Luka pergi ke kampus pagi-pagi buta untuk turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan class meeting. Sebenarnya ia tidak ingin sama sekali, tetapi bagaimana bisa menolak jika pihak kampus menerapkan sistem denda bagi siapa saja yang tidak hadir di acara. Apalagi nominal denda yang ditetapkan tidaklah kecil, yaitu seratus ribu rupiah per mahasiswa. Memang bukan masalah bagi Luka jika harus membayarnya, tetapi sebagai orang yang selama ini belajar di ranah ekonomi, ia tidak boleh menyia-nyiakan uang selagi permasalahan masih bisa ditangani dengan cara lain.
Suasana gedung FEB sudah ramai dengan mahasiswa-mahasiswi yang berlalu-lalang meskipun sekarang masih sangat pagi, sekitar pukul enam. Tak mau ambil pusing, Luka segera saja memasuki kelasnya. Keadaan sama seperti di luar, kelas sudah ramai dan cenderung berisik. Teman-teman sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, ada yang menghafalkan yel-yel, ada yang berlatih menari, ada juga yang menyusun strategi.
Di sudut depan kelas beberapa mahasiswi berkumpul seperti sedang mengerubungi sesuatu. Luka mencoba mencari celah pandangan untuk melihat ada apa di tengah perkumpulan itu. Oh! Rupanya ada Ayudisa yang sedang dirias oleh seorang make up artist. "Cantik," pikirnya. Ayudisa dipakaikan gaun berwarna merah maroon dan dirias seperti noni-noni Belanda.
"Disa, cantik banget!" Shanin berseru memuji. Perempuan itu mendatangi Ayudisa bersama Naya setelah keduanya selesai dengan latihan menari.
"Makasih, Nin."
"Ayo foto bertiga!" Naya sangat antusias ketika mengambil ponsel dari dalam tas kecilnya.
Ayudisa tersenyum seraya berkata, "Boleh."
Luka diam-diam memperhatikan tingkah-polah mereka, khususnya Ayudisa. Ia baru menyadari kalau Ayudisa tidak bersikap menyebalkan kepada teman-teman, bahkan cenderung pendiam dan lemah-lembut. Tetapi kenapa pada dirinya berbeda? Perempuan itu justru bersikap menyebalkan. Ya, meski terkadang lucu juga.
"Luka, sini!" Arkara melambaikan tangan kepada Luka, mengajaknya bergabung dengan anggota tim futsal lainnya. Tanpa banyak kata, Luka segera datang menghampiri gerombolan itu.
"Duduk." Arjuna mempersilakannya, kemudian Luka ikut duduk me-lingkar bersama mereka.
"Undiannya sudah keluar. Lawan pertama kita dari Farmasi 3A. Kalau menurutku sih cukup mudah, tapi kita harus tetap waspada." Kata Arkara. Luka hanya mengangguk saja, dirinya akan mengikuti strategi apapun yang diterapkan Arkara, karena pada dasarnya ia tidak ingin ikut campur.
Tim futsal pun berdiskusi mengenai strategi ini dan itu, termasuk memprediksi lawan selanjutnya, kalau-kalau mereka menang dari Farmasi 3A.
"Luka masuk tim inti, ya?" Arkara menatap Luka penuh harap.
"Jangan, nanti kamu menyesal. Kan belum tahu kemampuan saya. Kalau nyatanya saya nggak bisa main, gimana? Lagian saya juga nggak pernah datang ketika latihan."
Arjuna menepuk bahu Luka seraya berkata meyakinkan, "Aku percaya, kamu pasti bisa."
"Sudah, jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Kalau-kalau memang terjadi seperti itu, kan masih bisa diatasi dengan cara pergantian pemain." Kata Arkara, logis. Pada akhirnya Luka memilih diam, karena percuma saja melawan. Toh, Arkara dan Arjuna akan tetap memaksanya masuk tim inti.
***
Ratu, si cantik jelita kekasih Arkara Hasta Wiryalingga. Sayang, kecantikan tak sejalan dengan sifat egoisnya. Seperti sekarang, ia sedang marah-marah kepada Arkara, yang seharusnya melakukan pemanasan sebelum memulai pertandingan perdana melawan Farmasi 3A.
"Aku bilang juga apa? Maskot kelas kita ndak mungkin menang kalau yang mewakilinya bukan aku."
"Rara... Ayudisa kan sudah dapat juara tiga, itu lebih baik daripada ndak sama sekali." Arkara mencoba menghentikan kemarahan sang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI JOGJA (√)
Teen FictionSUDAH TERBIT! "Jogja penuh cerita. Kuharap kau janganlah menyebabkan luka." Start: 01/08/2019 End: 31/12/2020 PO I: 12/02/2021 PO II: 30/05/2021 PO III: 13/08/2021