18 : Adik Al?

19 7 24
                                    

Hari masih gelap. Banyak dari murid yang belum bergeming sedikit pun dari atas kasur. Namun jam menunjukkan pukul setengah lima lewat lima belas.

Acha telah memaki seragam sekolah. Gadis yang tidur bersampingan dengannya terbangun. Lalu menatapnya dengan wajah setengah sadar.

"Acha? Lo mau ke mana? Sepagi ini?" ucap gadis itu dengan suara serak-serak gak jelas.

"Ya ke kelas dong. Lo lanjut tidur aja. Gak usah kepoin gue!" Acha berjalan keluar dari kamar dengan tas serta kaus kaki yang masih belum dipakai.

Setelah memakai kaus kaki dengan penuh percaya diri dia melenggang pergi. Suara jangkrik masih bersahut-sahutan. Acha tidak takut sama sekali walau suasana masih gelap. Gedung sekolah terlihat angker dengan suasana gelap. Namun Acha tidak perduli, tujuan utamanya adalah kelas sepuluh aksel.

Acha langsung masuk ke kelas tanpa ragu. Saat ia masuk.

"Aaaaaaa!" Acha berteriak.

Teriakan Acha terhenti. Namun, "Aaaaaaaaaaaa," teriakan sosok yang mengejutkan Acha belum berhenti.

"Diam oii!"

"Aaaa-am." Akhirnya orang yang di hadapan Acha berhenti.

Ia mengenakan masker dan juga seragam sekolah dengan rok pendek selutut. Berbeda dengan Acha yang memaki rok di atas lutut.

"Lo siapa?" tanya Acha tanpa basa-basi.

"Lo yang siapa? Lo kan bukan anggota kelas ini!" bentak perempuan di hadapan Acha.

"Kok lo tau gue bukan anggota kelas ini?" Acha balik bertanya.

Acha melirik meja yang ada di belakang perempuan itu.

Itu meja Zeline kan? Iya gak salah lagi. Gue sengaja masuk ke ruang cctv buat cek posisinya di kelas. Setengahnya kok penuh coretan?

"Lo coret meja orang?" gertak Acha.

"Suka-suka gua. Apa urusan lo?" balas perempuan itu.

"Mau kerja sama?" tiba-tiba saja Acha merubah topik pembicaraan mereka. Perempuan itu terlihat bingung.

"Buka masker lo. Kita kenalan dulu," ajak Acha.

"Ogah. Gak nyambung lu. Kerja sama apa ha?"

"Udahlah. Gue tau kok sasaran lo tuh Zeline. Gue ke sini juga mau ngasih pelajaran buat dia. Well, gue emang gak tau masalah lo apa sama si Zeline. Tapi selagi tujuan kita sama." Acha mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Perempuan di hadapannya terlihat ragu-ragu. Namun akhirnya ia menjabat tangan Acha sambil membuka maskernya.

Acha terperanjat dalam batinnya saat melihat wajah di balik masker tersebut. Namun ia tetap mengontrol ekspresinya  agar tetap terlihat biasa saja.

Dia adiknya Al bukan? Kok dia? Haruskah teman kerja sama gue itu musuh gue juga? Acha berdesis.

"Gue Cass, lo?"

"Gue Acha, Bendahara OSIS." balas Acha.

Cassie terlihat memutar otak. "Lo seangkatan sama si Zombie dong?"

"Zombie apa lo bilang?" tanpa sadar Acha sedikit terbawa emosi.

"Si Zombie. Si Zain."

"Bocah sopan sedikit! Dia itu kakak lo."

"Bukan. Dia anak pungut. Bukan kakak gue."

Ini anak ngajak berantem ya? Tahan Cha! Ingat tujuan lo!  batin Acha.

"Oke, Lupakan. Sekarang kita fokus."

Mereka membicarakan kontrak kerja sama dengan begitu serius namun tidak memakan waktu yang cukup lama.

Setelahnya mereka berdua bahkan memperparah coretan di meja Zeline.

***

"Acha? Mengapa kamu datang ke sini?" tanya Bu Yan.

"Saya ingin memberikan kesaksian untuk kejadian ini."

Ini di luar kontrak! Perjanjiannya apa pun yang akan gue lakuin gak boleh lapor ke guru. Batin Cassie meronta-ronta ketakutan.

"Dia pelakunya." Tanpa ragu Acha menunjuk Cassie. Wajah Cassie yang pucat bertambah pucat.

Hilwa menatap tajam Cassie. Begitu juga Zeline. Mata Zeline memerah. Bukan karena ingin menangis. Namun karena menahan amarah.
Karena hal ini benar-benar keterlaluan.

***

Maaf ya part kali ini pendek.. karena rici suka sistem sks.. habis ini ngerjain fisika lagi.. hiks hiks

Salam
RiciLight

Sunday. 6 0ct 2019

New DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang