Author: __erfynt
===
Rimbun dedaunan itu syahdu bergerak ketika angin berhembus. Layaknya kegelapan, kerindangan yang disajikan mampu memecah sinar matahari untuk menyusupi belantara hutan. Di dalam sana; diantara berkas-berkas sinar cahaya mentari yang serupa pedang—dan nyanyian gemerisik dedaunan. Ada kehidupan yang tidak terjamah, bahkan oleh manusia sekalipun.
"Sebentar lagi Solstice*. Apa kau sudah tahu?" Ada peri kecil bersayap kuning, dan pipinya yang gembil. Ia terlihat terbang begitu aktif, kesana kemari. Mengekor seorang faery*; yang hanya berdeham menanggapi. Tapi senyumnya muncul, sehingga titik-titik kilau serbuk sari berhamburan di hadapannya.
Faery itu; si menawan penjaga hutan. Salah satu anak dari Ibu Bumi. Perawakannya serupa mortal*, hanya saja rambutnya hijau gelap berkilau serupa jamrud, sayapnya serupa beludru dan sederet tattoo sulur tumbuhan yang bergerak mengitari kulit. Indah; sekaligus begitu berwibawa seperti hutan pada umumnya.
Belum lagi netranya yang sejernih telaga, dan tawanya serupa merdu gemerisik daun.
"Kau sebentar lagi akan bertemu Ibu. Apa kau senang Namjoonie?" Si peri kecil masih begitu aktif berdengung kesana kemari. Sedang sang faery masih berlalu begitu saja. Berjalan-jalan. Menyusuri kedalaman hutan. ia mengendalikan segalanya dari tempat yang tidak mampu dijelajah mortal.
Namanya Namjoon, sang faery hutan. salah satu anak Ibu Bumi yang sering turun memantau mortal. Meninggalkan hutan untuk sekedar berjalan-jalan. Atau membagikan bunga gratis dari setiap sentuhannya. Ketika ia bahagia, maka harum hutan hujan dan bunga-bunga bisa bermekaran dari sentuhan tangannya.
"Tentu saja. Aku sudah lama tidak bertemu Ibu. Hanya saja—"
Air wajah Namjoon berubah seketika. Teringat waktu-waktu ia mengerang keras, buas—hingga seluruh hutan yang menjadi tempat tinggalnya berguncang. Ada sebagian diri Namjoon yang ikut remuk, tersakiti ketika sebagian hutan lain di muka bumi ikut terbakar.
"aku merasa gagal menjaga amanat Ibu."
Daun-daun yang menaungi mereka mendadak meredup, layu. Mengikuti perasaan Namjoon yang turun menjadi sayu. Si peri kecil melihat, ada bercak-bercak merah—sisa kebakaran yang menapak pada kulit Namjoon. Terlihat menyakitkan, sekaligus menyedihkan.
Mungkin Namjoon adalah salah satu anak Ibu Bumi yang paling teduh, sekaligus paling lembut hatinya. Berbeda dengan Taehyung—faery laut itu menjadi buas menyapukan ombak-ombaknya melukai daratan ketika lautnya disakiti. Atau Jimin; si faery air yang mampu menjadikan sebagian daerah kering, sebagai penebusan atas rasa sakit hati kepada mortal yang tidak mampu menghargai.
Namjoon berbeda, terlalu lembut. Ketika hutannya disakiti, maka ia akan berpindah tempat demi tempat untuk menyembuhkan. Setiap sentuhan tangannya mungkin menumbuhkan kehijauan; tapi tidak secepat mortal menumbuhkan kegersangan.
"Namjoonie,"
Lalu hening begitu lama, sebelum gemerisik hutan kembali menyanyi dan Namjoon lenyap dari pandangan.
.
.
Hari itu Namjoon mengenakan glamour*nya. Kasual sekali. Seperti tipikal lelaki kebanyakan. Meski atasannya bercorak tribal yang aneh (masih saja corak faery melekat padanya) dan tattoo sulur di lengan Namjoon tampak menggoda. Namjoon hanya menggunakan glamournya ketika pergi ke dunia mortal; begitu pula si peri kecil yang menjadi tupai lucu. Ia mengintip dari saku atasan Namjoon.
"Untuk apa bonsai itu?"
"Dijual."
Namjoon suka merangkai bonsai ketika ia sendirian. Banyak sekali rangkaian bonsainya di tengah hutan. Siapapun mortal yang mampu menembus labirin hutan; pasti akan menemukan taman bonsai Namjoon yang elok. Potnya dari jalinan sulur-sulur dan bebatuan, sedang bonsainya seperti terkepang-kepang, atau layaknya pose patung pada dunia mortal.
