Berkumpul di ruang televisi selepas makan malam menjadi kebiasaan keluarga Riana. Ia bersama kedua orang tua serta dua kakak laki-lakinya berbincang santai. Riana merebahkan diri di karpet, paha Abi -kakak keduanya- menjadi alas untuk kepalanya sambil menikmati nastar buatan ibu.
"Besok ibu mau pergi dong," kata ibu menyombong pada anak-anaknya.
"Kemana?" tanya Angga -kakak pertama Riana-
"Beli tanaman hias sama tetangga baru," sahut ibu dengan wajah gembira.
"Cie yang dapat teman baru, satu hobi lagi, ngelus-ngelus daun," ledek Riana membuat bapak serta kakak-kakaknya tertawa.
"Ish kamu tuh." Ibu menjitak pelan kepala Riana membuat gadis itu meringis.
"Beli dimana bu?" tanya Abi.
"Di bogor, dekat kebun raya katanya," jawab ibu.
"Ibu kesana mau naik apa? Ibu 'kan mabok kalau naik angkutan," tanya Riana setengah mengejek ibunya.
"Dianterin dong, sama anaknya bu Cempaka," kata ibu penuh semangat.
Salah satu sudut bibir Abi meninggi. "Tuh Pak, ibu ganjen," katanya sembari membalik materi mengajarnya.
Riana menatap Abangnya penuh tanya. "Siapa?" tanyanya tanpa suara.
"Anaknya tetangga depan," balas Abi.
"Ganteng, Bang?" tanya Riana lagi.
"Ganteng, Ri," sambar ibu
Riana diam sejenak, ia menatap Abi untuk mendapatkan kebenaran.
"Masih gantengan Abang," sahut Abi penuh percaya diri, semua anggota keluarganya hampir serentak memutar bola mata.
"Pantes aja ibu kemarin nggak mau Riana bantuin, mau lihat yang bening-bening sendirian ternyata," tuduh Riana
"Kamu 'kan kemarin baru pulang Ri, ketek asem, muka lusuh, nanti malah malu-maluin kalau ketemu si ganteng," kata ibu.
Riana menatap ibunya nggak percaya, telinganya nggak salah dengar 'kan? si ganteng? Riana menoleh ke Abi lalu pindah ke arah Angga, melihat ekspresi dua abangnya yang sama terkejutnya julukan yang diberikan ibu pada si anak tetangga ia semakin yakin telinganya masih sehat dan enggak perlu dibawa ke poli THT.
"Segitu gantengnya?" tanya Riana sangsi.
Ibu mengangguk.
"Gantengan mana sama ini dua orang?" tanya Riana lagi.
"Yah pakai nanya lagi lo, Dek, ini muka gue kurang nyata gantengnya?" kata Abi, ditempelkannya kedua telapak tangan di pipi Riana, memaksa Riana melihat ke arahnya.
Riana menjauhkan tangan Abi dari wajahnya, tatapannya malas. "Ibu aja ragu-ragu ngakuin kegantengan lo, Bang," ledek Riana. Angga sampai tertawa mendengar perkataan adiknya.
"Lama-lama lo tega sih dek sama gue," kata Abi dengan wajah melas membuat Riana semakin senang mengejek. Tampang Abi sebenarnya enggak bisa dibilang jelek, hasil kerja keras bapak dan ibu sebenarnya menghasilkan produk yang baik dan masuk ke dalam good quality, dua kakak Riana masing-masing memiliki wajah tampan dengan kulit sawo matang yang membuat keduanya tampak lebih manly apalagi keduanya memiliki tubuh tinggi kekar. Sedangkan Riana, ia mewarisi tubuh ibunya yang mungil, dengan wajah ayu dan senyuman manisnya.
"Ri, kamu ikut ibu pergi aja gimana? Biar kenal sama si ganteng," ajak ibu.
Riana langsung antusias, ia sudah membayangkan bisa berkenalan, siapa tau 'kan lewat pertemuan pertama ada getaran-getaran syahdu diantara mereka berdua. Riana udah bosan menjomlo.
KAMU SEDANG MEMBACA
halo tetangga
General FictionKampung beringin menjadi saksi bisu lahir dan besarnya Riana, gadis 24 tahun anak ketua rukun warga 06. Menjadi anak dari ketua RW membuat Riana dikenal oleh warga, apalagi parasnya yang manis dan sikapnya yang ramah pada setiap warga membuat ia dis...