Mengetahui satu fakta membuat Zeline sangat terkejut. Suasana perpustakaan yang mulanya sepi, kini sedikit demi sedikit mulai dipenuhi oleh orang-orang. Bagaimana tidak, saat ini sudah jam istirahat. Zeline bahkan melewatkan jam pelajaran kedua.
Zeline fokus membaca buku. Al masih setia menunggu. Setelah Al memberi tahu bahwa Cassie adalah adiknya, Zeline tidak memberikan respon apa pun. Awalnya hanya diam lalu melanjutkan bacaannya.
"Kenapa lo diam aja, Zel?" tanya Al pada akhirnya.
"Jadi gue harus jawab apa? Udah bel tuh. Lo pergi aja. Gue mau nenangin pikiran gue," ucap Zeline dengan suara yang lebih kecil dari sebelumnya.
Al tidak berpindah.
"Kalau lo gak pergi, gue yang pergi." Zeline berdiri. Masih menunggu respon Al. Namun Al hanya menatap Zeline yang berdiri tanpa merespon Zeline. Ia diam.
Karena merasa kesal Zeline pergi meninggalkan Al.
Tuh manusia aneh banget sih. Udah bilang tentang adiknya, udah tau adiknya salah. Eh, malah gak peka buat minta maaf. Malah lihatin gue mulu dah. Zeline menghentakkan kakinya karena kesal.
"Adik sama kakak sama aja. Cari masalah mulu sama gue," geram Zeline.
Zeline telah pergi. Kini Al tinggal sendiri di tempat yang sama. Waktu istirahat masih sekitar lima belas menit lagi. Pikiran negatif terhadap Cassie terus saja memenuhi kepalanya. Kini Al kembali mengingat kejadian empat tahun lalu. Saat di mana Al menjadi bagian dari keluarga Alvaro. Saat pertama kalinya ia memiliki keluarga. Juga pertama kalinya ia dapat memanggil sebutan papa dan mama.
***
Empat tahun yang lalu.
Matahari menertawakan buminya dengan pancaran kuat yang dimilikinya. Matahari tidak perduli dengan apa yang dirasakan penduduk bumi. Musim kemarau telah menguasai seluruh kota. Hujan tak kunjung datang selama satu bulan lebih.
Seorang anak laki-laki dengan baju lusuh penuh sobekan tengah berjalan di tengah cahaya menyilaukan itu. Langkahnya begitu lemah. Ia membawa kotak kardus berisikan uang pecah serta kaleng dan kayu kecil di dalamnya. Seluruh kulitnya yang terkesan kotor dan jorok mulai dari wajah hingga ujung kaki berubah warna menjadi merah layaknya akan melepuh. Langkahnya semakin lemah. Rasa berat di kepalanya membuat penglihatannya mulai kabur.
Sepersekian detik anak itu tumbang di pinggir jalanan dekat dengan gedung sekolah dasar swasta. Jalanan sekitar mulau ramai oleh para wali murid yang hendak menjemput anak-anak mereka. Kebanyakan orang yang lewat hanya menatap jijik melihat beberapa lalat hinggap pada tubuh anak itu. Bahkan ada yang hanya menatap sekilas layaknya menatap sampah. Entah kemana hilangnya hati nurani manusia saat itu.
Hampir semua murid telah dijemput oleh orang tua masing-masing. Namun masih ada beberapa yang belum dan bermain-main bersama teman mereka. Berbeda dengan anak-anak yang bermain itu. Seorang anak perempuan terlihat duduk diam di bawah pohon menunggu jemputan.
Tiba-tiba perutnya berbunyi tanda lapar. Gadis kecil itu berdiri lalu berjalan cepat mendekati penjual siomay.
"Siomaynya," ucapnya sambil memberikan uang seribuan dua lembar.
"Mau beli dua ribu ya, Dik?" tanya ramah sang penjual siomay sambil membungkus siomay. Sementara gadis kecil itu masih pada posisinya menyerahkan uang dengan mengangkat tangannya tinggi.
Pedagang tersebut mengambil uang dan menyerahkan jajanan itu padanya. Tanpa merespon senyuman sang pedagang, gadis kecil itu langsung pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Day
SpiritualOPEN FEEDBACK 🙏 Update per- Minggu ] [ Mulai 7 Juli 2019 ] Sangat butuh krisan! Masa-masa SMP berhasil dilewati bersama. Kini dua gadis yang sedang beranjak dewasa memilih untuk terus bersama-sama memijakkan kaki di dunia putih abu-abu. Kabar gembi...