Sesekali, Namjoon akan mengangkut bonsainya, menjual lalu menukar uang kertasnya dengan pohon-pohon kecil yang dibagikannya secara sukarela.
"Kau bisa menumbuhkan pohon lewat sentuhan tanganmu, membuatnya esar seperti umur ratusan tahun dengan usapan tanganmu dan membuat banyak tanaman unik dengan tetesan air mata. Jadi untuk apa menjual bonsai demi membeli pohon?"
Tupai kecil itu diberi nama Hobi. Cerewet. Sama seperti bentuknya tanpa glamour, peri kecil yang mengekor Namjoon dan menjadi kawannya sejak pertama kali faery itu berpisah dari Ibu Bumi.
"Aku bisa membuat hutan dengan jentikan jari; tapi rasa cinta mortal terhadap hutan tidak bisa diciptakan dengan sentuhan tanganku, Hobi."
"Jadi?"
"Jadi aku mengajari mereka mencintai hutan dengan caraku sendiri,"
Mungkin benar adanya; ketika bonsai-bonsai Namjoon dikagumi mortal, Namjoon mulai bercerita soal kegemarannya mengenai hutan. Banyak anak perempuan yang gemas, terlebih kepada Hobi. Pesona Namjoon; ah, mungkin pesona faery memang tidak mampu ditolak. Perlahan setiap kegiatan Namjoon di dunia mortal, semakin banyak yang datang. Mulanya memang kebanyakan perempuan, lalu mereka kembali mengajak ayah ibu mereka.
"Namjoonie,"
Suatu ketika usai kegiatan penjualan, ada seorang perempuan mortal yang memegang selebaran. Namjoon tidak pandai membaca tulisan mortal, jadi ia mengangguk-angguk, berpura mengerti. Semburat merah tercetak pada pipi Namjoon, belum lagi lekuk lesung pipitnya.
"Datang ya, aku dan beberapa temanku mengadakan penanaman pohon di sepanjang sungai. Kuharap beberapa tahun lagi, sudah menjadi tempat rindang."
Dan hari itu Hobi sedikit mengerti soal kata-kata Namjoon; soal cinta mortal pada hutan tidak bisa dibuat oleh jentikan jari. Sekalipun oleh faery.
.
.
"Aigooo, putra bungsu Ibu."
Ibu Bumi memeluk Namjoon; hanya dua kali dalam setahun, mereka bertemu. Tentu saja dengan Ayah Mentari. Namjoon menggelung manja pada pelukan Sang Ibu, tersenyum malu-malu ketika pipinya mulai dicubiti gemas.
"Maaf tidak bisa menjaga amanat Ibu, sebagian kebakaran memang di luar kuasaku."
Sang Ibu tersenyum, lalu jemarinya mengelus helai rambut Namjoon. "Kau menggantinya dengan kecintaan mortal terhadap hutan, Namjoonie. Hal yang tidak bisa dilakukan oleh sihir faery."
"Tapi butuh waktu lama, mengganti apa yang sudah terbakar."
"Tidak," ada raut bangga pada wajah sang Ibu. Menjadikan Namjoon salah tingkah. "Ada hutan baru yang lebih dijaga, daripada sekedar jentikan sihir faery. Apa kau sudah melihat sebanyak apa cinta yang kau sebarkan kepada mortal?"
"Hal-hal yang dilakukan dengan cinta akan dijaga dengan lebih baik daripada hal-hal yang terjadi karena sihir keajaiban, terima kasih Namjoonie. Sudah memberi Ibu hadiah terbaik ketika bertemu,"
Ada debur indah dan gemerisik dedaunan yang mengikuti ketika Namjoon memeluk erat Ibu Bumi. Mungkin ia tidak seganas saudara faerynya yang lain; tapi Namjoon punya cinta yang bisa dititipkan kepada mortal.
-End-
.
.
.
.
*Solstice = titik balik matahari; terjadi dua kali dalam setahun.
*faery = peri; seukuran manusia dengan keunikannya masing-masing.
*mortal = manusia
*glamour = yang digunakan faery/makhluk lain agar menyerupai manusia maupun benda-benda di sekitarnya.
Selamat ulang tahun, Namjoon.
Ayo hijaukan bumi.
![](https://img.wattpad.com/cover/200138779-288-k141931.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Namu Island | Kim Namjoon ✔️
FanfictionSelamat datang di Namu Island! Kamu akan diajak untuk mengenal lebih dekat Nam(U)Joon, pemilik pulau ini kemudian tenggelam dalam jatuh cinta. Pulau yang diciptakan dari untaian cinta banyak orang. Inilah Namjoon Birthday Project. Cover by: @JungZeva