"Heran gue, jaman sekarang banyak banget yang rela buang-buang air mata cuma buat nangisin cinta monyet."
Suara serak-serak basah yang berasal dari pemuda aneh bin absurd disebelahku ini membuatku yang memang tengah berurai air mata jadi tersindir. Aku mendongak sedikit, memperhatikan fitur wajahnya dari samping yang untuk sesaat membuatku terpesona namun kemudian membuatku berdecih. Percuma tampan kalau kerjaannya menyindir orang.
Aku melengos. Memilih tak menggubris pernyataannya barusan.
"Semua cewek emang suka drama ya? Lebay banget."
Astaga.
"Semua cowok emang suka nggak peka ya? Bangsat banget."
Nah kan, satu umpatanku akhirnya keluar. Menyebalkan sekali sih manusia sok kenal sok dekat ini.
Aku bisa mendengar kekehan kecil dari pemuda ini. Membuatku jadi meliriknya horor. Heran juga kenapa dia justru tertawa saat jelas-jelas aku baru saja mengumpat, yah walau tak khusus untuknya sih.
Pemuda itu menoleh masih dengan kekehan kecilnya yang astaganaga harus kuaiku sangat menggemaskan. Apalagi deretan giginya dan kedua netranya yang jadi mengecil membentuk satu garis.
"Lo lucu."
Dua kata. Hanya dua kata sederhana yang bahkan sering kulontarkan pada teman-temanku yang suka sekali mereceh. Sukses membuat aku mematung dengan gelitikan geli di bagian perut.
Astaga, jiwaku yang baperan ini menjerit-jerit.
"Gimana lo bisa move on kalo lo nggak ada niat dari hati?"
Tunggu, apa?
Sebentar, darimana dia tahu kalau aku tengah berusaha move on. Maksudku, bagaimana bisa dia tahu? Aku bahkan tidak menyebutkan kata move on sedari tadi.
Satu spekulasi muncul di otakku.
Masa iya manusia aneh namun tampan di sebelahku ini....cenayang?
"Gue bukan cenayang. Cuman kebaca aja di muka lo, kalo lo ini cewek-cewek alay yang lagi galauin mantan."
Wow.
Mulutku berkedut hebat. Antara ingin memuji kemampuan pemuda ini yang bisa mengetahui isi hati seseorang atau mengumpati pemuda ini habis-habisan karena, ugh, mulutnya ini benar-benar terlalu sering diberi cabai makanya pedas.
"Sok tau lo. Lagian, lo siapa sih? SKSD banget." Akhirnya aku memilih opsi kedua. Biarlah, mulut pemuda ini benar-benar harus dibalas.
Pemuda itu kembali terkekeh. Sebelum akhirnya menunjuk sebuah tulisan dari hasil jahit di sisi kanan seragamnya.
'Gama Oqanta Adriel'
Aku menaikkan satu alis. Jadi memandang pemuda itu heran.
"Gue nggak nanya nama lo. Gue tuh--woi gue belom selesai ngomong!"
Aku menganga dengan ekspresi kaget saat tahu-tahu pemuda itu sudah bangkit dari duduknya. Bertepatan dengan sebuah bis yang tiba tepat di depan kami.
Pemuda itu menaiki bis itu tanpa menoleh sedikitpun kepadaku. Membuatku jadi mengumpat untuk kesekian kali.
"Si anjir bangsat bang--"
"Salam kenal juga, Bianca."
Longokan kepala di pintu bis dengan senyum lebar itu sukses membuatku mematung. Tak menyangka dengan aksi aneh dari pemuda itu barusan. Juga, namaku? Darimana pemuda itu tahu namaku?
Pemuda itu kembali memasuki bis bersamaan dengan bis yang perlahan meninggalkan halte sekolahku ini.
Bersamaan dengan keterkejutanku yang terlalu syok dengan sikap aneh pemuda yang baru kutahu bernama Gama itu.
o q a n t a
"OQANTA?!"
Aku tersentak kaget saat tahu-tahu Sahla berseru keras sesaat setelah aku menceritakan tentang pemuda aneh bernama Gama kemarin.
"SANTAI DONG!" balasku ngengas.
Sahla terkekeh pelan. Jadi memukul lembut mulutnya sendiri membuatku mendengus.
"Ya maap, 'kan kaget." ujarnya dengan senyum malu-malu membuatku ingin muntah.
"Eh tapi, seriusan kemarin lo digangguin sama Oqan?"
Aku mengernyit heran. "Oqan siapa?"
Sahla yang mendapat pertanyaan seperti itu jadi melongo sebentar. Sebelum akhirnya menepuk dahi.
"Oqan itu Gama. Dari nama tengahnya dia, Oqanta. Lagian, orang-orang juga manggil dia Oqan kok."
Penjelasan Sahla hanya kusambut anggukan mengerti. Tak peduli banyak kemudian lanjut memakan keripik kentang yang berada di dalam toples kaca kesayangan ibuku.
"Eh tapi, masa lo nggak tahu Oqan sih? Padahal dia termasuk cowok-cowok hitz sekolah, loh." Sahla kembali bersuara sembari mengubah posisi menjadi tengkurap di sebelahku.
Aku hanya menggeleng kecil. "Nggak tahu gue kalau ada orang absurd kayak dia di sekolah kita." ujarku santai.
Sahla sontak mendelik tak terima mendengar itu. "Hah? Absurd? Cowok ganteng kayak gitu lo bilang absurd?" ujarnya dengan wajah yang dicondongkan berlebihan ke arahku.
"Jauh-jauh deh, ah." ujarku mendorong wajahnya menjauh membuatnya tertawa pelan.
"Lagian emang absurd kali. Masa dia tahu kalo gue lagi nangisin Cio? Terus, parahnya lagi ya, Sa, dia tahu nama gue! Padahal gue sama sekali nggak ngenalin diri ke dia." ujarku sedikit ngegas. Omong-omong, Cio itu nama mantanku.
Sahla yang mendengar penjelasanku hanya manggut-manggut mengerti sembari mengambil keripik kentang goreng dari tanganku.
"Liat dari seragam lo kali."
"Nggak, orang gue pake sweater waktu itu." bantahku merebut kembali keripik kentang dari pelukan Sahla membuat gadis itu mendelik tak terima.
Sahla mendengus kesal. Beralih melipat kedua kaki menghadap ke arahku tepat. "Tapi, setau gue ya, Bi. Dia tuh anaknya nggak iseng gitu deh. Malahan menurut gue dia itu keren, berkharisma gitu. Yah, walaupun nakal sih anaknya." ujar Sahla membuatku yang kali ini mendelik kaget.
Sungguh, aku tak percaya dengan kalimat terakhir yang diucapkan Sahla karena, yang aku observasi dari penampilannya kemarin, jelas-jelas Gama itu anak baik-baik. Sama sekali tak mencerminkan seorang murid bandel seperti Bagas, si pentolan sekolah, atau Hizam, si tukang bolos.
Malah, aku sempat mengira dia sejenis dengan Adlan, pemuda manis dengan otak cerdas dan keaktifannya dalam OSIS.
"Ngaco lo, orang dia keliatan satu spesies kayak Adlan dan kawan-kawan." balasku membuat Sahla menggeleng keras. Menolak bulat-bulat ucapanku barusan.
"Nggak dih, orang dia aja sering keluar masuk BK karena nggak pake atribut lengkap." sanggah Sahla membuatku semakin tak percaya karena jelas-jelas dari ujung kepala sampai ujung kaki atribut Gama sangat lengkap kemarin, tidak ada yang kurang bahkan topi pemuda itu bergantung di tempat sabuk di sisi pinggang.
"Astaga, kayaknya Gama yang lo maksud beda deh sama Gama yang gue maksud." ujarku akhirnya bermaksud mengakhiri perdebatan kecilku dengan Sahla ini.
Gadis berambut lurus sepunggung itu lagi-lagi menggeleng. "Yang punya nama Gama Oqanta Adriel tuh cuma satu, Bi. Masa ada dua orang yang nama depan, tengah, sama akhirnya sama banget? Kalo ada pun kayaknya jarang." ujarnya cukup masuk akal. Membuatku terdiam cukup lama mengingat bagaimana Gama yang kulihat sangat berbeda dengan Gama yang Sahla tahu.
Membingungkan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Elefant
Teen Fiction"Elefant dari Bahasa Jerman, artinya Gajah." "Gama, untuk pertama kalinya, gue ngeliat orang setangguh elo, kayak gajah."