetujui usul tersebut.
"Kayak mau main sampai final saja." Celetuk seseorang dengan nada meremehkan. Orang itu, tak lain dan tak bukan adalah Lukarya Sinuraga, si mahasiswa pindahan.
Arjuna melangkah mendekati Luka, yang hari itu kebetulan tidak kebagian tempat duduk di belakang, sehingga mengharuskan dirinya duduk di deretan bangku paling depan. "Arkara adalah kapten tim futsal kampus kita, dia juga MVP di acara class meeting tahun lalu. Memang waktu itu kita kalah dari semester atas, tapi kelas ini sudah melaju hingga ke babak final. Tahun ini kita berpeluang besar untuk menang, karena tim dari semester atas ndak akan berpartisipasi demi fokus pada tugas akhir dan skripsi." Luka hanya terdiam saja, tak begitu peduli dengan ucapan Arjuna.
"Kita masih kekurangan satu pemain. Benar-benar sudah ndak ada lagi yang bersedia gabung?" tanya Arkara kepada teman-teman sekelas yang sengaja membisu.
"Kalau ditunjuk saja bagaimana?" tanya Arjuna. Kelas seketika menjadi gaduh. Seperti mahasiswa pada umumnya, tentu saja mereka tidak menyukai tindakan tunjuk-menunjuk. "Terpaksa, kalian kan ndak mau angkat tangan. Ya sudah, ditunjuk saja." Kelas semakin gaduh, sementara Arjuna dengan santainya berjalan menghampiri Luka lagi.
"Kamu, ya?" Kelas mendadak hening kembali, dan seketika seluruh pandangan tertuju pada Luka.
"Kenapa saya?"
"Jangan tanya-tanya lagi, karena sudah ketok palu. Pokoknya kamu yang akan jadi pemain kedelapan tim futsal putra kelas ini." Mengiringi ucapan Arjuna, rupanya Arkara benar-benar mengetuk meja dosen dengan tipe-x. Karena Luka bukanlah tipe orang yang menyukai perdebatan, ia pun hanya diam tanpa perlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI JOGJA (√)
Teen FictionSUDAH TERBIT! "Jogja penuh cerita. Kuharap kau janganlah menyebabkan luka." Start: 01/08/2019 End: 31/12/2020 PO I: 12/02/2021 PO II: 30/05/2021 PO III: 13/08/2021