7. Hurt

365 40 20
                                    

"I never thought rejection would be this painfull"

"I never thought rejection would be this painfull"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Ara

W-what?

"Are you Indonesian?" Park Wooyoung bertanya lagi. Kali ini mendekat selangkah kearahku. Matanya tidak mentapku, melainkah kearah leherku. Seketika aku langsung menunduk untuk kemudian sadar ia menatap kalungku. Kalung ibu. Aku memegang kalungku dan matanya kembali manatap mataku.

"Jawab saya." Aksennya masih korea, namun bahasa Indonesia terdengar jelas. Mengejutkan mendengar bahasa indonesia keluar darinya. Matanya masih mencari jawaban dariku yang terdiam.

"Ya, saya dari Indonesia"

Raut wajahnya sulit kujelaskan. Bukan karena terlalu banyak ekspresi yang ia munculkam, justru tidak ada ekspresi sama sekali yang bisa menjawab rasa ingin tahuku tentang apa yang ia pikirkan.

Matanya menatapku dari atas hingga bawah, kemudian kalungku, dan kembali menatapku. Entah bagaimana raut wajah yang kuperlihatkan padanya. Entah bagaimana hatiku saat ini. Banyak pertanyaan yang kuingin ia jawab. Apakah ia mengetahui aku anaknya? Apa ia masih ingat ibuku?

"How wonderful. Saya pernah menjadi mahasiswa disana." Ucapnya mengangguk tenang. "Baiklah. Saya harap anda nyaman belajar disini. Kalau tidak ada hal lain, saya ingin mengurusi beberapa hal." Ucapnya kemudian. Masih dengan raut wajah tenang, dengan senyum tipis muncul dibibirnya. Matanya menyipit memunculkan kerutan disudut matanya.

"A-ah nde, khamsahamnida" Ujarku membukukkan badanku padanya. Ia hanya mengangguk kemudian berlalu melewatiku. Kupandangi punggungnya hingga benar benar menghilang diujung lorong. Air mata yang sejak tadi kutahan akhirnya jatuh dipipiku. Satu-persatu, lalu perlahan mengalir dengan derasnya. Aku menggigit bagian dalam pipi dan bibirku agar isak tangis tidak keluar dari bibirku.

Dia melupakanku?

Tidak

Dia sengaja melupakanku.

Tanpa menunggu lama aku melangkahkan kakiku dengan cepat. Tempat ini membuatku sesak. Lorong ini seakan-akan ingin menelanku. Gedung ini membuat hatiku hancur, menghimpit dadaku memaksa rasa sakit untuk keluar dari diriku. Langkah kaki berganti menjadi derap lari dan setelah aku berhasil keluar dari gedung isak tangis tak terbendung keluar dari bibirku. Setelah cukup jauh kujatuhkan badanku pada bangku terdekat dan menangis dengan sesaknya.

Sakit rasanya, kau tahu? Seakan-akan dihati ini perlahan-lahan muncul lubang hitam yang menganga, dan proses munculnya membuatmu sesak dan rasanya pedih sekali. Kupukul dadaku untuk mengilangkan rasa sakitnya namun tetap tidak bisa. Tetap menganga semakin besar. Harapan dan bayangan tentang sosok ayah yang kugantung tinggi runtuh seketika.

ABOUT TIME || KTH [Revisi Setelah Tamat]Where stories live. Discover now