16. Ambisi

193 22 3
                                    

Seorang laki-laki berjalan menuju ke dalam istana, istana yang didominasi oleh warna merah. Bendera-bendera berwarna merah dipasang di setiap sudut menara, bahkan di benteng utama pun dipasangkan sebagai lambang kesetiaan.

Sebuah gunung tampak terlihat dari belakang istana tersebut, dua menara yang tingginya hampir setinggi gunung itu dibangun di sisi yang berlawanan. Terlihat sangat mengesankan.

Disamping itu para prajurit dengan baju zirah mereka sudah berjaga-jaga di setiap sudut tempat. Mereka membawa tameng berwarna merah dengan simbol di tengahnya. Semua orang tampaknya sudah mengetahui bahwa tempat ini adalah Kerajaan Api.

TAP! TAP! TAP! Suara derap langkah kaki laki-laki itu membuat beberapa pelayan dan prajurit berhenti beraktivitas, mereka langsung menunduk ketika laki-laki itu berjalan melewati mereka.

Laki-laki itu kemudian berjalan menuju sebuah ruangan dengan pintu yang sangat tinggi dan dijaga beberapa penjaga di depannya. Kemudian pintu yang sangat tinggi itu dibukakan oleh empat orang penjaga pintu.

Pintu itu dibuka, tampak ruangan bernuansa merah dengan obor yang mengelilingi tempat itu membuat hawa ruangan tersebut semakin panas. Sebuah singgasana yang diduduki oleh sang raja membuat siapapun yang masuk ke dalam sana akan semakin segan.

"Ada apa anda memanggil hamba, Yang mulia?" Tanya laki-laki itu dengan berlutut, ia menundukkan kepalanya serendah mungkin di hadapan sang raja.

"Aku mendengar bahwa puteraku membuat kekacauan, benarkah itu?" Tanyanya dengan tegas sekaligus menyindir, sorot matanya menatap laki-laki itu dengan tatapan yang membuat suasana semakin tegang.

Laki-laki itu terdiam, tak bisa berkata-kata, ia lalu menekuk kedua lututnya dan menundukkan kepalanya lagi. Perdana menteri sang raja yang melihat situasi ini mulai merasakan ketegangan, ia lalu berdeham, mendekati sang raja dan membisikkan sesuatu pada sang raja.

"Maafkan saya, Yang mulia, saya telah membuat kesalahan," Ujar laki-laki itu dengan suara yang bergetar.

"TRISTAN!" Sang raja memanggil nama puteranya dengan suara yang menggelegar hingga seluruh penjuru ruangan terdengar. Para penjaga istana pura-pura tak tahu walaupun mereka sebenarnya mendengar, laki-laki itu hanya tertunduk.

Laki-laki yang ternyata Tristan itu langsung mengepal erat tangannya, ia menutup matanya karena ia tahu apa yang akan dilakukan oleh sang ayah padanya. PLAKK! Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya sampai-sampai meninggalkan bekas.

"Kau tahu apa yang kau lakukan itu salah? Kau bisa mencemari nama kerajaan ini!" Ujar raja Kerajaan Api, Raja Kai, raja ke-sepuluh di kerajaan ini, ia dijuluki sebagai 'Naga berapi biru dari Timur' karena ia satu-satunya raja yang bisa mengendalikan elemen api biru.

"Ampuni aku, ayahanda, aku tak akan mengulangi perbuatanku itu," Ujar Tristan. Ia lalu terdiam. Perasaan amarahnya bercampur aduk dengan rasa kecewa. Kecewa karena ia tidak membawa kebanggaan pada ayahnya. Ia langsung berdiri dan membungkuk.

Raja Kai lalu memegang erat kedua bahu puteranya, ia lalu tersenyum dan membuat puteranya itu melirik padanya. Sorot mata Raja Kai tetap saja masih membuat Tristan tertunduk, ayahnya ini adalah seseorang dengan ambisi yang kuat dan tak kenal ampun.

Raja Kai berjalan menuju balkon, Tristan lalu mengikutinya, tak sepatah kata pun terucap. Raja Kai menarik nafasnya dalam-dalam, ia melihat seluruh kerajaannya dari balkonnya, mata Tristan tertuju pada kerajaannya yang sudah banyak berubah semenjak ia pergi menempuh pendidikan, terlihat pemandangan Kerajaan Api yang luas dan menakjubkan.

7ELEMENT : Tale of Seven ElementsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang