18✓

56 8 2
                                    

4 Tahun yang lalu...

Aktivitas di rumah Tante Tri memang agak berbeda dari rumah-rumah lainnya. Ketika senja tiba, Tante Tri akan mengajakku naik ke lantai dua dan menikmati fenomena tenggelamnya matahari. Mataku melebar dengan gembira kala melihat cahaya kemerahan itu perlahan memudar ditelan bumi, kemudian berganti warna menjadi biru. Luar biasa sekali! Merah menjadi biru. Terang menjadi gelap. Matahari terbenam adalah fenomena alam yang aku sukai.

Setelah menikmati momen menakjubkan itu, Tante Tri akan memanjakanku dengan makan malam. Tentu saja kami menikmatinya bersama setelah menunaikan ibadah sholat. Setelah makan malam, dengan ditemani biskuit dan teh, kami akan saling bertukar bercerita mengenai kejadian hari ini. Hanya dengan Tante Tri aku bisa bercerita panjang lebar mengenai betapa menyebalkannya guru matematikaku di sekolah, atau tentang teman-teman sekelasku yang berisik.

Tante Tri mendengarkan dengan khidmat seluruh curhatanku. Terkadang ia tertawa dan mengerutkan dahi ketika mendengar bagian ceritaku yang menarik. Ia tidak akan menyela selama aku bercerita. Ketika aku selesai, barulah ia memberikan saran. Bayangkan betapa sempurnanya Tante Tri sebagai teman curhat.

Rangkaian acara malam kami dilanjutkan dengan menonton serial drama di tv. Terkadang aku tidak mengerti jalan cerita dari drama yang disukai Tante Tri. Namun aku selalu dapat menikmatinya. Ketika Tante Tri tertawa, aku akan ikut tertawa. Ketika Tante Tri menangis, aku akan menangis sejadi-jadinya hingga Tante Tri memelukku untuk membuatku tenang.

Semua itu berakhir ketika jam di dinding menunjukkan tepat pukul 9 malam. Tante akan membimbingku menuju kamar. Peraturannya, aku harus tidur tepat jam sembilan malam, tidak boleh lebih. Tante Tri akan menarik selimut hingga menutupi dadaku, mengecup keningku, dan mematikan lampu kamar. Dia bahkan lebih baik dari ibuku sendiri.

Namun semua kedamaian yang aku nikmati berubah ketika Tante Tri pergi. Saat pintu kamarku ditutup, kegelapan menyerbu dan makhluk-makhluk tak kasat mata yang selalu menggangguku mulai berulah. Meskipun aku menutup mata rapat-rapat dan berusaha keras untuk menyelami alam mimpi, mereka selalu punya cara untuk mengganggu waktu tidurku.

Ada yang menarik selimutku, menarik kakiku, menjambak rambutku, menampar wajahku, memukul tubuhku, bahkan melempar vas bunga padaku. Aku segera berlari ke pintu dan berusaha kabur. Namun pintu kamarku tiba-tiba tertutup rapat.

Aku berteriak memanggil-manggil nama Tante Tri. Namun Tante Tri tak kunjung datang. Sosok-sosok tak kasat mata itu berulah lagi. Tak puas dengan melakukan tindakan, mereka akan menunjukkan suara mereka yang tidak enak didengar.

Aku meraba-raba dinding kamar, berusaha mencari tombol lampu. Betapa bahagianya hatiku ketika tanganku menemukannya. Namun kebahagiaan itu sirna ketika aku memencetnya, lampu kamarku tidak menyala.

Sosok-sosok itu tertawa mengejek. Pikiranku kalut. Aku berteriak lagi dan lagi sembari terus menggedor pintu. Kali ini, tidak hanya suara. Sosok-sosok itu menunjukkan wujudnya padaku dan sialnya, aku bisa melihat wujud menyeramkan mereka dalam kegelapan sekalipun.

Wajah-wajah itu berbentuk tak karuan. Hancur. Tak jelas yang mana hidung, mulut, dan mata. Yang kulihat hanyalah gumpalan daging yang diselimuti darah. Mereka ada tiga. Dua yang besar. Satu yang kecil. Apakah mereka sekeluarga?

Setelah puas tertawa, mereka menangis dan mengeluarkan nada-nada kesedihan padaku. Mereka berbicara. Namun aku tidak bisa mengerti bahasa mereka. Satu keluarga itu mencoba mendekatiku. Aku tersudut di pintu kamar.

"Jangan dekati aku, jangan dekati aku!"

Namun mereka sepertinya tidak mendengar. Sang anak, yang bertubuh paling kecil, berhasil menjamah kakiku. Aku menjerit sejadi-jadinya. Kugerakkan kakiku dengan membabi-buta, berharap si kecil akan menyerah dan pergi. Namun ia malah mempererat pelukannya. Kakiku tiba-tiba mati rasa. Kedua orangtuanya mendekat. Aku mencium bau busuk yang amat sangat. Bau itu membuatku mengeluarkan seluruh isi perutku.

Alois (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang