Bukan hanya sekedar janji dihadapan manusia. Namun ini adalah janjimu dihadapan Allah. Sejak ijab dan qabul terlafadzkan, maka sejak itu pula aku menjadi milikmu. Hari itu penghuni langit dan bumi ikut menyaksikan janji yang engkau ucap.
🥀 🥀 🥀
Dhuha mengenakan sebuah gamis putih dengan manik-manik di pergelangan tangan dan dibagian bawah gamisnya. Ia kembali menatap wajahnya dicermin. Wajah yang biasanya hanya dilapisi sunscreen dan bedak tabur, kini telah dilapisi bebarapa lapisan lainnya yang tidak ia fahami. Sang pengrias sudah selesai mengerjakan tugasnya. Ia telah melakukan dengan baik sesuai dengan permintaan Dhuha. Make up yang cukup natural, menurutnya.
Dhuha menarik nafas panjang. Rasanya masih seperti dalam mimpi.
Terdengar suara ketukan pintu.
"Assalamualaikum Dhuha"
"Waalaikumsalam. Fatimahhhh!!!"
Merekapun saling berpelukan. Tiba-tiba airmata Dhuha langsung menetes.
"Aku tidak menyangka akan secepat ini."
Fatimah langsung mengusap airmata sahabatnya itu dengan tisu yang ada ditangannya.
"Ih apaan sih Dhuha ini, jangan pakek drama nangis-nangis lagi dong, nanti make up kamu berantakan loh"
Dhuha pun menunduk diam."Eh tapi jujur. Masya allah, kamu cantik banget hari ini..."tambah Fatimah.
Dhuha masih diam.
"Yuk turun, jamaah udah pada nunggu dibawah." Kata fatimah sambil menuntun Dhuha untuk bangun dari kursi.
"Apapun alasan kamu, kamu harus tetap senyum. Ingat, ini hari baik kamu loh. Malaikat dilangit pun akan ikut mendoakanmu. Bahkan Rasulullah pun akan bahagia ketika sepasang hamba Allah bertaut dalam sebuah tali pernikahan, sunnah-nya beliau."Kata-kata Fatimah barusan membuatnya sedikit lega. Mulai terlihat sedikit keindahan dari sebuah pernikahan. Fatimah pun menyinggungkan senyumnya.
"Dhuha, sebentar lagi kamu akan menjadi istri orang, harus pandai-pandai jaga hati dan perasaaan suami, harus pandai-pandai jaga kehormatan suami. Terutama dihadapan mertuamu nanti. Aku yakin, kamu faham maksudku."
"Ah kamu berbicara seperti orang dewasa saja Fat. Seperti orang yang sudah menikah." Katanya yang membuat Fatimah tertawa.
"Hehe, betul loh. Walau aku belum menikah, setidaknya aku sudah pernah belajar tentang pernikahan saat dipondok dulu."
"Benarkah?"
Ia mengangguk mantap. "Kalau gitu, nanti ajarin aku lagi ya."
Fatimah mengancungkan jempolnya tanda setuju.Tiba-tiba bibi muncul dihadapan mereka.
"Eh yuk turun, sudah lama ditunggu jamaah dibawah."
"Baik bibi"
Dengan di gandeng oleh bibi dan Fatimah, Dhuha menuruni anak tangga satu persatu. Dari kejauhan Dhuha dapat melihat kyai Djamal yang sudah berada ditengah-tengah jamaah. Sepertinya beliau baru saja sampai sini tadi malam.Bismillahirrahmanirrahim.
Akad pun dimulai. Paman yang menjadi wali nikah Dhuha hari ini. Samar-samar ia mendengar, Affan lafadzkan namanya.
"Saya terima nikah dan kawinnnya, Dhuha Thahiratunnisa binti Abdullah Husein dengan mahar 68,5 gram emas, seperangkat alat shalat dan bacaan surah Az-Zariyat dibayar tunai."
Lalu terdengar suara "S A H" secara bersamaan. Laki-laki itu pun mulai melantunkan surah Az-Zariyat dengan menggunakan maqam hijaz. Semua jamaah larut dalam bacaan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakannya.
Usai itu, Kyai Djamal langsung memberikan tausiyah singkat tentang Faedah kehidupan berumah tangga. Dan beliau menutup tausiyahnya dengan pesan:
KAMU SEDANG MEMBACA
DHUHA
RomanceSejak kecil Dhuha telah dibesarkan oleh Ayahnya tanpa seorang ibu. Sehingga sosok ayahnya adalah satu-satunya orang yang paling dicintainya. Namun siapa sangka takdir tuhan lagi-lagi mengujinya dengan kehilangan sang ayah. Ditengah kehilangannya itu...