Seperti rapat-rapat yang diadakan sebelumnya, pagi ini Riana enggak bersemangat menghadirinya. Namun ia yang hanya karyawan biasa bisa apa kalau atasannya sudah bertitah. Tanpa Zahira yang absen hari ini, Riana memasuki ruang rapat. Produk baru akan mulai dibuat, biasanya tim promosi diminta untuk mulai memikirkan ide apa yang akan tepat untuk penjualan produk baru.
Diruangan berdinding full kaca itu Riana mengambil tempat paling dekat dengan pintu. Biasnaya Zahira yang duduk disampingnya kali ini ada Mela yang duduk disana.
"Zahira enggak masuk 'kan Ri?' tanya Mela begitu Riana menatapnya saat duduk.
Riana mengangguk. "Iya," sahutnya lalu mengambil ponsel disaku blazernya. Bukannya ia tidak rela Mela duduk disisinya, hanya merasa aneh karena enggak ada Zahira di dekatnya.
Lo sama siapa dirumah?
Riana mengetikkan pesan untuk Zahira. Perasaannya enggak enak sedari pagi. Entah karena masalah Zahira atau masalah Radi
Radi... Riana menarik rambutnya begitu mengingat lelaki itu. Dalam satu hari, ia dibuat tercengang oleh berita-berita yang datang. Zahira, Radi ditambah Agung semua sukses membuatnya olahraga jantung. Kombinasi ketiganya berhasil mengacaukan ketenangan jiwa raga Riana.
Ponsel diatas buku catatannya menyala. Begitu membuka kunci layar pesan dari ibu muncul.
Zahira baru aja pergi
Dia kerja? Pakaiannya rapi banget
Bukannya lagi sakit Ri?
Ibu khawatir loh, mana mukanya pucat gitu.Riana berdecak kesal, Agung yang baru memasuki ruangan serta beberapa orang lainnya yang ada disana langsung menatap Riana. Sadar akan tatapan para rekannya, Riana hanya tersenyum malu tapi begitu bertemu mata dengan Agung, Riana langsung memasabg muka masam.
Gara-gara kakak enggak berguna kayak lo ni semuanya.
Riana ingin membalas pesan ibunya tapi suara Agung yang sudah memulai rapat pagi ini membuatnya enggak bisa leluasa memegang ponsel. Bisa di damprat dirinya kalau ketahuan Agung bermain ponsel di jam seperti ini.
Sepanjang rapat berlangsung pikiran Riana berkeliaran, sebentar memikirkan Zahira sebentar kemudian ingat Radi, lalu ketika melihat wajah Agung isi kepalanya penuh dengan makian pada lelaki yang ada didepannya.
"Ri." Colekan di pinggang membuat Riana kaget, ia memelototi Mela karena tindakannya. Tapi gerakan bola mata Mela yang mengarah ke depan membuat Riana urung memaki perempuan itu.
"Jadi ide apa yang bisa kamu berikan, Riana?" Seketika Riana mematung. Ide? Ia bahkan enggak mendengarkan materi yang Agung jelaskan sejak tadi, ide untuk apa?
"Saya suruh kamu mikirin ide apa yang pantas untuk peluncuran produk baru nanti, kamu punya ide?" tanya Agung. "Kapan sih Ri kamu bisa ikut berkontribusi, mengerahkan ide-ide cemerlang di otak kamu? Kamu enggak mikirin atau otak kamu enggak mampu buat mikir?" Sambung Agung. Beberapa orang di ruangan saling menatap, enggak menyangka seorang Agung bisa berkata cukup menyakitkan seperti barusan.
Bibir Riana terbuka, ikut terkejut seperti yang lain, enggak lama tawa sumbangnya terdengar, detik berikutnya ia memandang lurus kebarah Agung, enggak ada rasa takut yang terlihat, lebih tampak kekesalan disana. Dan tanpa basa-basi ia keluar dari ruangan tersebut.
"Otak gue enggak mampu mikir? Brengsek emang tu laki, enggak ngaca! Emang dia pikir dia punya otak?! Udah enggak punya otak, enggak punya hati juga, masih aja maki orang lain," dumelnya sambil berjalan menuju lift.
Riana enggak peduli ini masih jam kerjanya, toh percuma dia disana enggak dihargai oleh Agung. Enggak berkontribusi? Helowww, siapa yang kasih ide buat bikin acara launching di Sea World dan bikin para model berenang diantara ikan pari buat meyakinkan orang kalau produk lipstick yang mereka keluarkan tahun lalu itu waterproof? Riana!

KAMU SEDANG MEMBACA
halo tetangga
Fiksi UmumKampung beringin menjadi saksi bisu lahir dan besarnya Riana, gadis 24 tahun anak ketua rukun warga 06. Menjadi anak dari ketua RW membuat Riana dikenal oleh warga, apalagi parasnya yang manis dan sikapnya yang ramah pada setiap warga membuat ia dis...