"I'm coming after you, yet i still don't know where to start"
***
Ara
Deg deg... Deg deg... Deg deg
Oh God i've never been so nervous like this before. Pagi ini mungkin adalah pagi terakhir aku berada dirumah, mengintari sekeliling kamar kemudian keluar menuju ruang tengah. Aku mengintip dari luar kamar Ibuku yang sedang bersiap untuk mengantarku kebandara. Mataku kembali melihat, menatap satu persatu foto yang terpajang di dinding ruang tengah rumahku.
Fotoku dengan ibuku, ibuku saat masih muda, saat ia menggendongku, kemudian fotoku saat taman kanak-kanak hingga yang baru saja dipajang, fotoku saat lulus SMA dengan teman-temanku. Perasaan ingin tetap tinggal masih ada dalam benakku.
Namun memikirkan kembali, bahwa aku akan (mungkin) menjalani masa-masa terbaik dalam hidupku, di salah satu kota paling diinginkan untuk dikunjungi, negara dari idol-idol favoritmu, mempelajari hal yang di suka dan kesempatan untuk (mungkin) bertemu dengan Ayah kandungmu yang selama 19 tahun tidak pernah kau temui membuat pikiran untuk berada disini hilang entah kemana.
"Ara?" Aku menoleh untuk melihat Ibu berdiri diambang pintu kamarnya bersandar pada pintukamarnya memegang sesuatu. "Kemari, Ibu ingin kau memakai ini."
"Kalung? Punya ibu, bukan?" Tanyaku berjalan menuju kearah ibu, kemudian membelakanginya sambil mengangkat rambutku agar ia bisa memakaikan kalungnya padaku.
"Ya, ini punyaku. Pakailah biar kau mengingatku." Ibu membalikkan badanku kearahnya, merapikan rambut sebahuku dan membenarkan letak kalungnya. Kalung ibu. "Aku tahu kau telah mengincarnya. Kau kira ibumu ini tidak tahu?" Aku tertawa kecil mendengarnya.
Ibu tidak salah, aku telah lama bertanya kalung ini pada ibu, ibu selalu memakainya for as long as i can remember.
Bentuknya sederhana, berwarna emas dengan bandul berwarna biru muda dikelilingi emas yang menjalinnya. Terlihat antik, aku menyukainya. Dari sejak dulu aku merengek padanya untuk dipakai olehku saja, namun Ibu tidak mau saat itu. Kurasa Ibu memberikannya kepadaku mengingat tidak ada lagi yang datang kepadanya untuk merengek meminta kalung indahnya. Aku melihatnya dengan indah menggantung dileherku. Kemudian menatapnya.
"Ini milikku sekarang, Ibu tidak bisa memintanya kembali. Khakhakha." Ucapku menyeringai padanya. Ibu memutar bola matanya.
"Aku akan memintanya kembali ketika kau pulang, lihat saja."
###
Perjalanan kebandara sangat sunyi. Yuni menyetir dengan kecepatan sedang dan aku duduk disampingnya melihat kearah jendela. Melihat kesibukkan kota Jogja dipagi hari yang padat akan kendaraan bermotor. I'll miss that.
Aku melihat ibu dari kaca spion yang ternyata sedang melihatku juga. Ia mungkin tahu aku sedang berusaha mengingat momen-momen berada dijogja sebelum meninggalkanya.
"Naege haengeureul bireo jwo." Aku memeluk ibuku. "Wish me luck." ucapku lagi mengulang kata kataku.
"Always, Ra."
"Yuni sampai jumpa lagi." Aku beralih ke Yuni yang kutahu sedang berjuang menahan air matanya agar tidak keluar jatuh kepipinya. Aish pabo, melihatnya aku juga ingin menangis.
"I promise i'll give you a call. Jangan menangis, nanti aku juga menangis." ucapku memeluknya. Lama aku memeluknya, menggoyangkan tubuh kami kekiri dan kekanan, mengelus punggungnya lama kemudian melepas pelukannya.
"Now you die to me."
"Fuck you."
"Nah, you love me, take care, Ra. Jangan banyak minum soju." Aku memberikan tatapan 'the fuck?' padanya kemudian tertawa.
"Kau juga, take care di Amerika, jangan banyak melakukan sex. Ingat kuliah. Pakai pengaman." Bisikku padanya. ia hanya tertawa kemudian memelukku lagi.
20 menit sebelum penerbanganku. Aku telah duduk menunggu dirung tunggu setelah sebelumnya check in. Ibu dan Yuni memutuskan untuk pulang setelah aku telah masuk ke ruang tunggu. Jangan tanya bagaimana keadaan jantungku.
.
.
.
.
.
Ia berdebar dengan hebatnya.###
Jimin
(College of Economy and Business, Korea University Seoul)
"Aku berbicara pada Tuan Kang dan ia memberitahuku bahwa kau telah mensubmit journal mu."
"Ayah ikut pulang denganku? Ibu menanyakanmu."
"Tidak. Ada hal yang lebih penting dari itu."
"Perlu berapa journal penelitian lagi yang harus ku submit hingga kau memujiku dan pulang untuk paling tidak makan malam bertiga dengan ibu?"
"Jaga bicaramu."
"Tidak jika berhadapan denganmu."
"PARK JIMIN!"
Selalu seperti ini.
"Ada hal yang lebih penting darimu yang inginku urus. Aku pergi." Sial, aku tidak ingin pulang kerumah sekarang. Ah aku harus keluar dari tempat ini dulu.
Drrt... Drrt...
"Bwoanya Taehyung?"
"Ah Jiminiiee? Kau dimana?"
"Didepan Kampusku, ada apa?"
"Hyung! Kemarii!!"
"Jungkook? Yaah Taehyung, Jungkook dikamar? Kapan dia tiba? Aku kesana sekarang."
"Palli palli! Aigoo Namjoonaa, jangan habiskan ayamku. Hei Hoseok, berhenti jangan mabuk dulu."
"Yoongi hyung? Yaa Taehyung, semuanya ada disana?"
"Chim! Kau masih bertanya?! Palliii! Kau ingin aku menjemputmu dan menyeretmu kesini oh? Yahh sebentar lagi jam istirahatku berakhir dan kau masih belum juga menggerakkan kakimu aku bersumpah-"
"Aah n-ndee Jin hyung, aku kesana sekarang."
"Jiminiee cepat kemari." kemudian sambungan terputus. Semuanya berkumpul?
Ah mungkin untuk merayakan Jungkook diterima di Universitas.
.
.
.
.
.
Dia seusia Jungkook bukan? Apa dia telah berkuliah juga?~🌻~
Thank you for reading💜💜
YOU ARE READING
ABOUT TIME || KTH [Revisi Setelah Tamat]
Fanfiction"Seoul ini sempit, tapi denganmu aku tak pernah puas untuk menelusurinya. Kamu membuat Seoul ini terlihat berbeda." "Aku tak tahu bagaimana nanti. Yang ku tahu saat ini adalah jika aku bersamamu, semuanya akan baik baik saja" "So show me, Tae" "I'l...