Bagian [9]

147 9 5
                                    

Butuh waktu panjang untuk mengenali apalagi memahami seorang manusia. Untuk itu, berikan aku waktu untuk memahamimu~
🥀

Diluar hujan turun deras. Akhirnya tanaman-tanaman diluar mendapatkan rezekinya setelah dua minggu belakangan ini hujan tidak pernah turun. Bumi agak gersang. Bahkan air sumur hampir saja kering.

Ba'da isya, Dhuha langsung menyambar buku catatannya, mengingat besok akan ada ujian tengah semester.

Knop pintu kamar pun terbuka. Laki-laki itu langsung merebahkan dirinya diatas kasur. Dhuha pura-pura fokus belajar. Namun didalam sana, jantungnya mulai berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Besok kita pulang kerumah yuk,"

Dhuha langsung membalikkan badannya.
"Rumah mana?" Tanyanya tak faham.
"Alhamdulillah, sebelum menikah saya sudah menyewa sebuah rumah diperumahan Glandia, dekat sini juga. Cuma 5 menit kekampus kamu."

Dhuha kembali terdiam. Dhuha tidak tahu harus menjawab apa.
"Saya sudah izin juga kepada paman dan paman setuju."

Dhuha pun mengangguk. "Tapi tidak bisa langsung pagi-paginya, karena saya ada uts"
"It's okay, kita berangkat setelah kamu selesai."

Dhuha mengangguk setuju. Affan beranjak bangun dan tidur disofa. Sudah dua malam ini ia tidur disofa.

Pukul 21.30 wib, Dhuha merasa matanya mulai mengantuk, akhirnya ia langsung merebahkan diri diatas kasur. Dhuha salah satu tipe orang yang memang tidak bisa belajar lama dan terlalu larut.

Melihat Hakim yang tengah menghidupkan mesin mobilnya, Dhuha bergegas menyambar sepatunya. Ia berencana berangkat sekalian dengannya.

Tiba-tiba laki-laki itu muncul tepat disampingnya. Ia berhasil membuat Dhuha sedikit terkejut. Ia pun tersenyum.
"Mau saya antarin?" Bisiknya pada Dhuha.
Dhuha langsung menggeleng cepat.
"Gak papa. Saya berangkat sama bang Hakim aja biar sekalian." Katanya beralasan.

Dhuha pun bergegas masuk ke mobil.
"Kamu gak salaman sama Affan?" Tanya Hakim ketika melihat Dhuha sudah memegang pintu mobil. Dhuha menjadi canggung dan kebingungan.

Apa yang harus aku lakukan?
Akhirnya mau tidak mau, Dhuha berbalik kearah laki-laki itu, mengulurkan tangan dan menyalami punggung tangannya.
"Gitu dong." Ia tampak tersenyum lebar kali ini hingga kedua lesung pipinya kembali terlihat jelas.

Ah, kok aku sibuk fokus sama lesung pipinya sih? Gak penting banget.

"Hati-hati ya. Semoga ujiannya lancar."katanya. Dhuha hanya mengangguk saja.

"Kelihatannya, kamu dingin banget sama Affan. Apa ga bisa wajah kamu tu dihangatin lagi" komentar Hakim ditengah perjalanan.

"Kayaknya aku harus belajar dulu deh bang, butuh proses" jawabnya membela diri. "Tapi jangan lama-lama juga ya, kasian si Affan", tambahnya lagi.
"Hmmm..."

Ujiannya hari ini berjalan dengan lancar.
"Gimana kalau kita makan-makan dulu Ha?" Ajak Fatimah setelah kelas usai.
Hampir saja Dhuha langsung mengiyakan.
"Eh aku ga bisa rupanya Fat. Aku mau pindahan." Bisiknya pada Fatimah takut ada yang mendengar.
"Kamu mau pindahan kemana?"
Dhuha hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu.
"Aneh ah kamu ini."

Kali ini Fatimah yang akan mengantarkannya pulang. Baru keluar gerbang kampus, tiba-tiba sosok Rahman muncul didepan sepeda motor mereka. Spontan, Fatimah langsung menghentikan motornya.

DHUHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang