Bab 4 - Desiran Rindu

4.5K 635 96
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Sebaik-baiknya iman dalam diri, aku hanyalah seorang hamba yang tak memiliki kuasa apapun. Jika Allah sudah berkehendak maka terjadilah.

***

Dia Marcel! Marcelio Kristov Ravegaf. Abang keduaku! Dadaku sesak, sungguh menaham rindu selama hampir tujuh purnama tidaklah mudah. Aku rindu sekali dengan kekonyolannya, pelukan hangat Mama, usapan lembut Papa, sifat dingin Bang Mario dan semua tentang keluarga Ravegaf, tapi netra ini belum mampu menatapnya. Hampir saja ia melihatku. Kubalikkan badanku sesegera mungkin menjauh darinya. Aku tidak ingin Bang Marcel tahu jika aku kuliah disini!

Pohon-pohon tabebuya berwarna pink jatuh tepat diatas khimarku. Jejak langkah masih saja meninggalkan bekas berlari menjauh dari memori rinduku bersamanya. Angin semilir menelisik tiap ruas tubuhku diselimuti hawa dingin yang membuat bulu kudukku merinding.

Apa yang Bang Marcel lakukan disini? Dia tidak mungkin berkeliaran disini. Lalu apa hubungannya dengan Maryam?

"Cle! Tunggu!" teriak Maryam di belakangku.

Sontak langkahku terhenti tak terasa sudut-sudut air mata ini menetes.

"Mir kamu tahu nggak pipimu itu bukan aja mengandung fermipan tapi juga mengandung yupi yang bikin siapa aja pengen gigit! Hahaha," kata Bang Marcel sembari mencubitku hingga membekas merah.

"Iiih apaan sih Bang, sakit tau!" kataku mendengus kesal.

"Salah siapa jadi adekku! Hahaha. Harusnya aku kan jadi anak bontot, terus mama ngelahirin kamu. Jadi ya kamu harus siap menerima konsekuensinya Mir!" kata Bang Marcel yang masih saja membuat bibirku monyong. Pukulan benda tumpul mendarat di pundakknya. Terhunjam-lah sudah otot kekarnya dengan boneka baymax. Mama datang dengan tangan bersedekap melihat ke arah kami.

"Marcel..sudah mama tungguin dari tadi di bawah kok masih belum siap-siap?! Ini lagi kok malah perang baymax?! kasian bonekanya."

"Si Mir ini Ma, masak Marcel dianiaya kayak gini, sampek merah semua ini di pukulin Mir," kata Bang Marcel berlebihan membuat jurus auman singaku keluar. Bang Marcel masih saja terkekeh.

"Bang Marcel sih duluan yang mulai cubitin Ma." Aku kan wanita, jadi nggak pernah salah, pokoknya titik.

Akhirnya Bang Marcel malah memelukku sembari mengusap pucuk kepalaku.

"Maafin Abang ya Mir, kamu adek kesayangan abang yang ngangenin, kalau abang cubitin kamu berarti abang lagi normal, pokoknya abang bakalan selalu jagain kamu, lebih dari baymax jagain hiro."

Serpihan memori rindu itu sesak. Astaghfirullah, Ya Allah kuatkan Hamba...

"Clee..kham..mhuu...kenapphaa..lari-lari," kata Maryam dengan napas yang terpenggal-penggal.

Aku berusaha mengatur napas dan duduk di kursi taman depan gedung c jurusan psikologi. Netraku menatap Maryam yang sedang meneguk air mineral.

"Apakah kamu kenal dengan lelaki yang sedang berbincang denganmu tadi di lorong?" kataku menyelidik.

Mata Maryam membulat, ia melihatku lalu mengusap punggung tanganku. Tangannya terasa sangat dingin.

"Sungguh Cle aku tidak bermaksud apa-apa. Jadi tidak ada hubungan apa-apa antara aku dengan dia dan tidak seperti yang kamu lihat, dia hanya..." Maryam tampak panik dan tak melanjutkan ucapannya.

"Hanya apa Mar? apa hubunganmu dengan Abangku!? Apa kamu memberi tahu posisiku saat ini kepadanya?" kataku bergetar.

"Abangmu?! Benarkah dia abangmu Cle?" Aku mengangguk. Tampak Maryam membekap mulutnya.

Mahkota Surga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang