Bagian [12]

131 12 4
                                    

Apakah ini tawaran awal yang akan berlanjut? Bukankah jika sudah cocok dan nyaman, tawaran itu tidak diperlukan lagi~
🍁🍁🍁

Pagi ini Dhuha memasak nasi goreng untuk Affan. Ia menghidangkannya dengan secangkir teh tanpa gula diatas meja makan. Jika pagi hari, Affan memang tidak pernah menambahkan gula ditehnya. Dhuha sedikit terkejut melihat Affan yang keluar dari kamar dengan sebuah koper mini ditangannya. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya.

"Sarapannya sudah siap" ucap Dhuha pura-pura dingin.

Dhuha mengisi piring Affan dengan nasi goreng buatannya. "Pukul sembilan nanti saya mau berangkat ke Yogya, ada sedikit urusan yang harus saya selesaikan disana. Dan maaf baru memberitahu kamu sekarang" kata Affan menjawab pertanyaan hati Dhuha.

Dhuha hanya mengangguk kecil.
"Kamu ada bimbingan kan hari ini?"
"Iya"
"Bimbingan keberapa hari ini?"
"Lima"
"Sudah di acc judul kamu?"
"Hampir"

Suasana berubah hening.
"Selama saya di Yogya nanti, kamu nginap dirumah Paman saja ya. Saya sudah menghubungi Hakim. Katanya nanti sore dia yang akan menjemputmu dikampus"

Lagi-lagi Dhuha hanya mengangguk kecil.

"Nanti jika kamu perlu uang belanja, kamu bisa pakek atm saya. Atmnya ada di atas kulkas. Pinnya sudah saya kirim di Whatapss"

"Terimakasih", jawab Dhuha singkat.

Emang dia pergi berapa hari sih? lama atau tidak? gumam Dhuha dalam hati.

"Saya berangkat sekarang ya, kebetulan sudah dijemput sama teman saya" pamitnya.

Dhuha beranjak bangun mengikuti Affan. Ia ragu-ragu ingin menyalami Affan. Akhirnya, Dhuha mengulurkan tangannya untuk menyalami Affan. Melihat uluran tangan itu, Affan terdiam sejenak. Ia terkejut. Karena tidak biasanya Dhuha menyalaminya. Kalau dihitung-hitung, ini kali kelima istrinya itu menyalaminya.
"Hati-hati" ucap Dhuha dengan senyum kecilnya.

Deg.
Spontan Affan memegang dadanya. Ia takut suara detak jantungnya yang keras itu didengar oleh Dhuha.

***

Kali ini Dhuha kembali membawa lima buah proposal baru. Rian mulai memeriksa proposal mahasiswi bimbingannya itu. Dalam hati Dhuha tidak henti-henti membaca shalawat, ia berharap dengan keberkahan bacaan shalawatnya dapat melembutkan hati dosen pembimbingnya itu.

"Oke, saya acc kan judul kamu yang ini," katanya sambil menunjuk salah satu proposal Dhuha.

"Alhamdulillah, terimakasih banyak pak", katanya dengan mata berbinar-binar.

"Tapi.....kamu harus segera perbaiki semua yang sudah saya coret. Latar belakang kamu masih belum kuat. Coba nanti kamu cari lagi referensi yang bagus dan terbaru untuk melengkapinya. Kemudian bab dua kamu juga belum lengkap. Bab tiga juga belum jelas penjelasan variabelnya. Nah kamu perbaiki semuanya, jangan ada yang typo. Tiga hari lagi, kita bimbingan lagi." Kata Rian tegas.

"Baik pak. Sekali lagi, terimakasih banyak pak. Saya permisi pak, assalamualaikum"

"Waalaikumussalam"...

Ini kali pertama, wajah Dhuha sumringah ketika keluar dari ruangan Rian. Ia segera menelpon Fatimah untuk segera berjumpa.

"Fat, temenin aku ambil barang yuk dirumah. Terus nanti tolong antarkan aku kerumah paman, boleh yaaaa. Please."

"Emang suami kamu kemana?"
"Dia pulang ke Yogya"
"Berapa lama?"
"Gak tau" kata Dhuha santai sambil mengangkat kedua bahunya.
"Kamu ga nanya?"
Dhuha menggeleng.
"Yahh.. kok gitu? Biasanya kalau suami berpergian istri itu bertanya, kemana? Sama siapa? Berapa hari? Pokoknya lengkap deh 5W1H nya...." komentar Fatimah.

DHUHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang