8

3.3K 538 44
                                    

Tidak ada yang abadi. Salah satunya kebahagiaan Riana yang dirasakannya semalam. Pagi ini semua memudar, hanya dengan satu kalimat yang Agung ucapkan.

"Siapkan ide kalian untuk produk yang akan launching berikutnya, saya mau kalian semua ikut berkontribusi kasih ide-ide kalian, jangan selalu Dion yang punya ide cemerlang," ucap Agung saat briefing. "Riana." Panggilnya membuat pemilik nama mendongak. "Saya mau satu ide dari kamu harus masuk untuk produk ini, jangan ngaco lagi," ucap Agung.

Ide?
Riana memukul meja dengan kepalanya berkali-kali. Membuat Zahira yang melihat ikut kesakitan. "Udah ih, kalau lo benturin kepala mulu kayak gitu bukannya dapat ide malah pendarahan diotak," Omel Zahira sambil menarik bahu Riana agar temannya berhenti.

"Gue harus gimana Za? Dari dulu juga ide gue banyak, tapi emang dasarnya Mas Agung aja yang sentimen enggak pernah ACC ide gue." gerutu Riana. Semua gara-gara masa lalu.

Zahira tertawa. "Dia senang kalo lo kesel," katanya.

"Nyebelin," sahut Riana.

"Sabar," hibur Zahira. "Ingat Radi aja, nanti pasti happy lagi," lanjutnya.

Riana melirik Zahira. Benar juga. Ia menarik napas, membuangnya perlahan sambil mengingat kejadian semalam.

"Ajegile pesona si Radi, bibir udah kayak di kasih baking powder aja," celetuk Zahira.

Riana tersenyum. "Gue belum kasih tau lo ya Za?"

"Belum, apaan?"

"Semalam gue 'kan jalan sama Radi," jawab Riana dengan alis yang naik turun.

"Serius? Kapan?" Mata Zahira membulat tak percaya.

"Serius dong, semalam."

"Semalam? Kok gue enggak tau?"

Riana mencebik. "Ya lo 'kan sibuk sama abang gue, lo semalam ngapain aja? Bikin anak?" tanya Riana.

Jitakan cukup kuat bersarang di kepala Riana, ia mengaduh sambil mengusap bekas perbuatan Zahira.

"Gue bikin anak sama abang lo bisa di bunuh sama A--- abang gue."

Alis Riana berkerut. "Emang lo punya abang Za?" Sebelumnya Riana enggak pernah tahu kalau Zahira memiliki saudara.

"Punya, emang gue belum cerita?"

"Belum, cakep gak kakak lo?" tanya Riana dengan genitnya

"Ya lo liat aja adiknya," jawab Zahira sambil mengibaskan rambut panjangnya.

Riana menatap jijik. Namun kalau ia pikir-pikir lagi, Zahira memang cantik; hidung mancung; matanya bulat dengan manik hitam serta bulu mata yang lentik; alisnya tebal; kulitnya sawo matang tanpa kusam, pasti saudaranya enggak beda jauh cakepnya dong, 'kan satu pabrik.

"Bisa dong dikenalin ke gue," tanya Riana. "Barteran deh, bawa pulang aja tuh si botak, gimana?"

Zahira tertawa.

"Serius? Ya hayu aja, untung gue dapet Bang Bi, tapi lo yakin mau sama kakak gue?" kata Zahira.

Riana mengernyit. "Kenapa emang?"

"Ya enggak apa-apa, takut pas ketemu lo kena zonk," jawab Zahira sambil cengengesan.

Riana tak mau ambil pusing, ia memilih melanjutkan pekerjaan dibanding mencari tahu maksud Zahira.

"Kak," panggil Riana dari jok belakang. Didepannya Angga tengah fokus pada jalan yang ramai disaat jam pulang kerja.

halo tetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang