Bab 21 - Setitik Noda Tak kasat Mata

3.2K 529 79
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kepercayaan itu ibarat sebuah kalung, saat terputus semua partikel akan tercecer. Memang dapat kembali lagi, namun tak akan pernah kembali seperti semula, karena ada partikel yang hilang berbentuk...kekecewaan.

***

Tubuhku mendadak tak bertulang, Bang Marcel berjalan mengekori petugas persidangan. Netra kami bersirobok namun tatapannya tak seperti Bang Marcel yang ku kenal. Ia hanya melihatku sekilas tanpa senyum, sedetik kemudian menatapku nanar. Apa yang terjadi dengannya? Apa yang Bang Marcel lakukan menjadi saksi PU?

Ribuan pertanyaan membuat kepala ini berdenyut, Mbak Anisa menyadari kekalutanku, ia segera mengusap punggungku pelan. Kulihat Maryam, Bang Tafa dan Pak Ahnaf tak kalah kaget. Mereka sontak melihatku, saat kepala ini tertunduk lesu. Rasanya masih tidak percaya akan rencana Allah, tidak mungkin abang kesayanganku yang selalu memberi rasa aman hadir berseberangan denganku.

Majelis hakim mempersilakan Bang Marcel untuk duduk setelah mendapatkan kartu identitasnya.

"Menurut pasal 168 KUHAP, saudara Mracel adalah saudara kandung terdakwa, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi, namun melihat pasal 169 KUHAP jika saudara menghendakinya dan penuntut umum serta tegas menyetujuinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah, dipersilahkan. Bagaimana kedua belah pihak keberatan atau tidak?" Semua pihak PU mengangguk.

Mas Adrian menatapku, aku hanya dapat mengangguk dan tertunduk lesu. Dalam hati kecil ini yakin jika Bang Marcel memiliki maksud lain. Semoga.

"Keberatan Yang Mulia! Ini telah menentang ICCPR pasal 14 ayat 3, yang mana diratifikasi dalam UU No.12 tahun 2005, jadi di mohon untuk menolak ia sebagai saksi atas dasar paksaan."

"Tidak Yang mulia, ia dihadirkan disini hanya sebagai saksi dan akan berada di bawah sumpah, sudah sesuai dengan pasal 151 KUHAP, dan posisinya perlu di garis bawahi, saudara Marcel bukan terdakwa hanya sebagai saksi. Mohon dapat diterima."

Lalu majelis hakim saling berbisik. Hakim ketua mengkoordinasi Bang Marcel untuk memberikan kesaksiannya setelah di sumpah. Mas Adrian tampak mengepalkan tangannya.

"Bagaimana hubungan saudara dengan terdakwa?" tanya salah seorang Jaksa.

"Hubungan kami tidak baik sejak dia membuat ulah sehingga diusir dari keluarga," jawab Bang Marcel. Aku menggeleng cepat, apa maksud dari Bang Marcel?

"Keberatan Yang Mulia, kami baru saja lusa bertemu dengannya!" Mas Adrian menunjuk ke arah Bang Marcel, "Kau—bisa-bisanya setega itu dengan adikmu?!" pekik Mas Adrian.

"Penasehat Hukum terdakwa! Mohon di jaga ucapan anda! Jika anda membuat keributan lagi akan saya keluarkan dan tidak boleh mengikuti sidang ini lagi!" gertak hakim ketua membuat Mas Adrian membuang napasnya kasar.

"Mohon dapat dilanjutkan saudara saksi." Bang Marcel mengangguk, ia membuka suara lantang.

"Miracle memang dari dulu suka anak kecil, semua orang yang berada di persidangan ini pasti menyukai anak kecil, tapi Miracle berbeda. Ia terlalu terobsesi setiap kali melihat anak kecil. Terbukti dengan kejadian sewaktu ia terpergok menculik anak tetangga kami, sampai-sampai tetangga kami nyaris melapor ke polisi karena tidak menemukan anaknya, namun atas kelicinan ucapannya ia membuat seolah korban yang bermain kerumahnya. Tidak hanya itu, kerap kali ia melakukan hal aneh. Dengan mata kepala saya sendiri, Miracle gemar mengoleksi celana dalam anak kecil. Semua itu sudah terlihat saat ia masuk kuliah, kebetulan saya tidak sengaja masuk ke dalam kamarnya saat ia sedang menata koleksinya di atas tempat tidur."

Mahkota Surga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang