6. Tell A Story

49 14 0
                                    

Cenayang
|nomor gue udh di save blm sih?
|blm ya?

Aku memutar kedua bola mata malas saat tiba-tiba Gama mengirim pesan random seperti ini. Entahlah, semenjak kejadian di taman belakang sekolah, Gama jadi sering mengirimiku pesan. Entah itu menanyakan soal sekolah, hal-hal yang menyangkut tentangku, atau sesuatu random seperti sekarang ini.

You
|UDAAHH

Cenayang
|gitu dong ngegas
|suka gue sama yg ngegas ngegas

You
|random lo
|ngapain sih malem-malem ngechat?
|keliatan bgt gaada yang ngechat

Cenayang
|sotoy lo
|lo nggak tau aja isi WA gue kek asrama putri
|cuman blm pada gue balesin

You
|kenapa?

Cenayang
|balesin chat lo dulu lah
|lo kan prioritas gue
|hehe

Tanpa sadar sebuah lengkungan tipis tercipta di bibirku, juga semburat merah muda yang tanpa kuminta hadir begitu saja. Kalau Gama lihat, sudah bisa dipastikan pemuda itu akan meledekku habis-habisan. Cih.

You
|berisik.
|dah ah mau lanjut belajar

Cenayang
|pencitraan lo
|paling2 juga mantengin cogan2 basket

Aku mendadak melongo membaca bubble chat terakhir dari Gama. Mataku beralih melirik layar laptop di atas meja yang tengah menampilkan video cowok-cowok ganteng yang tengah bermain basket. Nah kan, aku jadi semakin yakin kalau Gama memang cenayang.

You
|sotoy

Cenayang
|bukan sotoy, tp emang faktanya gitu

Aku hanya memutar kedua bola mata malas membacanya. Kemudian memutuskan untuk tak membalas pesan Gama dan kembali fokus pada layar laptop yang masih menampilkan konten yang sama.

"DEFEND! ADUH GIMANA SIH SAYANG!" teriakku tanpa sadar saat salah satu pemain basket bernomor punggung 4 gagal melakukan defend dan berakhir kecolongan satu bola.

Cenayang
|dasar jomblo
|rela cuekin chat gue demi orang asing
|cih

Cenayang
|woi
|tega bener ya lo
|disini juga nggak kalah cogan kali sama abas2 kesayangan lo itu

Cenayang
|bianca

Rentetan notifikasi dari ponsel membuatku kembali tak fokus. Dengan kasar aku mengambil ponsel yang kuletakkan di pinggir meja yang kemudian mendapati pesan spam dari Gama. Sumpah ya, entah itu secara langsung maupun tidak langsung, Gama selalu bisa membuatku kesal.

You
|BERISIK.

Tak butuh waktu lama, pesanku segera dibaca oleh Gama.

Cenayang
|lo free nggak?

You
|kalo gue banyak tugas nggak mungkin gue diem anteng mantengin live stream dbl

Cenayang
|wkwkwk
|iyasih

You
|sumpah ya lo beneran segabut itu ya?
|keluar kek sama temen lo pumpung libur

Cenayang
|nggak mood
|gue lagi capek

Padahal, pesan Gama bisa dibilang hanya 'sambat' biasa saja. Namun, entah kenapa aku menangkap ada makna lain dari pesan terakhir Gama.

You
|kenapa?
|are u ok?

Cenayang
|physically, yes. mentally, nope at all

Nah 'kan. Benar dugaanku.

Aku terdiam sebentar memikirkan sesuatu di dalam otakku yang aku tahu lumayan gila. Namun, sepertinya aku harus menurunkan gengsiku untuk saat ini karena aku tahu, Gama membutuhkan seseorang saat ini.

You
|mau cerita?

g a m a

Disinilah aku. Duduk berdua diatas kap mobil milik Gama pada pukul dua lewat sepuluh menit pagi. Aku sempat kaget saat pemuda itu hanya membaca pesanku kemudian offline secara tiba-tiba. Namun, aku lebih kaget lagi saat dua puluh menit kemudian, Gama menelfon dan mengatakan sudah ada di depan rumahku.

Memang gila. Untung saja seluruh keluargaku sudah tidur. Jadi aku bisa keluar tanpa harus diinterogasi tengah malam.

"Gam, kalo dalam lima menit lo nggak juga cerita, gue cabut nih." ujarku jengah karena sudah ada sekitar setengah jam kami bergabut ria memandangi langit seperti orang-orang indie. Aku bergedik geli sendiri menyadari apa yang aku lakukan saat ini bertentangan denganku yang biasanya.

"Gue bingung mulai darimana." ujar Gama lirih. Membuatku sedikit menyesali ucapan kasarku tadi.

"Emang ada masalah apaan sih?" tanyaku dengan nada lebih pelan dari sebelumnya. Sebisa mungkin aku berusaha membuat Gama nyaman dan mau bercerita.

Terdengar helaan nafas berat dari Gama sebelum akhirnya pemuda itu menoleh dengan senyum kecut ke arahku.

"Gue kangen nyokap."

Cukup. Tiga kata itu sudah cukup menceritakan beban berat yang membuat Gama down seperti ini.

Mendadak hatiku nyeri membayangkan bagaimana bila aku yang berada di posisi Gama. Walau kebanyakan teman-temanku mengatakan kalau Gama bukan pribadi yang ramah, namun aku sama sekali tak menemukan titik 'dingin' dari pemuda ini. Bahkan, yang selama ini kudapatkan adalah tingkah tengil dan tawa receh dari Gama.

Aku tahu bagaimana susahnya untuk menunjukkan senyum tipis saat berada di situasi buruk. Namun, Gama dengan mudah dapat mengatasinya. Sebuah apresiasi besar.

"Gam, lo lupa ya?" Gama yang tengah fokus memandang ke arah depan jadi menoleh ke arahku dengan ekspresi bingung.

"Lupa apa?"

Aku sontak menunjukkan senyum simpul. "Lo lupa kalau nyokap lo tuh nggak bener-bener pergi ninggalin lo." ujarku pelan sembari menepuk pelan bahu Gama.

"Sejauh ini lo udah berhasil ngelewatin masa-masa sulit. Sekarang lo cuma lagi capek aja sama keadaan. Makanya semua kenangan buruk lo muncul." Walaupun tak ada respon, namun aku tahu Gama pasti mendengarku baik-baik.

"Lo kuat, Gam. Gue emang baru kenal lo beberapa hari, tapi gue bisa lihat kok kalo lo itu kuat." aku mengakhiri ucapanku dengan senyum tulus bersamaan dengan Gama yang mengangkat kepala memandangku tepat.

Kupikir Gama akan mengucapkan sesuatu, namun, kenyataannya Gama hanya diam sembari menatapku dalam membuat debaran jantungku mulai berdetak tak normal. Cukup lama hingga senyum di wajahku luntur tergantikan dengan semburat merah muda di kedua pipiku. Astaga, ini memalukan.

Namun, aku kembali tertegun saat kudapati Gama menunjukkan senyum tipis namun bisa kupastikan mengandung sebuah makna.

Lega.

Sekiranya itu yang bisa kutangkap dari ekspresi wajah Gama sebelum pemuda itu mengucapkan sebuah kata sederhana namum mampu membuatku terpana.

"Makasih banyak, Bi."

TBC

ElefantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang