"Lo itu terlalu menggebu-gebu, Ri." Zahira kembali memberikan Riana ceramah. hampir empat puluh lima menit gadis itu menasehati teman kantornya yang duduk manis diatas ranjang mendengarkan. Tidak ada selaan yang Riana layangkan, demi menghormati kritik Zahira.
"Coba deh lo agak jual mahal dikit," lanjut Zahira membuat Riana mendengkus. Riana tidak tahu teori-teori yang sejak tadi diberikan Zahira patut ia coba atau tidak. Ia meragukan ucapan sang pembicara didepannya.
"Mungkin si Radi itu enggak suka tipe agresif, Ri, coba lo kayak belut, susah-susah gampang di tangkepnya."
Tercengang. Riana menatap Zahira, ia menatap Zahira tak percaya. Belut? Tidak bisakah Zahira menganalogikannya dengan yang lain?
"Coba lo tangkap belut, enggak dapet-dapet gregetan 'kan?" tanya Zahira yang menyadari kebingungan Riana
"Gue enggak pernah mau nangkep belut, Za," sahut Riana.
"Nah itu bedanya lo yang cewek sama Radi yang cowok," sahut Zahira. "Prinsip dasarnya cowok tuh suka tantangan, Ra, beda sama cewek yang mau terima beres," sambung Zahira.
Riana memutar bola matanya, ia masih ingin menghargai ucapan-ucapan Zahira, tqpi semakin ia dengarkan kenapa semakin melantur.
Teman gue sakit kayaknya.
Riana mengetik dengan cepat. Centang dua.
Pesan digrupnya sudah terbaca, hitungan detik pasti akan ada yang bertanya.Patricia
Siapa?Riana
ZahiraPatricia
Dia demam?Riana mengibas rambutnya, semakin kesal. Di jauhkannya ponsel lalu fokusnya kembali pada Zahira yang masih mengoceh menjelaskan belut.Ia bahkan terlihat baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda lelah dikakinya yang sudah bolak-balik berjalan di depan Riana.
"Jangan mudah digenggam, bikin dia makin gemes pengen dapetin lo, bikin dia berusaha keras mikir caranya dapetin lo, dan lo tetep harus licin walaupun udah dia genggam, biar dia berusaha keras mempertahankan lo di genggamannya, jadi Ri intinya sebagai wanita kita tuh harus kayak belut."
Ya Tuhan, Bang Bi kemana sih? Kirimkanlah ia padaku Tuhan. Sekarang Tuhan, please. Hamba-Mu sudah muak mendengar kata belut ya Tuhan.
"Belut? Zahira doyan belut?"
Riana dan Zahira menoleh bersamaan kearah pintu yang terbuka.
Terima kasih Tuhan kau mengabulkan doaku begitu cepat.
🐓
Riana menopang dagu sambil mengamati gerak-gerik Zahira dari meja makan.
"Mungkin lo terlalu centil, Ri..."
"Si kampret," ejek Riana. Tangannya mengambil keripik kentang. "Kalo gue centil lo apa Za... Za," ucapnya pelan.
Di hadapannya kini terlihat jelas bagaimana Zahira yang sedang bersama Bang Bi, tingkahnya sungguh bertolak belakang dengan apa yang ia sampaikan beberapa menit lalu.
"Harus kayak belut, Ri."
"Lo lebih mirip cacing besar alaska Za." Kembali Riana mengomentari Zahira yang sedang berusaha mendapatkan perhatian Bang Bi, kemana Bang Bi pergi perempuan itu mengekor seolah tidak ingin kehilangan mangsa.
"Dek? Enggak mau jajan?" tanya Bang Bi yang duduk disofa membelakanginya.
"Jajan apaan?"
"Apa aja, terserah," sahut Bang Bi.
KAMU SEDANG MEMBACA
halo tetangga
General FictionKampung beringin menjadi saksi bisu lahir dan besarnya Riana, gadis 24 tahun anak ketua rukun warga 06. Menjadi anak dari ketua RW membuat Riana dikenal oleh warga, apalagi parasnya yang manis dan sikapnya yang ramah pada setiap warga membuat ia dis...