09 | MENATA RASA

6.7K 1.1K 222
                                    

Wilujeng Bestari Laya, si cantik jelita tak hentinya menatap langit senja dari balik kaca jendela sebuah kedai kopi yang dikunjunginya. Wilujeng bukanlah rakyat kopi senja, nyatanya meski sedang mampir ke kedai kopi, yang dipesannya justru green tea.

Dua minggu terakhir, Wilujeng telah menjajaki kembali bumi tempat kelahirannya ini. Begitu bahagia yang dirasa, karena baginya tiada tempat yang lebih istimewa dari Jogja. Sambil menikmati green tea, memorinya berkelana kepada seseorang yang akhir-akhir ini berhasil mencuri hati, Banyu Nawang Damarlangit namanya. Mulanya ia tak percaya kalau dirinya benar-benar jatuh cinta, tetapi pada akhirnya ia telah menetapkan perasaan untuk si pemilik suara merdu yang patut dirindu, perasaan yang disebutnya sebagai 'cinta'.

Menurut Wilujeng, Banyu adalah sosok yang sangat baik, sopan, dan juga bersahabat. Suara merdu cukup menjadi alasan untuk tidak melewatkan satu malam pun tanpa nyanyiannya. Sebisa mungkin Wilujeng selalu menyempatkan diri mampir ke Malioboro, menyaksikan live music Banyu dan Rakya. Ya, walau terkadang ia hanya bisa hadir sejenak saja, karena terbentur tugas kuliah yang menuntut dikerjakan.

Tak terasa adzan maghrib sudah berkumandang, Wilujeng buru-buru menghabiskan minumannya, lalu segera membereskan buku-buku yang berserakan di meja. Ia memeluk buku-buku itu dan beranjak dari tempatnya. Wilujeng berjalan menuju pintu keluar-masuk kedai. Karena kurang memperhatikan keadaan sekitar, ia tak sengaja menabrak seseorang, membuat buku-buku yang ada di pelukan jatuh berserakan. Wilujeng agak terkejut, dan segera memungutinya kembali. Selesai memunguti buku-buku itu, ia pun membungkuk kepada orang yang ditabraknya seraya meminta maaf, "Maaf mas, tadi saya buru-buru."

"O-oh, ndak apa-apa, mbak. Mungkin karena saya juga yang kurang hati-hati."

"Sekali lagi saya minta maaf."

"Benar-benar ndak apa-apa kok, mbak."

Wilujeng segera berlalu setelahnya, meninggalkan kedai kopi dan seseorang yang masih terpaku di sana. Si pemuda baru sadar kalau ada sesuatu milik si jelita yang tertinggal. Sebuah buku berukuran kecil, mirip diary, terjatuh di lantai, tepat di dekat sepatunya. Si pemuda segera memungut buku tersebut sembari bergumam, "Ini pasti milik perempuan tadi." Karena Wilujeng sudah tak terlihat sejauh mata memandang, maka si pemuda memutuskan untuk menyimpan buku itu di dalam tasnya. "Barangkali aku bertemu lagi dengannya, bisa kukembalikan buku ini." Di lain sisi, Wilujeng sama sekali tak menyadari kalau salah satu buku terpenting dalam hidupnya telah hilang.

***

Pagi datang dihiasi senyum mengembang di bibir para anggota tim futsal kampus. Biasanya rona bahagia muncul karena ada sebabnya. Lukarya Sinuraga, akhirnya bergabung dengan mereka.

Latihan pagi memang tak biasa dilakukan, tetapi karena tanggal turnamen semakin dekat, intensitas latihan jadi meningkat. Sehingga pagi yang tak biasa pun mulai dibiasakan.

Kedatangan Luka disambut bahagia seluruh anggota, "Selamat datang di tim futsal kampus, wahai kapten baru kita, Lukarya Sinuraga." Kukuh menghampiri Luka dengan bangga seraya menepuk bahu si pemuda, mencoba sok akrab dengannya. Ya, seluruh anggota tim futsal sudah diberitahu Arkara kalau mulai hari ini Luka yang akan menjadi kapten mereka.

"Saya bukan kapten, karena Arkara akan tetap menjadi kaptennya."

"Hah? Apa-apa? Aku ndak dengar!" Arkara langsung berlari menghampiri Luka. Meskipun bilangnya 'ndak dengar', tetapi sebenarnya ia dapat mendengar dengan jelas ucapan Luka. Hanya saja ia ingin lebih memastikan lagi.

"Saya nggak ingin jadi kapten, kamu saja yang jadi kaptennya." Ulang Luka sekali lagi.

"Kok tiba-tiba berubah pikiran? Bukannya kemarin kamu setuju bergabung dengan tim karena aku sanggup memberimu posisi itu, ya?" tanya Arkara.

BUMI JOGJA (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang