Luka duduk di ranjang rawatnya sendirian, dengan mata yang menatap ke arah luar. Dari sini ia bisa melihat hijaunya rerumputan di halaman belakang. Masih pagi, tetapi hujan sudah jatuh ke bumi. Gemercik di luar dapat terdengar meski samar. Luka bisa merasakan betapa hujan ingin sekali merayakan hari ini, di mana ia sedang duduk sendiri, tanpa seorang pun yang menemani.
Banyu bilang ada urusan sebentar, sehingga Luka terpaksa ditinggal sendiri. Pikirnya tidak apa-apa, lagipula ia sudah bisa sedikit-banyak bergerak. Ya, kecuali tangan kanannya yang patah, yang masih harus digendong. Dokter bilang, tangan kanannya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih seperti sediakala, dan ia hanya bisa pasrah saja.
Luka mengalihkan pandangan dari hujan di luar sana menuju meja di samping ranjang rawatnya. Ia menatap kertas itu, kertas yang ditindihnya dengan ponsel, supaya tidak terbang, supaya tidak hilang. Kertas yang berisi pesan menyentuh dari Ayudisa.
Berbicara mengenai perempuan itu, sudah lima hari ia tidak datang. Bukan, bukannya Luka mengharapkan Ayudisa datang setiap hari. Tetapi aneh rasanya ketika perempuan itu tak lagi peduli.
Ketika baru sejenak Luka menikmati kesunyian pagi, tiba-tiba pintu ruang rawatnya terbuka. Sesuatu telah terjadi, dan seketika membuat waktu sunyinya terisi kembali. Dari balik pintu muncul beberapa mahasiswa-mahasiswi sekelasnya, Arjuna, Arkara, Ratu, Naya, Shanin, dan... Ayudisa.
"Maaf ya, kita baru bisa jenguk. Akhir-akhir ini jam kuliah sangat padat. Untung hari ini nggak ada kuliah, jadi kita bisa datang menjengukmu." Kata Shanin, mengawali semuanya.
"Nggak apa-apa." Balas Luka, singkat.
"Kata Disa, kamu mengalami patah tulang tangan kanan, ya?" tanya Arkara, yang hanya dibalas anggukan saja oleh Luka. Arkara menghela napas kecewa, "Sayang sekali, padahal sebentar lagi kita ada turnamen futsal." Luka hanya mengabaikannya.
"Dia lagi sakit, masih saja memikirkan turnamen. Ya biar istirahat dululah, yang."
Naya agak terkejut ketika Ratu berkata demikian. "Punya hati juga ternyata." Celetuknya.
"Ndak boleh begitu, Naya." Arjuna mengingatkan kekasihnya supaya tidak keterlaluan. Ya, meskipun ia sendiri tahu, memang tak biasanya Ratu peduli pada orang lain.
Sebenarnya Ratu ingin membalas, tetapi Arkara mencegahnya, "Sudah-sudah, kasihan Luka kalau kalian ribut di sini."
Luka tak peduli dengan pertengkaran mereka, matanya justru tertuju kepada Ayudisa yang berdiri di belakang. Perempuan itu hanya terdiam, tanpa berniat mengatakan apa pun.
Tak lama, ada seseorang yang kembali, tentu saja Banyu, yang turut membawa Rakya dan Wilujeng. "Banyak orang ternyata." Ucapan Banyu membuat Arjuna dkk. menoleh ke belakang.
Naya, yang tadinya banyak bicara, seketika terdiam. Kedatangan Banyu telah mengubah suasana di dalam ruangan, atau mungkin hanya dirinya saja yang merasa begitu.
Arkara terkejut bukan main, pasalnya ia juga penikmat musik Banyu Nawang Damarlangit dan Rakyasatya. Bukan hanya Arkara, Ratu juga bereaksi sama. "Lho? Kok? Banyu Nawang Damarlangit, kan? Rakyasatya, kan? Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanya Ratu seraya menunjuk satu per satu dari mereka.
"Banyu sama Rakya itu temannya Luka." Arjuna-lah yang menjawab rasa penasaran Ratu. "Kamu pasti ndak sadar sewaktu final futsal kemarin, mereka datang untuk mendukung Luka, lho. Mereka juga ikut turun ke lapangan untuk merayakan kemenangan."
Ratu memang tak pernah menyadari, bahkan Arkara juga. Mungkin waktu itu mereka terlalu tenggelam dalam euforia, sehingga tak tahu keadaan sekitar.
"Tapi, kok bisa berteman? Bagaimana ceritanya?" tanya Ratu yang masih cukup penasaran.
"Bisalah, dunia kan sempit, terlebih lagi Jogja." Kali ini Shanin yang berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI JOGJA (√)
JugendliteraturSUDAH TERBIT! "Jogja penuh cerita. Kuharap kau janganlah menyebabkan luka." Start: 01/08/2019 End: 31/12/2020 PO I: 12/02/2021 PO II: 30/05/2021 PO III: 13/08/2021