Malam menjadi sangat indah dengan bintang-bintang. Walau bulan hanya menampilkan seperdua dari cahayanya. Cassie kecil masih membuka matanya lebar-lebar. Seakan sedang mempelototi langit kamar. Di sampingnya duduk seorang gadis yang jika dilihat dari wajahnya ia masih berumur tujuh belas tahun. Gadis itu adalah anak dari asisten rumah tangga di keluarga ini yaitu bi Ratna dan pak Adah.
"Cassie, kenapa masih belum tidur?"
"Gak ngantuk," jawab Cassie yang masih menatap langit-langit kamar. Walau setengah tubuhnya telah diselimuti dengan kain berbulu yang lembut. Dia tetap enggan untuk memejamkan mata.
"Kenapa kak Ana di sini? Cass bisa tidur sendiri."
"Tadi Mama kamu pesan ke ibuk kakak. Katanya malam ini kakak harus nemanin kamu sampai tidur," tutur gadis itu lembut sambil menepuk-nepuk bahu kiri Cassie dengan pelan.
"Mama pergi?" Cassie bertanya singkat. Nada bicaranya yang datar tetap tidak menghilangkan kesan gemas dari suaranya itu. Ana tersenyum menatap gadis kecil yang terus saja menatap ke atas.
"Iya. Pergi ke rumah sakit. Karena anak yang tadi siang Cassie temuin gak punya wali. Kasian rasanya hidup tanpa keluarga."
"Cassie gak perduli. Setelah sembuh dia harus mencari keluarga sendiri. Cass tidak suka mama dan papa memperhatikan orang lain," keluhnya.
"Wah, Cass cemburu ya?" Ana tersenyum.
"Sudah, besok Cass harus sekolah kan? Ayo tidur!" sambung Ana lagi.
"Hm." Cassie memejamkan matanya.
Setelah sepuluh menit berlalu Ana merasa yakin Cassie telah benar-benar lelap dan sudah mampir ke alam mimpi.
Tepat pada saat suara pintu ditutup berbunyi. Cassie membuka matanya kembali. Mengintip untuk memastikan bahwa Ana sudah pergi.
"Oke. Kak Ana udah pergi. Mana bisa Cass tidur kalau gak ada mama. Huh, kenapa gak papa aja yang ke rumah sakit? Jadi mama bisa bareng Cass." Cassie mengoceh sendiri.
"Mati. Harusnya dia sudah mati. Sesuatu yang tidak bernapas itu pasti mati. Seperti kucing itu." Pikiran Cassie memutar kembali pada kejadian dua hari yang lalu.
"Kucing jelek," gumam Cassie saat melihat kucing berbulu putih dan kotor. Kucing itu berjalan sangat pelan dengan salah satu kaki kanannya yang pincang.
"Dari pada hidup seperti itu lebih baik kamu mati," ucapnya sambil berjongkok di samping kucing yang sedang berusaha keras untuk berjalan. Kucing itu bertubuh kecil. Langkahnya terhenti, kucing tersebut memilih untuk berhenti dan terjatuh.
Cassie mendekati kucing yang terkulai lemah itu. Melihat gerakan kecil perut kucing tersebut Cassie tau bahwa si kucing masih hidup.
"Dari pada begini, lebih baik kamu mati. Kata om di buku novel yang Cass baca, kematian itu akan membawa ketenangan. Kamu mati aja, biar gak sakit lagi." Begitulah ucapan gadis kecil itu dengan senyuman sebelum melakukan hal yang tak terpikirkan oleh siapa pun.
Gadis kecil itu mengangkat tubuh kucing tersebut di atas telapak tangannya. Kemudian dengan gerakan cepat, ia memutar kepala dan tubuh hewan mungil itu secara berlawanan arah. Sehingga menghasilnya suara seperti patahan kayu. Lalu meletakkan kembali kucing tersebut dengan kondisi kepala telah terbalik. Miris.
"Sudah." Ia kemudian lanjut berjalan pulang.
Setelah pikirannya mengingat kembali kejadian itu, Cassie menjadi semakin kesal.
"Mati. Mati. Mati." Cassie terus mengulang kata-kata ini.
"Mati atau pergi jauh-jauh."
Tiga hari telah berlalu. Cassie pulang sekolah di jemput oleh pak Adah. Cassie tidak merasa aneh, karena terkadang di saat papa dan mama sibuk pak Adah atau kak Ana lah yang menjemputnya.
Saat Cassie memasuki ruang keluarga, pandangannya beradu tatap dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu memiliki kulit yang begitu putih, rambut putih sedikit kepirangan, alis senada dengan warna rambut, bola matanya abu-abu terang, bibirnya pink. Ia mengenakan kemeja biru muda dengan celana hitam. Terlihat sangat rapi dan tampan. Anak itu duduk di sofa depan TV.
"Kau siapa?" tanya Cassie tanpa sopan santun. Lawan bicaranya hanya terdiam sesaat lalu tersenyum. Cassie menatap dengan tatapan tajam. Ingin memastikan bahwa orang di hadapannya itu tidak asing.
Kini Cassie sadar. Dia adalah anak laki-laki yang di temukannya.
"Heh, pemulung. Tukang ngamen, anak jalanan. Kenapa kau di sini?" Cassie menumpahkan kekesalannya secara terang-terangan.
"Mama ajak saya ke sini," jawab anak itu kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kamu, Cassie bukan? Adik Cassie." sambung anak laki-laki itu lagi dengan senyuman senang.
"Mama kau bilang? Siapa yang kau panggil mama?" bentak Cassie keras. Membuat anak itu terkejut. Wajah Cassie kini telah merah padam. Kedua jari tangannya mengepal kuat.
"Cassie sayang. Wah, anak papa sudah pulang ya?" Dari belakang Cassie pria yang tak lain adalah papanya memeluknya. Cassie menunduk untuk menyembunyikan amarahnya.
"Bagaimana sekolahnya? Sudah kenalan dengan kakak baru kamu?" Pria itu melepas pelukan dari putrinya.
Mendengar ucapan sang ayah, Cassie berlari kencang menaiki tangga.
"Cass, Cassie! Kenapa kamu lari sayang? Cass?"
Sementara anak laki-laki yang beberapa tahun lebih tua dari Cassie itu hanya menatap dengan kebingungan. Ia jelas tau bahwa anak perempuan itu sedang kesal dan itu adalah adik barunya dari keluarga baru juga.
Cassie berlari menaiki anak tangga dengan sangat cepat. Masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu dengan membanting keras.
"Aku hampir tidak kenal dengannya. Kenapa dia di rumah ini? Kenapa mama bawa anak itu ke sini? Kenapa tidak dibiarkan kembali ke tempat asal? Kakak baru?" Cassie melempar tasnya, membuka kaus kaki lalu melempar lagi ke arah yang tak tentu. Semua berserakan. Seragamnya bahkan sengaja di sobek dengan gunting.
"Untuk apa Cass sekolah rajin? Kalau sekarang mama dan papa punya anak lain dan itu laki-laki. Tercapai sudah keinginan mama papa." Cassie merasa sesak. Namun tak setetes pun keluar bulir dari matanya. Ia menggunting bonekanya. Mengeluarkan kapas isi boneka. Meluapkan rasa kesal dan sedihnya. Ia mengetahui satu fakta saat dulu pernah mendengar pembicaraan pak Adah dan bi Ratna. Fakta itu yang membuatnya terus meraih prestasi sejak saat kelas tiga hingga kelas lima SD saat ini.
"Kasian memang tuan dan nyonya tidak bisa memiliki anak laki-laki. Padahal dulu Ratna kira yang akan lahir tuan muda, eh ternyata nona Cassie."
"Sudah takdir itu, Ratna. Lagian nona Cassie tetap akan bisa manjadi penerus perusahaan, karena nona muda kita pintar dan dia anak yang lucu." Pria itu merespon sambil membantu sang istri menjemur pakaian.
"Andai jika nyonya masih bisa hamil, mungkin bisa melahirkan seorang anak laki-laki lagi," ucap wanita itu.
Cassie tidak memahami semua yang ia dengar. Namun satu hal yang dapat gadis kecil itu simpulkan. Dengan ia belajar dan berprestasi maka mama dan papa akan terus sayang padanya tanpa perlu mencari anak laki-laki di mana pun.
***
Hai... gimana part kali ini?
Hope u like it!
Vote dan komen yah.Mohon koreksi nya untuk typo dll.
Salam
RiciLight
Sunday , 15 sept 2019, 1:08 wib
KAMU SEDANG MEMBACA
New Day
SpiritualOPEN FEEDBACK 🙏 Update per- Minggu ] [ Mulai 7 Juli 2019 ] Sangat butuh krisan! Masa-masa SMP berhasil dilewati bersama. Kini dua gadis yang sedang beranjak dewasa memilih untuk terus bersama-sama memijakkan kaki di dunia putih abu-abu. Kabar gembi...