17 | PAGI DI BULAN MARET

5.6K 1K 353
                                    

"Papa, bangun! Katanya mau ke kantor pagi-pagi?"

Seruan anak kecil membuat Luka terbangun dari tidurnya. Di depan pintu kamar, berdiri seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahunan. Cantik, lucu, dengan rambut panjang tergerai rapi yang tertahan jepitan warna-warni di sisi kanan dan kiri. Anak itu memakai seragam sekolah, layaknya seragam TK. Bibirnya tersenyum manis kepada Luka, dan ia pun berkata lagi,

"Sekarang sudah jam enam, papa. Mama bilang, papa harus lekas mandi. Kalau lama, nanti papa bisa terlambat, lho." Luka masih terduduk di atas kasur, diperhatikannya lagi raut wajah anak itu, yang ternyata mirip dengan...

***

Luka terbangun dari tidurnya, lantas ia memperhatikan sekeliling kamar dengan saksama, sudah tidak ada lagi anak perempuan itu, dan ia pun baru tersadar, ternyata yang tadi hanyalah mimpi. Tetapi anak perempuan di dalam mimpinya, entah kenapa mirip dengan seseorang.

Tok tok tok!

"LUKA, BANGUN! HARI INI KITA ADA KULIAH PAGI-PAGI!"

Luka berdecak kesal, tamu pagi butanya ternyata adalah Ayudisa, yang sama sekali tak disuruhnya datang, apalagi menjemputnya untuk pergi ke kampus sama-sama. Luka segera mengecek ponselnya, dan tanggal yang tertera adalah 9 Maret 2020, dengan jam menunjukkan 06:00 WIB.

"Masih dua ribu dua puluh, tapi kenapa mimpi yang tadi seperti nyata?" gumamnya.

"LUKA!"

Teriakan itu kembali terdengar diiringi ketukan pintu yang semakin keras dibanding sebelumnya. Dengan langkah malas, akhirnya Luka berjalan menuju pintu depan. Setelah berhasil memutar dua kali kunci yang tertancap, ia pun membuka pintunya perlahan.

"Pasti baru bangun, kan?" Ayudisa langsung menuding Luka yang jelas-jelas masih menampilkan muka bantal.

"Masih pagi, tahu!"

"Sekarang sudah jam enam, Luka. Mandi sana! Kalau lama, nanti kita bisa terlambat, lho." Luka terdiam sejenak setelah mendengar kalimat Ayudisa. Sepertinya ia pernah mendengar kalimat yang hampir sama, tetapi ingatan Luka tidak dapat berputar dengan sempurna untuk memproses memori tersebut. "Kenapa malah diam? Lekaslah mandi." Kata Ayudisa, lagi.

"Iya-iya!" Luka kembali ke dalam, dan membiarkan saja pintu rumahnya tetap terbuka, bahkan tanpa mempersilakan Ayudisa masuk untuk sekedar duduk menunggu di ruang tamu. Tetapi ia juga tidak memprotes ketika perempuan itu memutuskan untuk duduk di kursi teras.

Saat mandi, juga setelah mandi, bahkan setelah memakai baju, Luka masih saja memikirkan tentang mimpi itu. "Semoga hanya sekedar mimpi." Gumamnya.

Ketika Luka sudah kembali ke pintu depan, Ayudisa segera berdiri. Betapa hari ini Luka terlihat jauh lebih tampan dari biasanya.

"Luka, kamu tampan." Puji Ayudisa.

Si pemuda hanya mendengus bosan, ia sudah terlalu hafal dengan gombalan-gombalan cerdas ala Ayudisa. Alih-alih menjadi terpesona, Luka justru biasa-biasa saja. "Masih pagi, Aruna."

"Memang masih pagi, tetapi aku sudah mencintaimu. Jadi nggak perlu menunggu sore."

Percuma, memang percuma membalas perkataan Ayudisa. Karena ujung-ujungnya, perempuan itu akan melontarkan kata-kata yang lebih ajaib lagi.

"Kapan berangkatnya?" Luka sengaja mengalihkan topik pembicaraan, supaya Ayudisa tidak terlalu fokus pada gombalan-gombalan.

"Sekarang! Mas driver ojol sudah menunggu di depan gang sejak tadi." Luka memang sudah sembuh, meski belum sepenuhnya. Tangan kanan yang sempat patah sudah tidak digendong lagi. Tetapi karena masih dalam masa pemulihan, dokter belum mengizinkan dirinya menyetir motor lagi. Jadi, ia kembali menggunakan jasa ojek online untuk mengantarnya ke manapun.

BUMI JOGJA (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang