10✓

55 13 10
                                    

Hujan masih berlangsung ketika aku sampai di rumah. Setelah menurunkanku di depan serambi, Pak Maman melajukan mobil menuju garasi dengan wajah pucat. Aku tahu apa yang pria penyabar itu rasakan. Aku juga merasakannya. Setelah kecelakaan terjadi, Pak Maman sempat keluar dari mobil untuk melihat keadaan. Aku pun ikut keluar dari mobil mengikuti Pak Maman. Setelahnya, aku menyesal mengikuti Pak Maman dan melihat ke lokasi. Badan pengendara sepeda motor yang tewas tertabrak itu hancur dan berserakan di jalan raya. Pemandangan itu benar-benar membuatku mual.

Sopir truk yang menabrak pengendara sepeda motor sempat kabur. Namun untungnya ia bisa diamankan oleh beberapa warga setempat. Pihak kepolisian datang tak lama kemudian. Kemacetan sedikit berkurang karena arahan dari beberapa polisi lalu lintas. Namun, Pak Maman lebih memilih jalan lain. Ia tidak ingin melihat potongan-potongan tubuh itu lagi.
Aku memasuki rumah dengan pikiran kalut. Begitu mengingat pemandangan tadi, perutku melilit.

Hampir saja aku memuntahkan isi makan siangku ketika Nabila berpapasan denganku. Gadis itu melihatku dengan tatapan sinis seperti biasa. Aku balik memandanginya. Teringat akan ucapan Alois, entah kenapa aku merasa lega ia masih baik-baik saja.

"Kenapa senyam-senyum sendiri? Dasar aneh!" cercanya sebelum melenggang menuju serambi.

Aku tak membalas. Sambil menahan pusing, aku berjalan menaiki tangga. Nabila tidak apa-apa, bukan berarti aku bisa merasa benar-benar lega. Bagaimana dengan ibu dan Om Hendro? Rasa pusing yang mendera kepalaku tak lagi kuhiraukan. Aku kembali menuruni tangga dan berlari menuju dapur. Biasanya ibu sedang belajar memasak bersama Mbok Yem ketika aku pulang. Namun, siang ini dapur dalam keadaan kosong.

"Papa kok tumben pulang siang."
Samar-samar aku mendengar suara Nabila. Alisku berkerut. Memang tidak biasanya Om Hendro pulang secepat ini. Entah di mana tempat usahanya berada. Ia selalu pulang larut seperti pekerja kantoran. Ibu bilang, Om Hendro selalu sibuk hingga tidak memiliki waktu untuk bersama keluarga.

"Mama nggak masak lho, Pa."
Telingaku langsung berdiri. Itu suara ibu. Wanita itu tidak apa-apa, syukurlah.

"Nggak apa-apa. Papa sudah makan."
Itu tadi suara Om Hendro. Suaranya normal. Tidak terdegar lemas sama sekali. Aku juga tidak merasakan adanya hawa gelap di rumahku.
Mbok Yem terkejut melihatku berada di dapur. Beberapa sayur segar yang ia bawa hampir saja terjatuh. Wanita paruh baya itu tersenyum padaku.

"Eh, Non sudah pulang," sapanya.
Aku mengangguk sembari tersenyum, lalu berkata, "Om Hendro sudah pulang, Mbok?"

"Sudah. Itu ada di ruang tamu sama Nyonya dan Non Nabila. Eh, Non Ariza kok nggak ganti seragam dulu? Lapar ya?"

Aku menggeleng. Mbok Yem bersikap ramah seperti biasa. Wanita paruh baya itu sudah bekerja keras seharian ini aku tidak ingin membebaninya. Toh, tadi aku sudah makan bekal buatan Mbok Minah di sekolah.
"Saya ganti baju dulu deh, Mbok. Permisi," izinku, kemudian aku melenggang keluar dapur.

Om Hendro dan ibu sudah berjalan ke luar rumah ketika aku menaiki tangga menuju lantai dua. Nabila melambai ke arah mereka. Mungkin mereka akan jalan-jalan, pikirku. Nabila menoleh padaku sejenak. Ekspresinya datar. Aku berhenti, menunggu kata-katanya. Namun ia hanya diam. Sejurus kemudian, ia berjalan menuju tangga. Pandangannya terpaku padaku. Ketika kami berpapasan, Nabila melirikku. Ia memang biasa melakukan hal itu. Namun tetap saja aku merasa risih dilihat seperti itu terus.

"Ada apa?" tanyaku. Untuk pertama kalinya aku memulai percakapan dengan Nabila.

Nabila tidak menjawab. Ia mengalihkan wajah dengan angkuh, kemudian kembali berjalan menaiki undakan tangga. Gadis aneh, batinku. Aku pun segera menuju kamar. Pintu kamar kututup rapat-rapat. Kulemparkan tas ke kasur. Kepalaku terasa amat pusing. Aku menenggelamkan wajahku dalam timbunan bantal, berharap rasa pusingku sedikit mereda. Namun itu percuma saja. Kepalaku bagai dibebani berat satu ton. Remuk. Entah mengapa aku merasa demikian.

Alois (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang