Ayudisa, si jelita yang tak menuntut diperlakukan istimewa. Hanya satu inginnya, mempelajari segala hal tentang Luka. Sore itu ia sedang bersiap-siap di depan cermin, sebisa mungkin memaksimalkan diri untuk tampil cantik malam ini. Sembari berias sederhana, ia mendengarkan siaran Radio Semesta yang sedang mengudara.
DJ Dimas: 97,4 FM~ Jumpa lagi dengan saya, Dimas Dipa Indrayana, di siaran Radio Semesta, yang selama satu jam ke depan mengudara.
DJ Dimas: Januari, yang katanya hujan sehari-hari, ternyata bukan sekedar mitos belaka, mengingat di sini sekarang memang sedang turun hujan. Bagaimana kalau di tempat kalian?
Ayudisa melirik sebentar ke arah luar jendela kamar. Di sini juga hujan, meskipun hanya rintik-rintik.
DJ Dimas: Tahun baru biasanya identik dengan keinginan baru. Misalnya ingin rumah baru, motor baru, mobil baru, intinya apa pun itu maunya yang baru. Sampai-sampai ada juga yang ingin punya pacar baru. Eits... tapi bagi yang sudah punya pacar, jangan sampai ingin punya pacar baru, ya. Cobalah menjadi orang yang setia kepada pasanganmu, siapa tahu dia memang jodohmu. Ya, kalau-kalau pada akhirnya kamu hanya menjaga jodoh orang lain, tetaplah sabar dan ikhlas, karena jalan hidup manusia tiada yang tahu kecuali Tuhan.
Gara-gara ucapan Kak Dimas, Ayudisa jadi tersenyum simpul. Benar memang, mendengarkan siaran Radio Semesta selalu berhasil membuat hatinya tenang. Ia jadi tak berharap terlalu jauh perihal Luka. Toh, jika Luka bukan orang yang ditakdirkan Tuhan untuknya, Ayudisa yakin suatu hari nanti akan ada jalan untuk bertemu orang itu.
DJ Dimas: Mari kembali mengingat masa putih abu-abu yang penuh kenangan, ditemani melodi hujan yang selalu membuat hati rindu, dan juga sebuah cover lagu dari Luthfi Aulia ft. Adinda - Dulu Kita Masih SMA.
"Disaaa! Buruan turun!"
Mimik wajah Ayudisa berubah kesal gara-gara teriakan maut dari si pemilik suara paling menggelegar di dunia. Siapa lagi kalau bukan saudaranya, Adiwangsa Asmaraguna.
"Lima menit!" seru Ayudisa. Setelah mematikan radio dan memoleskan lip cream berwarna natural di bibirnya, ia segera mengambil tas dan buru-buru turun ke lantai bawah. Karena jika terus berlama-lama di sini, maka Asmara akan berteriak lagi.
Setiba di bawah, Ayudisa mendapati Asmara yang sudah memasang wajah kesalnya. "Ngapain sih lama banget?" Ayudisa tidak menjawab, tetapi bibirnya seperti berkomat-kamit tidak jelas, seolah sedang mencibir saudaranya tanpa kata-kata. "Ceritanya mau ngajak perang?" Asmara mulai menyingsingkan kedua lengan bajunya, seolah ingin meladeni Ayudisa.
"Kalian ini, mau berangkat saja harus bertengkar dulu. Kebiasaan." Kata ibuk yang berjalan melewati keduanya, menuju ke arah dapur.
"Lagian Disa dandannya kelamaan, buk!"
"Namanya juga cewek!" Ayudisa membela diri.
"Hih!" Asmara seolah ingin menendang Ayudisa, tetapi hanya sekedar candaan belaka, tak benar-benar dilakukannya.
"Sudah-sudah, lebih baik kalian cepat berangkat." Usir ibuk yang sudah terlanjur pusing gara-gara mereka.
"Berangkat dulu, buk! Assalamualaikum!" seru Ayudisa.
"Mara juga berangkat! Assalamualaikum!" seru Asmara.
"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan. Mara, jangan ngebut, jalanan licin. Nanti selesai acara langsung pulang."
"Siap, madam!" seru Asmara sambil menghormat kepada ibuk, selayaknya sedang menghormat kepada bendera. Ibuk hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI JOGJA (√)
Teen FictionSUDAH TERBIT! "Jogja penuh cerita. Kuharap kau janganlah menyebabkan luka." Start: 01/08/2019 End: 31/12/2020 PO I: 12/02/2021 PO II: 30/05/2021 PO III: 13/08/2021