"Ri." Suara Zahira enggak membuat Riana berhenti mengacak isi tasnya. Keduanya sedang berada dalam kotak besi menuju lantai lima dimana ruang kerja mereka berada. Kebetulan saat tiba di lobby keduanya bertemu tanpa di sengaja. Panggilan yang tidak digubris membuat Zahira memanggil Riana kembali tapi lagi-lagi Riana hanya menyahut tanpa berhenti mengacak isi tasnya seperti mencari sesuatu. Beberapa barang bahkan terjatuh, Zahira sampai harus mengambilkan dompet Riana.
"Lo cari apaan sih Ri?" tanya Zahira. Tangannya menyerahkan dompet ke Riana.
"Makasih Za," kata Riana. Ia kembali mengacak isi tasnya usai memasukkan kembali dompetnya lalu berjongkok. Niatnya agar lebih mudah mencari barang yang dicari membuat Zahira risi.
"Lo cari apaan?" tanya Zahira. Mereka sudah di lantai empat dan wajah panik Riana semakin terlihat disela-sela ia mengacak isi tasnya.
"ID card," jawab Riana.
Denting lift terdengar, enggak lama pintu terbuka membuat Riana melebarkan mata.
"Gimana nih id card gu-"
"Nih digantung di leher lo jenong," kata Zahira sambil menarik tali id card, Riana terkekeh begitu menyadari apa yang ia cari sudah ia kenakan sejak tadi.
"Gue kira ilang Za," kata Riana dengan senyum malu.
"Dari tadi lo kalungin," sahut Zahira.
Riana sampai di mejanya,seperti biasa hal pertama yang ia lakukan adalah meletakkan tas lalu pergi ke toilet untuk membersihkan wajahnya. Riana memang begitu, berangkat kerja wajahnya masih polos tanpa bedak sedikit pun, baru sesampainya di kantor baru ia memoles wajah, alasannya karena bedaknya terlalu mahal untuk bersatu dengan debu dan polusi.
Riana selalu datang setengah jam lebih awal dari jam kerja demi mempercantik diri. Pouch berisi pembersih wajah dan alat make up nggak pernah ditinggalkannya.
"Ri, jadi launching produk terbarunya kapan?" tanya Priska -ibu satu anak yang bekerja di divisi digital marketing- sambil mencuci tangan.
Riana berhenti mengaplikasikan bb cushion, menoleh ke teman disampingnya. "Emangnya belum dikasih info mbak?" Riana heran, setahunya tiga hari yang lalu meeting tentang rencana launching lipstick terbaru sudah dibicarakan dan semua perwakilan divisi yang terlibat termasuk digital marketing hadir.
"Udah, tapi kemarin aku dengar berubah lagi tanggalnya, makanya aku tanya kamu," kata Priska.
"Enggak kok mbak, masih sama sesuai rencana yang dibicarakan, udah mulai kontak pengisi acaranya juga," jawab Riana.
Priska mengangguk-angguk. "Oke, gue duluan ya, Ri," pamitnya sambil menepuk bahu Riana.
Baru saja Priska keluar, Riana melihat pantulan Kinan yang masuk ke toliet dari cermin. Ia bergegas memasukkan bedak dan blush on kedalam pouch. Satu masalah di masa lalu membuatnya menghindari Kinan padahal keduanya pernah menjadi teman dekat.
Riana berjalan menuju pintu dengan tenang, enggak ada sapaan atau basa basi untuk Kinan yang terus menatapnya.
"Ri," tegur Kinan.
Riana membalikkan badan, enggak berbicara sepatah kata pun hanya menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya "ada apa?"
Bukan pertama kalinya Kinan diperlakukan seperti ini oleh Riana, perempuan itu sudah terbiasa dengan dinginnya sikap Riana. Kinan menarik napas panjang, ia berjalan mendekati Riana tangannya hendak menyentuh tangan Riana tapi sayangnya Riana menjauhi Kinan.
"Enggak usah pegang-pegang deh, Ki, jijik gue," kata Riana.
Kinan mendesah panjang, menatap Riana dengan sengit usai menyugar rambut panjang berkilaunya. "Gue udah cukup sabar ngadepin sikap lo ya, Ri-"
KAMU SEDANG MEMBACA
halo tetangga
General FictionKampung beringin menjadi saksi bisu lahir dan besarnya Riana, gadis 24 tahun anak ketua rukun warga 06. Menjadi anak dari ketua RW membuat Riana dikenal oleh warga, apalagi parasnya yang manis dan sikapnya yang ramah pada setiap warga membuat ia dis...