Bagaimana tuhan menciptkan laki-laki itu dengan kelembutan hatinya yang luar biasa. Bukankah dia terlalu "mengagumkan"?
🍂
Hujan turun deras malam itu. Sesekali terdengar suara gemuruh dari langit. Affan menatap sendu ke arah wanita yang duduk disampingnya. Wanita itu tengah menangis tersedu. Timbul desiran nyeri dalam dada Affan. Ia tidak tahu sejak kapan hatinya terpaut pada wanita dihadapannya itu. Entah sejak amanah yang didapatnya atau sejak pertemuan malam itu atau bahkan setelah akad nikah mereka. Yang pasti, ia selalu ingin melindungi wanitanya itu. Bahkan dari luka sekecil apapun.
Akhirnya Affan memberanikan diri untuk duduk lebih dekat dengan Dhuha. Lagi-lagi ia membukakan lengannya agar Dhuha dapat bersender di bahunya. Dhuha menatap ragu kearah Affan. Namun hati kecilnya terus menangis mencari perlindungan.
Kali ini, tanpa persetujuan Dhuha. Affan langsung merebahkan kepala Dhuha di atas bahunya. Dhuha tidak memberontak. Ia terus menangis. Affan mengelus-elus lembut ubun-ubun Dhuha. Sentuhan itu seakan mengisyaratkan Dhuha agar segera tenang.
Suasana hening. Hanya terdengar suara rintikan hujan diluar sana.
"Sedih dan bahagia hanya titipan Allah yang Allah titipkan kepada kita...", bisik Affan pelan.
"Sebagaimana kita ikhlas menyambut bahagia, lalu mengapa tidak mencoba ikhlas juga dalam kesedihan? Toh dua-duanya adalah pemberian Allah." tambahnya.
Suasana kembali hening. Suara tangis Dhuha mulai reda. Ia mendongakkan wajahnya ke arah Affan.
"Maafkan saya..." ucapnya lirih.
Terlihat matanya yang masih basah.
"Kenapa?"Kali ini Dhuha menunduk dalam-dalam. Ia menggenggam erat jari-jarinya.
"Terlalu banyak salah saya, sama kamu, sama paman bahkan sama Allah"
"Kalau begitu mari selesaikan dulu dengan saya sekarang", tawar Affan.
"Bagaimana cara menyelesaikannya?" tanya Dhuha polos.
"Apa yang membuat kamu merasa bersalah dengan saya?"
"Karena saya belum mampu menjadi istri yang baik.." jawabnya lirih.
"Siapa yang mengatakan kamu bukan istri yang baik?"
Dhuha menggeleng.
"Lalu sekarang siapa yang tengah menghakimi dirinya sendiri?"
Dhuha terdiam."Saya rasa ada miskomunikasi diantara kita. Selama ini kita tidak pernah berdiskusi tentang perasaan kita, komitmen kita bahkan kesepakatan kita. Selama ini kita hanya menjalani tanpa ada komunikasi. Akhirnya sibuk dengan terkaan masing-masing. Padahal semua yang terjadi belum tentu sesuai terkaan kita..."
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Komunikasi"
"Yah sekarang juga lagi komunikasi kok"
"Lebih terarah..."
"Arahkanlah...."Affan tersenyum kecil. Rasanya ingin sekali ia mencubit pipi istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DHUHA
RomanceSejak kecil Dhuha telah dibesarkan oleh Ayahnya tanpa seorang ibu. Sehingga sosok ayahnya adalah satu-satunya orang yang paling dicintainya. Namun siapa sangka takdir tuhan lagi-lagi mengujinya dengan kehilangan sang ayah. Ditengah kehilangannya itu...