Bab 30 - Sepotong Keikhlasan

3.5K 536 78
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Hal tersulit saat melepaskan adalah ikhlas.

****

Allahu Akbar Allahu Akbar, gawaiku berbunyi tatkala waktu sudah memasuki sholat ashar. Hatiku bergetar, entah antara rasa penasaran yang membuncah atau bahkan karena seruan Allah yang Maha Besar.

"Sepertinya Allah sudah memanggil kita Miracle, bagaimana jika setelah sholat kita melanjutkannya," kata Pak Ahnaf yang sudah berdiri. Aku terpaku, Ya Allah seperti diajak calon imam. Kepala ini mengangguk, aku melihat Bang Marcel melepaskan earphone yang tidak berfungsi secara harfiah.

Bang Marcel sudah berdiri dari tempat duduknya. Senyumnya tercetak saat melihat kami, maksudku kita, ehm maksudnya hanya aku, ya aku! Karena entah ekspresi wajah ini sudah beranomali, aneh, dan aku malu, namun bingung, harus senang ataukah bagaimana, padahal bisa jadi jawaban dari Pak Ahnaf memang akan menikah dengan Maryam. Nyeri? sangat. Hancur? Tidak, tidak salah.

"Bang, aku mau sholat dulu ya, mau pamit Papa dulu," kataku langsung masuk ke dalam ruangan ICU. Hatiku sudah terorganisir dengan kalimat sejuta makna, jatuh. Papa dan Bang Mario masih bersama-sama di depan mama.

"Pa, Miracle mau sholat dulu ya, sama Pak Ahnaf," kataku sedikit bergetar. Bang Mario melihatku sekilas, ia tersenyum tipis. Papa hanya mengangguk, tanpa menatapku. Kulihat setitik ada bulir-bulir di ujung matanya.

"Marcel ikut kamu?" tanya Papa kemudian.

"Ehmmm nggak tahu Pa, kayaknya sih nggak," kataku ragu.

"Biarkan dia ikut, Papa tidak mau kalian hanya berduaan, bukan begitu Miracle?" kata Papa.

SubhanAllah walhamdulillah walailahailAllah walAllahu Akbar. Aku mengangguk cepat, sedikit demi sedikit, secercah pelangi sudah tampak. Setidaknya menganggapku masih ada rasanya sudah sangat bersyukur.

Bang Marcel nampak memperlihatkan gawainya kepada Pak Ahnaf lalu mereka malah terkekeh bersama. Tak terasa sudut-sudut bibir ini ikut merekah. Bang Marcel yang menyadari kehadiranku langsung menghampiri.

"Eh Mir, sudah pamit Papa? Abang temenin ya. Lagian abang bosen. Kali aja disana bisa lebih nyaman mabarnya. Juga sambil ngeliatin kucing yang malu-malu," kata Bang Marcel lalu mensejajarkan dirinya dengan Pak Ahnaf. Aku sangat paham maksud kucing yang malu-malu dalam ucapan Bang Marcel, Dasar! Pak Ahnaf malah terkekeh.

"Memang disuruh Papa nemenin kok Bang, ya sudah ayuk keburu ketinggalan sholat berjamaahnya," kataku langsung bergegas meninggalkan mereka yang masih di belakang.

****

Selepas shalat dan berdzikir, kurenggangkan otot-ototku yang sedari tadi menegang. Netraku berpendar pada masjid ini. Kepala ini selalu berdenyut akibat terlalu kelelahan. Seseorang tampak di dekat jendela sedang melambaikan tangannya, ternyata Bang Marcel. Ia memang sedari tadi duduk di selasar masjid. Tapi mengapa sudah pindah di situ? Setelah melipat mukena segera tubuh ini beranjak menghampirinya.

"Bang kok kesini? Ini deket shaf wanita loh Bang. Sudah keliatan Pak Ahnaf?" Bang Marcel malah cengar-cengir.

"Eh iya duh Mir! untung abang nggak di usir! habis kamu lama sholatnya sampe sudah sepi. Ciye yang cariin Pak Ahnaf," kata Bang Marcel yang membuatku menggeleng.

"Maaf Bang, aku tadi dzikir dulu jadi lama. Apaan sih Bang! Kan tadi kita kesini sama Pak Ahnaf ya jelas dong aku cariin," kataku sambil melengos.

"Iya-iya Dek Miracle, abang sudah liat orangnya lagi nunggu di deket pohon beringin, di sana adem, entah mungkin karena banyak penunggunya," kata Bang Marcel sambil memasang wajah seperti setengah zombie.

Mahkota Surga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang