Malam ini berbeda dari malam-malam lainnya bagi Zeline. Malam ini dia harus fokus pada dirinya dan juga harus tetap relax. Karena besok merupakan hari H olimpiade Biologi tersebut. Zeline baru saja keluar dari ruangan bu Yan. Bu Yan bermalam di asrama pengasuh kali ini. Karena besok bu Yan akan mendampingi Zeline menuju lokasi olimpiade. Setelah Zeline mengerjakan latihan terakhirnya. Bu yan mengatakan beberapa kalimat motivasi untuknya. Setelah itu Zeline dipersilakan kembali ke asrama. Sementara bu Yan masij di ruangannya.
Bel kelas bahasa malam telah berbunyi menandakan usainya pelajaran tersebut. Para siswa dan siswi keluar dari kelas menuju asrama masing-masing. Ada yang menuju lapangan futsal, menuju kantin sebelum ke asrama, dan ada juga yang berkeliaran sekitar taman dan lapangan basket. Selama bel peringatan wajib tidur belum berbunyi maka siswa dan siswi memiliki free time satu jam sebelum tidur. Karena bel tersebut akan berbunyi tepat pukul sebelas.
Zeline tengah berjalan sendirian menyusuri koridor. Ia tidak merasa takut. Karena lampu-lampu membuat semuanya terang-benderang.
"Aaaaaa!" Teriak Zeline tiba-tiba saat bahunya diputar untuk berbalik. Zeline memejamkan mata takut.
"Shh, diam! Ribut, lo," ucap seseorang yang memutar bahunya. Perlahan Zeline membuka matanya setelah mendengar suara tak asing itu. Benar saja, dia adalah Al. Zeline menginjak kaki kiri Al.
"Aaakh! Sakit, Zel." Al mengaduh kesakitan
"Jauh-jauh dari gue. Jangan sentuh gue!" ucap Zeline dingin.
"Dasar Zombie gila," sambung Zeline lagi.
"Lo kasar banget jadi cewek," komen Al.
"Terserah gue dong. Gak ada hubungannya sama elu. Elu juga bilang kan, jangan urusin tentang lu. Nah, sekarang lu juga gak usah perduliin gue. Lu tuh cuma kakak kelas, dan gue adik kelas elu. Kita bukan teman atau apa pun." Zeline mengoceh panjang lebar. Lalu berbalik pergi. Baru dua langkah, Al menarik lengan Zeline.
"Bukan muhrim oii!" Reflek Zeline menendang perut Al dengan kakinya membuat suara bantingan yang cukup keras. Seketika suasana jadi hening bin aneh.
"Perut gua, aakh. Sa-sakit," ringis Al.
"Ini cewek beneran Hulk ya?" Al yang terpental ke belakang memegangi perutnya. Suaranya mengecil lemah karena perutnya terasa perih.
Zeline menjadi panik dan merasa bersalah.
"Aduh, sumpah gue reflek. Gimana nih?" gumam Zeline halus sambil menutup mulutnya karena ia sendiri juga terkejut.
Al mencoba bangun namun tak bisa. Zeline ingin membantunya hanya saja ia bingung bagaimana caranya.
"Sa-sakit ya?" tanya Zeline gagap sambil mendekati Al yang masih terduduk setengah tidur di lantai koridor. Zeline mendekat takut-takut.
"Ya sakit lah. Pakai tanya lagi. Bantu gue berdiri, Zel. Masa gue harus tidur di sini sampai besok." Al terlihat masih kesakitan.
"Caranya?" tanya Zeline dengan wajah polos tanpa dosa.
"Astaghfirullah. Lo bego atau bodoh hah? Ya bantu gue berdiri," jawab Al sambil mengangkat tangan kirinya agar Zeline memapahnya. Sedang tangan kirinya masih memegangi perutnya. Namun ternyata Zeline masih tidak paham.
"Tunggu apa lagi? Lo gak niat bantu gue?"
"Maksudnya gue papah elu jalan ya?" tanya Zeline memastikan.
"Kagak, Zel. Gendong," jawab Al dengan wajah dan suara sama datar. Sejujurnya Al mulai kesal karena ia masih tidak bisa berdiri sendiri dan ia harus menunggu sistem otak Zeline berjalan sempurna.
"Mana sanggup gue gendong elu. Ogah!"
"Kagak gendong beneran, Zel. Ya Rabb cewek ini berasal dari zaman batu ya? Iya, maksudnya papah gue. Buruan! Sebentar lagi bel."
"Kan bukan muhrim? Gimana nih?" gumam Zeline yang tanpa ia sadari didengar oleh Al.
"Kalau lagi darurat kagak apa elah. Buruan, Zel!"
"Iya iya. Ribut lu ah."
Zeline membantu Al bangkit namun sedikit canggung. Ia malah berjalan sedikit cepat.
"Oii, pelan-pelan. Sakit nih. Tolongin orang itu pakai hati," omel Al.
Bawel, batin Zeline.
Selama berjalan mereka tak berbicara sepatah katapun. Suasana menjadi cangung. Zeline merasakan debaran jantungnya berdetak lebih kencang. Ia tidak pernah sedekat ini dengan lawan jenis sebelumnya. Ia dapat mendengarkan hembusan napas Al. Zeline baru menyadari bahwa ternyata Al sangat tinggi. Sedikit sulit untuk memapahnya. Zeline terus beristighfar dalam hati untuk menetralkan detak jantungnya.
Sementara itu Al juga merasakan kecanggungan diantara mereka. Detak jantungnya juga berdebar lebih cepat. Namun ternetralkan saat Al mencuri tatap wajah Zeline yang menunduk. Terlihat imut baginya.
"Lu tadi kenapa?" Zeline membuka pembicaraan.
"Kenapa apanya?"
"Lu ngapain mutar balik badan gue pas lagi jalan? Gue jadi terkejut," tanya Zeline.
"Oh, itu. Iya, gue emang nungguin lo keluar dari ruang bu Yan."
"Lo nguntit gue ya?" Zeline melotot.
"Dih, GR amat lo. Eh udah sampe taman. Udah gue di sini aja, ntar teman gue lewat sini. Lo pulang sana ke asrama."
"Jago ya lu mengalihkan pembicaraan. Yaudah duduk di sini. Tapi gue baru pergi kalau lo kasih tau alasannya kenapa." Zeline tetap pada pendiriannya yang masih kepo. Karena setaunya Al tidak ada urusan apa pun dengannya. Bahkan terakhir kali mereka berbicara tempo hari Al membentaknya dan menyuruhnya untuk berhenti ikut campur.
"Sebenarnya, gue cuma mau bilang sesuatu." Al menunduk sejenak.
"Bilang apa?"
"Zeline, besok semangat ya. Lo pasti bisa," ucap Al tersenyum sambil menatap ke dalam mata Zeline. Seketika tubuh Zeline membatu.
Al tersenyum? Hati Zeline bertanya.
***
Hai hai
Up lagi heheheSorry for typo yah
Salam
RiciLight
KAMU SEDANG MEMBACA
New Day
SpiritualOPEN FEEDBACK 🙏 Update per- Minggu ] [ Mulai 7 Juli 2019 ] Sangat butuh krisan! Masa-masa SMP berhasil dilewati bersama. Kini dua gadis yang sedang beranjak dewasa memilih untuk terus bersama-sama memijakkan kaki di dunia putih abu-abu. Kabar gembi...