5

4.4K 660 49
                                    

Langkah tertatih ditambah ringis kesakitan membuat Riana menjadi perhatian orang-orang yang berada di lobby. Risih tentu saja, tapi Riana hanya bisa menikmati dirinya menjadi objek perhatian pagi ini. Anggep aja latihan jadi artis, Ri, batinnya.

"Kenapa itu kaki?" tanya Zahira begitu Riana tiba di meja kerjanya. Mata Zahira dan beberapa teman satu ruangannya tertuju pada perban coklat yang melingkar di pergelangan kaki Riana.

Tak langsung menjawab Riana yang baru saja duduk malah tersenyum seorang diri. "Kadang sengsara itu membawa berkah loh Za," ucapnya pelan membuat Zahira mengerutkan kening.

"Berkah apaan?" tanya Zahira

Bukannya menjawab Riana malah cengengesan. 
Ingatannya kembali pada kejadian 2 hari yang lalu, pagi dimana akhirnya ia merasakan musibah yang datang membawa berkah bagi hidupnya. Baru kali itu rasanya Riana bersyukur mendapatkan musibah, biasanya gerutuan yang selalu keluar.

Radi.

Akhirnya nama itu terucap sendiri dari bibir empunya, perkenalan pertama yang terjadi akibat terkilirnya kaki Riana itu snagat di syukuri oleh Riana. Nyeri dikakinya bahkan sampai tak terasa karena tertutupi senang di hatinya.

"Akhirnya gue tau juga nama tetangga depan gara-gara kaki gue yang terkilir ini Za," celoteh Riana menjawab keingintahuan Zahira.

"Yang sering nyuekin lo itu?" Zahira memastikan orang yang dimaksud oleh Riana adalah lelaki yang belakangan ini diceritakannya dan membuat uring-uringan temannya itu.

Riana mengangguk.

"Gimana ceritanya?" tanya Zahira.

Riana yang antusias langsung menceritakan bagaimana kejadian luar biasa itu terjadi. Bagaimana dirinya terjatuh sampai ke bagian yang paling menguntungkan menurutnya.

🦋

"Hai, Mas Radi," sapa Riana ketika motor matic berwarna hitam berhenti di depan Riana. Tangannya terangkat, menyapa pengendara motor tersebut dengan sumringah. Radi enggak membalas sapaan, ia langsung memberikan helm untuk Riana tanpa mengucap seatah kata pun. Riana yang mulai terbiasa dengan sikap Radi hanya bisa menghela napas sambil memutar bola mata.

Usai memakai helm, ia duduk di jok belakang dengan susah payah. Kakinya yang terkilir membuat gerakannya tak bisa selincah dulu. Ia perlu berhati-hati demi kesehatan pergelangan kakinya itu.

"Oke," kata Riana yang sudah siap menempuh perjalanan pulang bersama Radi.

Menjemput Riana adalah salah satu bentuk tanggung jawab yang diminta oleh Riana pada Radi. Walaupun prosesnya enggak mudah dan memerlukan perdebatan panjang antara dirinya, Radi dan Abi. Tapi akhirnya setelah beradu argumen, Riana membuat Abi dan Radi enggak berkutik.

"Pokoknya kalian harus tanggung jawab," kata Riana yang duduk di sofa ruang televisi.

"Tanggung jawab gimana maksudnya?" Suara Radi terdengar usai bisu yang panjang.

"Kamu, siapa nama kamu?" tanya Riana dengan suara sedikit ngegas dan mata melotot ke arah Radi.

Radi yang kaget dengan sikap Riana menjawab pelan. "Radi."

"Nah, oke Mas Radi, ini saya jatuh 'kan gara-gara Mas Radi jadi Mas harus..."

"Lo 'kan jatuh sendiri dek?" Sela Abi 

"Iya emang aku jatuhnya sendiri, enggak bareng sama Bang Abi," sahut Riana.

Abi menghela napas panjang. "Maksudnya enggak gitu pea! Lo 'kan jatuh akibat ulah sendiri kenapa jadi nyalahin orang," jelas Abi.

halo tetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang