Siang itu Arkara dan Kukuh berkumpul dengan seluruh anggota tim futsal kampus. Mereka sedang merundingkan untuk menambah satu anggota lagi. Banyak yang tidak setuju, karena tak lama lagi mereka akan mengikuti turnamen. Penambahan anggota baru akan berdampak pada strategi yang sudah tersusun rapi.
Arkara, sebagai seorang kapten dirinya diberi kesempatan untuk memberi penjelasan kepada teman-teman. "Sebenarnya orang yang ingin kumasukkan ke tim bukanlah orang sembarangan." Kukuh mengangguk, turut mendukung argumen yang disampaikan Arkara. "Kalian sempat nonton final class meeting kemarin, kan?" tanya Arkara, dan teman-teman hanya mengangguk sebagai jawaban. "Kalian sempat memperhatikan pergerakan pemain dari kelasku? Si nomor punggung tiga belas."
"Oh!" Salah satu dari mereka sontak bereaksi, "Luka? Yang namanya Luka, bukan?"
"Ya itu!" seru Arkara. "Dia anak pindahan, baru datang di semester ini." Lanjutnya.
"Dia yang dapat gelar top scorer, kan?" tanya yang lain.
Kukuh mengangguk. "Arka saja kagum padanya, apalagi aku. Jadi menurutku, dia akan membuat formasi tim kita bertambah kuat."
"Kalau dia orangnya, aku sangat setuju." Kata yang lainnya lagi. Sementara yang belum sempat berkomentar juga turut mengangguk.
"Tunggu apalagi?" tanya Kukuh ke Arkara.
"Syukurlah kalau semuanya setuju. Tapi masih ada masalah lain." Kata Arkara.
"Apa?" tanya salah seorang teman.
"Luka orangnya agak kaku, sulit diajak bicara. Dan menurutku, membujuknya agar mau bergabung dengan tim bukanlah hal yang mudah."
Kukuh menepuk bahu Arkara dengan maksud untuk memberi suntikan semangat, "Aku yakin kamu ahli dalam hal ini."
"Semoga, Kuh."
"Kita bantu doa saja." Celetuk salah satu dari mereka, yang berhasil mengundang tawa sekelompok pemuda di sana.
***
Adiwangsa Asmaraguna, yang kerap disapa Asmara, adalah seseorang yang tak kenal kata 'marah' dalam kamus hidupnya. Seperti namanya, semesta telah memberinya seluruh kasih sayang dan cinta.
"Mar, kucingmu itu tolonglah diberi makan. Kasihan, dia ndak keurus. Kamu kalau ndak niat memelihara, berikanlah ke tetangga yang lebih bisa merawatnya."
"Ya ampun, buk! Mara lupa!" Asmara segera bergegas ke kandang kucingnya. Di sana Filiks sendirian, dan sepertinya sedang lapar. Asmara pun membawa Filiks ke pangkuannya, "Maaf ya, Filiks. Akhir-akhir ini Kak Mara jadwal kuliahnya padat, jadinya jarang memelukmu." Asmara memang suka berbicara dengan Filiks. Kata Ayudisa, saudaranya itu termasuk golongan manusia yang suka berbicara dengan kucing, dan jatuhnya seperti orang sinting. Tetapi meskipun Ayudisa mengatainya demikian, Asmara tidak pernah mengatai balik, meski dirinya tahu kalau kadar kecintaan Ayudisa kepada teman sekelasnya yang bernama Luka sudah dalam kategori 'berlebihan'. Asmara memang tahu tentang Luka, tentunya dari Ayudisa sendiri.
"Disa belum pulang?" tanya ibuk.
"Tadi bilang, katanya sore." Balas Asmara.
"Kasihan, Disa pasti capek. Akhir-akhir ini dia sering pulang sore." Asmara mengangguk. "Kemarin di Gejayan ada pergerakan lagi, ya?" Lagi-lagi Asmara mengangguk sebagai jawaban. "Kok ndak ikutan?"
"Kurang koordinasi, buk. Lagipula ndak cuma dari golongan mahasiswa yang ikut, jadi pihak kampus ndak mau menurunkan kita ke jalan." Jelas Asmara, yang disambut anggukan paham oleh ibuk.
***
Sore setelah jam kuliah usai, Arkara menghentikan Luka yang hendak buru-buru pulang. "Sebentar Luka, ada hal yang ingin kubicarakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI JOGJA (√)
Teen FictionSUDAH TERBIT! "Jogja penuh cerita. Kuharap kau janganlah menyebabkan luka." Start: 01/08/2019 End: 31/12/2020 PO I: 12/02/2021 PO II: 30/05/2021 PO III: 13/08/2021