Sore itu, seusai mata kuliah, terjadilah serah terima jabatan ketua kelas, yang mana sebelumnya kedudukan itu dijabat oleh Arjuna, kini resmi dialihkan kepada Arkara. "Dengan ini, Arkara resmi menjabat sebagai ketua kelas kita yang baru. Kita dukung dia supaya dapat melaksanakan tugas dengan baik hingga semester akhir nanti." Kata Arjuna dalam pidato pendeknya setelah menyerahkan jabatan ketua kelas kepada Arkara.
"Kita dukung juga Arjuna, semoga dia dapat memenangkan pemilu mahasiswa yang akan dilaksanakan seminggu lagi, sehingga teman kita ini bisa menjabat sebagai presma yang baru di kampus tercinta." Begitupula Arkara, yang juga memberikan dukungannya untuk Arjuna.
Memang, alasan Arjuna mengalihkan jabatan ketua kelas kepada Arkara adalah karena dirinya mencalonkan diri sebagai presiden mahasiswa, dan setiap mahasiswa yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden mahasiswa haruslah dalam kondisi kekosongan kekuasaan, alias tidak boleh terikat jabatan apa pun di kampus, termasuk jabatan sebagai ketua kelas.
Teman-teman berseru, memberikan kata-kata penyemangat untuk Arjuna yang maju sebagai calon presiden mahasiswa baru. Mereka yakin, dengan kecakapan dan kepribadian yang dimiliki, Arjuna sudah pasti berpeluang besar untuk memenangkan pemilu.
"Kalau Arjuna menang pemilu mahasiswa minggu depan, kita sekelas harus pergi makan-makan!" seru salah seorang mahasiswa.
"Ya haruslah! Kita palak Juna sampai miskin!" seru Shanin, menambahi.
Arjuna sempat syok mendengarnya, kalau seperti ini ia jadi takut menang. Bisa-bisanya Shanin mengusulkan demikian, apalagi Naya sama sekali tak membelanya. Sang kekasih justru tertawa, seolah menyetujui apa yang baru saja dikatakan sahabatnya.
"Ya ndak begitu juga lho, Nin." Arjuna berusaha membela diri.
"Lho, kenapa? Kita kan harus syukuran." Kata Shanin seraya tersenyum jenaka.
"Jangan, nanti kalau Arjuna menang pemilu mahasiswa, kita syukurannya pakai uang kas saja. Kita kan punya uang kas banyak." Diam-diam Arjuna menghela napas lega. Untungnya masih ada Arkara yang bersedia memberi pembelaan. Coba saja kalau tidak? Bisa-bisa ia harus absen jajan sebulan.
"Oke, pakai uang kas. Hitung-hitung kita mendapatkan momen kebersamaan, sekaligus momen kemenangan Arjuna sebagai presma baru." Kata mahasiswa lainnya.
"Teman-teman, aku kan belum tentu menang. Kenapa kalian sudah berencana sedemikian rupa?" Arjuna mengingatkan mereka.
"Sudah, jangan minder, aku yakin kamu pasti menang." Arkara menepuk bahu Arjuna yang masih berdiri di sampingnya. "Memang siapa mahasiswa di kampus ini yang memiliki rekam jejak lebih baik dari kamu? Ndak ada. Jadi, jangan khawatir. Dengan segenap jiwa-raga, kami sekelas, sekeluarga besar Ekonomi Pembangunan, pasti bersedia mendukungmu." Ucapan Arkara diikuti anggukan teman-teman.
Arjuna benar-benar terharu, ia tak menyangka kalau selama ini teman-temannya sangat mendukung apa saja yang ingin dirinya lakukan terkait kegiatan kemahasiswaan. Dengan dukungan sebesar itu, Arjuna meyakinkan diri untuk berjuang lebih keras lagi pada masa kampanye nanti.
"Makasih, Ka. Makasih, teman-teman semua."
Arkara mengangguk seraya tersenyum ramah dan kembali menepuk bahu Arjuna bersahabat. "Kamu yang terbaik, Juna!"
***
Luka sedang berjalan sendirian di halaman gedung fakultasnya. Padahal kalau pulang kuliah begini biasanya ada Ayudisa yang mengekori. Jadi hari ini Ayudisa tak masuk, tidak tahu kenapa, karena perempuan itu sama sekali tak menyertakan surat izin. Luka pikir, aneh juga ketika tidak ada Ayudisa begini, padahal baru sehari.
"Apa sih yang kupikir? Malah enak kalau nggak ada dia. Nggak ada yang rusuh, mau ngapa-ngapain jadi tenang." Luka segera menyangkal pemikiran yang tadinya sempat keluar dari lintasan. Dengan langkah pasti, ia lanjut berjalan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI JOGJA (√)
Novela JuvenilSUDAH TERBIT! "Jogja penuh cerita. Kuharap kau janganlah menyebabkan luka." Start: 01/08/2019 End: 31/12/2020 PO I: 12/02/2021 PO II: 30/05/2021 PO III: 13/08/2021