Riana duduk sambil memeluk lengan Abi, rasa takut kehilangan teman dekatnya membuat Riana diam sejak tiba di rumah sakit. Ia terus melafalkan doa kepada Yang kuasa agar ada berita baik yang disampaikan pihak rumah sakit. Bangku didepan ruang UGD menjadi menjadi tempat keduanya menunggu kabar dari Agung yang ikut masuk ke dalam ruangan. Sudah hampir setengah jam keduanya menunggu tapi belum juga nampak kehadiran Agung.
"Kok mas Agung enggak keluar-keluar sih, Bang?" Riana membuka suara.
"Sabar, mungkin lagi ngurus macam-macam didalam," jawab Abi sambil mengusap telapak tangan Riana.
"Abang enggak usah berangkat ke jogja sekarang ya," pinta Riana yang diangguki oleh Abi yang memahami kekhawatiran Riana.
Keduanya kembali menunggu dengan rasa cemas sampai pintu masuk UGD terbuka, membuat Riana bangun dari tempatnya ketika melihat Agung keluar dengan langkah tergesa menghampiri tempatnya.
"Lo apain adik gue?" Tanya Agung yang sudah menarik kerah baju Abi.
Riana yang terkejut dengan tindakan Agung langsung menarik sebelah lengan Agung. "Bang Abi enggak tau apa-apa, Mas," jelas Riana, tenaganya enggak mampu membuat Agung yang marah melepas genggaman Agung di kerah abangnya.
"Saya yang nantinya tanggung jawab untuk semuanya," ucap Abi yang enggak melakukan perlawanan apapun.
"Bang!" Bentak Riana, kaget dengan pernyataan Abi. "Apaan sih, enggak usah ngaco!" kata Riana.
"Kamu dengar sendiri 'kan, Ri, abang kamu ini brengsek," ucap Agung.
Riana yang kesal mendengar sang kakak dihina langsung menghadiahkan Agung sebuah tinjuan, enggak cukup bertenaga tapi mampu membuat Agung melepaskan tangan dari kerah baju Abi dan sedikit menjauh dari keduanya.
"Jangan sembarangan kalau ngomong!" bentak Riana. "Lo juga, Bang pake otak kalau ngomong, enggak ada hubungannya semua ini sama lo, lo cuma orang yang kebetulan ketemu Zahira di stasiun dan masuk ke masalah ini, enggak perlu lo tanggung jawab, jangan gila," omel Riana. Dia sayang Zahira, namun lebih menyayangi Abi dan enggak ingin kakaknya yang enggak tahu apa-apa harus jadi orang yang bertanggung jawab atas permasalahan hidup Zahira. Saat ini mungkin Abi enggak tahu Zahira hamil makanya laki-laki itu seenaknya bicara masalah tanggung jawab, kalau saja tahu pasti dia akan berpikir berulang kali untuk mengucap hal seperti barusan.
"Anak itu anak abang, Ri," ucap Abi.
"HAH!"
Bugh
"Bangsat emang lo, Bi," maki Agung yang terus menghujani Abi dengan pukulan diwajah, sedangkan Abi diam menerima begitu saja. Beberapa satpam rumah sakit yang berada didekat mereka mendekat segera memisahkan, namun setan sepertinya sudah menguasai Agung hingga dua orang satpam enggak mampu menghentikannya.
Riana hanya bisa diam menjauhi keributan yang ada, ia masih enggak percaya dengan ucapan Abi barusan. Abi pasti bohong, itu yang diyakini oleh Riana, tapi darimana Abi tahu kalau Zahira hamil sedangkan Riana merasa enggak pernah menceritakannya, kecuali kalau memang Abi pernah melakukannya dengan Zahira. Tapi kapan? Riana benar-benar bingung dengan semuanya, ia bahkan enggak mempedulikan kondisi Abi saat ini yang ia lakukan hanya bisa memandangi Agung yang tengah melampiaskan kemarahan.
"Abi!" pekikkan dari suara yang Riana kenal membuat gadis itu mengusap wajah, keadaan makin runyam dengan kehadiran keluarga Riana.
"Berhenti, berhenti," Ucap ibu yang langsung menjambak rambut Agung agar berhenti memukuli anaknya.
"Ada apa ini?" tanya Bapak dengan suara lantang. Agung sendiri sudah di pegangi oleh satpam.
Riana bergegas mendekat, ia tidak ingin berita yang mengagetkannya membuat kedua orang tuanya ikut kaget. Apalagi ibu punya penyakit jantung. Bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
halo tetangga
Fiksi UmumKampung beringin menjadi saksi bisu lahir dan besarnya Riana, gadis 24 tahun anak ketua rukun warga 06. Menjadi anak dari ketua RW membuat Riana dikenal oleh warga, apalagi parasnya yang manis dan sikapnya yang ramah pada setiap warga membuat ia dis...