LIMA HARI berlalu semenjak Rachel menghilang. Selama itu, Ran dan anggota klub Kebersihan-tak lain Arga dan Nathan-membersihkan gudang sekolah. Kali ini tanpa memanfaatkan bantuan fans Arga dan Nathan. Hanya mereka bertiga.
Seperti jumlah mereka, membersihkan gudang memerlukan waktu hingga tiga hari berturut-turut. Hal itu membuat kepala sekolah memberi pujian sekaligus penghargaan pada klub itu.
Ran berjalan memasuki gudang yang sudah bersih dan rapi tersebut. Sebenarnya Ran tidak terlalu tertarik pada kebersihan gudang ini. Tapi semenjak bergabung dengan klub Kebersihan, Rachel banyak memberitahu soal pentingnya kebersihan itu sendiri.
"Gila, lo hebat Ran." Arga menepuk pundak Ran. Berdiri di samping gadis itu dengan senyum lebar.
Ran melirik sekilas. Tersenyum miring. "Gila apa hebat?" tanyanya.
Arga tergelak. "Dua-duanya."
"Lo udah siap buat besok?" Ran mengalihkan topik. Air mukanya berubah serius.
"Lo sendiri, udah kasih tahu Nathan belum? Soal event besok?"
"Belum, gue nggak bakal kasih tahu dia. Gue mau nguji, dia masih beneran suka sama Rachel enggak," jawab Ran santai.
"Terus, lo mau ngajak dia pake apa?"
Ran mengangkat bahu. "Lihat aja nanti."
_•°•°•_
Tidak terasa, sore kembali untuk kesekian kalinya. Waktu Ran hanya tinggal 21 hari lagi.
Gadis itu baru saja masuk ke dalam apartemen tempat dia menghabiskan malamnya. Seperti biasa, di atas meja belajarnya, terdapat sebuah amplop berisi uang. Anggap saja itu berasal dari ''Four''. Ran membuka amplop itu. Tiga hari yang lalu ia juga mendapatkannya.
Ran tersenyum getir. "Kira-kira duit segini bisa buat berapa bulan ya?" gumamnya menatap amplop tebal berisi uang di tangannya.
Pukul 4 sore. Ran teringat sesuatu. Ia segera membuka smartphone -nya.
Mencari nomor kontak milik Nathan. Gadis itu mendengus kesal. Ia belum punya. Segera ia mengambil jaketnya, turun kebawah mengambil sepedanya.
Ran bergegas mengayuh benda biru itu menuju rumah Nathan. Beruntung Ran tidak perlu mencari tahu letak rumahnya. Dua hari yang lalu klub Kebersihan sempat rapat di rumah Nathan-atas desakan Ran tentunya.
Langit mulai gelap saat gadis berambut panjang itu memarkirkan sepedanya tepat di depan rumah Nathan. Setelah dibukakan pintu oleh seorang asisten rumah tangga. Ran mengenalnya, menyapa wanita paruh baya itu dengan ramah.
"Nathannya ada, Bi?" Ran bertanya sopan.
"Den Nathan lagi keluar, Non. Tunggu aja di dalem. Paling bentar lagi pulang," jawab wanita paruh baya yang akrab di panggil Bi Yun itu.
Ran mengangguk. Segera mengikuti Bi Yun masuk ke dalam rumah. Duduk di salah satu sofa panjang.
Gadis itu menyandarkan tubuhnya, lelah. Bersepeda sampai rumah Nathan bukanlah suatu hal yang mudah. Gadis itu kemudian merutuki diri sendiri. Mengapa ia tak menaiki taksi saja tadi.
Ran melepaskan kacamata yang baru saja dibelinya dua hari lalu. Tepat setelah ia mendapatkan amplop misterius itu. Ran merasa tidak nyaman dengan lensa kontak yang disediakan. Memilih membeli kacamata sesuai ukuran minus-nya.
Perlahan, mata Ran terasa berat. Untuk kemudian terlelap.
_•°•°•_
"Oi, bangun lo!" Nathan menyentil dahi Ran. Membuat gadis itu membuka matanya perlahan.
"Ngapain lo disini?" tanya pemuda itu acuh tak acuh.
"Oh, sorry, gue ketiduran, ya? Jam berapa sekarang?" Ran melirik pergelangan tangannya.
Pukul 8 malam. Gadis itu menepuk dahi. "Sial! Kenapa nggak di bangunin sih!?" Ran melayangkan tatapan mautnya pada pemuda di depannya.
"Ha? Lo bilang apa? Gue baru pulang, bego," ucap Nathan. Tangannya ia lipat di dada.
Ran memutar mata malas. "Terserah ... Oh! Gue lupa." Gadis itu segera bangkit dari posisinya. Berdiri tepat di depan Nathan. Jarak mereka hanya tinggal setengah meter.
"Lo penasaran Rachel ada di mana?" Gadis itu memulai aksinya.
"Di mana?" tanya Nathan dingin.
Ran mengembuskan napas kecewa. Ia berharap lelaki di depannya melupakan soal Rachel, dan sepertinya itu tidak mungkin.
"Oke, kalo lo mau ketemu sama dia, besok pagi jam 6, jemput gue. Kalo lo telat, berarti lo nggak suka sama Rachel." Ran mengambil kacamatanya yang ada di atas meja ruang tamu.
"Gue pergi dulu." Gadis berkacamata itu melenggang pergi begitu saja tanpa perlu menunggu jawaban dari Nathan.
"Oh! Gue lupa lagi!" Ran berbalik. Tersenyum miring pada Nathan. "Gue saranin, lo besok pake baju kaus biru tua sama celana selutut." Kemudian gadis itu pergi begitu saja.
Jalanan kota masih ramai. Ran berhati-hati mengendarai sepedanya. Sesekali ia bersin. Mengusap hidungnya yang kedat.
"Ck, harusnya gue naik taksi aja."
_•°•°•_
Pukul enam tepat. Ran sudah siap dengan kaus biru tua dan celana jeans selututnya. Kemudian ia meraih tas kecil miliknya. Mengikat rambut dan mengenakan kacamata. Tidak sempat sarapan, gadis itu segera turun dari apartemen.
Terlihat Nathan sudah menunggu di dalam mobil. Ran juga tanpa basa-basi masuk ke dalam mobil.
"Lo hebat juga, gue kira lo kayak Arga. Suka telat." Ran terkekeh.
Nathan tidak mendengarkan. Segera melajukan mobilnya. "Kemana?"
"C Mall."
Selama perjalanan, tidak ada percakapan sama sekali. Ran yang biasanya cerewet duduk diam sambil memandang keluar jendela. Ia sedikit merasa kalah. Ran berusaha membuat Nathan menjauh. Tapi, seperti yang Ran duga, Nathan tetap setia pada Rachel.
Sejurus kemudian, senyum tipis menghiasi wajah Ran. Tidak disangka Nathan dengan bodohnya mau mengikuti saran Ran soal pakaian yang dikenakan hari ini. Rencananya, Ran akan membuat Arga dan Rachel memakai baju yang sama. Sedangkan Ran dan Nathan memakai baju yang berbeda dari mereka. Bisa dibilang, Ran ingin membuat kesan tampilan rombongan mereka menjadi: double date.
_•°•°•_
.. To be Continue..
.
.
(848 kata)#Ran
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am In Love Story | ✔
Teen FictionMasuk ke dalam novel? Bisakah? *** Ran. Seorang gadis kutu buku yang kesal dengan akhir cerita novel yang baru dibacanya, berkesempatan mengubah akhir cerita itu dengan caranya sendiri. Ia tersedot masuk kedalam novel! Tapi, waktu Ran hanya 30 hari...