13

2.1K 441 73
                                    

"Emang harus banget ya Riri ikut?" tanya Riana pada ibu yang duduk di ranjang kamarnya.

Sudah lewat setengah jam dari janji makan malam di rumah bu Cempaka, tapi mereka belum juga berangkat. Ibu yang sudah berpakaian rapi terus membujuk Riana untuk ikut, tapi gadis berpiyama coklat itu enggan ikut.

"Ibu enggak enak loh ini sama bu Cempaka, Abi 'kan pergi mendadak besok di suruh  di Jogja, Mas Angga lembur, cuma kamu yang ada dirumah, masa enggak mau temani ibu sama bapak sih, Ri," Kata ibu.

Riana menghela napas panjang, ia enggak suka dengan tatapan ibu yang memelas seperti ini, membuat dirinya merasa jadi anak jahat yang melukai hati ibunya.

"Riri ganti baju dulu," kata Riana. Beranjak dari ranjang gadis itu menuju lemari, memilih pakaian untuk menghadiri jamuan makan malam ini.

"Gitu dong, ibu tunggu di bawah ya."

Riana mengambil celana jeans dan kaos putih oversize bertuliskan Big Boss di bagian dada dari lemari pakaian. Melepaskan kunciran kemudian menyisir asal dengan jemarinya disambung dengan memoleskan lipbalm dan menyemprotkan parfum favoritnya. Enggak ada persiapan istimewa, membuat Radi terpukau pada dirinya hanya sia-sia. Riana cukup tahu diri, enggak ada dikamusnya menggoda calon suami orang.

Riana bergegas turun ke lantai bawah, ia harus segera mengakhiri drama asmara sebelah tangan ini mumpung belum parah sukanya pada Radi. Setelah acara makan malam ini ia sudah bertekad enggak akan lagi sok akrab pada keluarga depan rumahnya itu. Ya, lebih baik menjauh daripada berakrab ria tapi menambah luka.

"C'mon mommy,"  ajak Riana dengan riang. Ibu yang menunggu di ruang keluarga menggelengkan kepala melihat tingkah anak gadisnya itu. Sebentar murung, sebentar pecicilan.

===

Untuk kedua kali Riana berada di teras rumah Radi, enggak seperti bertamu pada biasanya yang harus mengetuk pintu tuan rumah, malam ini kedatangan mereka sudah disambut dengan pintu yang terbuka lebar dan para pemilik tamu yang berada di teras, seperti benar-benar menunggu kedatangan mereka.

Enggak kebayang kalau besanan, yang bawa seserahan belum keluar rumah tapi yang mau kawin udah sampe rumah gue, batin Riana tapi detik berikutnya ia menggelengkan kepala kuat-kuat.

"Dikira enggak akan datang loh... Eh Mas Abi dan Mas Angga enggak ikut?" tanya bu Cempaka usai bercipika-cipiki dengan ibu.

"Angga lembur, Abi tadi mendadak ada kerjaan, langsung berangkat keluar kota tadi," jawab Ibu.

"Oh gitu, ya udah enggak apa-apa, yang penting ada mbak Riri," kata bu Cempaka yang tersenyum pada Riana.

Kedua ibu itu kembali mengobrol sambil berjalan masuk ke dalam rumah, Riana bersama bapak mengekor di belakang.

"Pak, suaminya bu Cempaka mana?" Bisik Riana.

"Loh kamu belum tahu?" Bapak melirik Riana, sedangkan yang dilirik menampakkan wajah bingung. "bu Cempaka udah lama ditinggal suaminya," sambung bapak. Riana yang mendengar langsung merasa enggak enak hati, selama ini ternyata sedikit yang ia tahu tentang Radi.

"Loh bukannya waktu pertama ke rumah sama bapaknya?" tanya Riana bingung.

"Itu pamannya," Jawab bapak pelan.

Mereka sudah ada di ruang makan, Riana hanya mengangguk kecil menanggapi jawaban bapak. Meja makan sederhana dengan empat kursi dan dua kursi tambahan yang berbeda ada di hadapannya, ia lantas menarik salah satu kursi yang berhadapan dengan bapaknya.

"Baru pulang, Di?" suara bapak membuat Riana menoleh. Sudah terpasang ekspresi datar yang ia siapkan sejak di rumah tadi, niatnya ia enggak akan menampilkan wajah betapa terpesonanya ia pada Radi lagi. Namun ekspresi nya berubah memang bukan terpesona lagi, ia terkejut melihat Kinan berdiri di samping Radi dengan bibir tersenyum ke arahnya.

halo tetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang