BRAKKKKK!
Aleana merasakan sekujur tubuhnya serasa mati rasa saat seseorang mendorongnya kencang hingga tubuhnya membentur trotoar jalan.
Namun saat melihat seseorang yang tengah tergeletak dengan darah yang membanjiri tubuhnya, gadis itu mencoba untuk menghampirinya. Walaupun ia harus merangkak untuk sampai kesana.Tangannya bergetar hebat begitu bersentuhan dengan kepala Leander yang penuh dengan darah.
"Leander..Lean please bangun.." Ucapnya ketakutan.
Gadis itu membelai pipi Leander yang sudah terasa dingin.
"Please Leander.. jangan tinggalin gue.." ucapnya serak karena terlalu lama menangis.
Laki-laki itu membuka matanya perlahan membuat Aleana langsung tersenyum dan menciumi wajahnya.
"Ironis ya... Gue yang membenci lo... akhirnya harus mati... karena nolongin lo.." Ucapnya dengan nafas yang sudah tersenggal-senggal.
Sedangkan Aleana sendiri kini tengah menggigit bibirnya kuat-kuat agar suara tangisnya tak keluar.
Laki-laki itu membelai pipi Aleana yang basah dengan lembut."Lo gak boleh nangis.. Harusnya.. Lo seneng karena gue... gak akan gangguin lo lagi.."
"Nggak Lean. Lo gak boleh kemana-mana. Lo harus tetep hidup buat gue. Hiks.. Hiks.. Gue sayang sama lo.." Ucap Aleana dengan tangisnya.
"Gue juga.. sayang sama lo. Maaf karena... gue udah nyakitin lo. Jaga anak kita... baik-baik."
Aleana tidak dapat menahan tangisnya lagi saat tangan Leander yang membelai wajahnya jatuh begitu saja. Mata laki-laki itu pun sudah terpejam sempurna."Nggak. Nggak. Bangun Leander. Lo gak boleh kemana-mana. Lo gak boleh pergi!!! Lo sayang sama gue kan?! Bangun Lean!! BANGUN!!AAAAAAAAARRRRRGGGGGGHHHHH!!!!!!Please bangun.. Hiks.. Hiks.."
Gadis itu menangis histeris sambil memeluk Leander yang kini sudah tak sadarkan diri.
Jantungnya serasa direnggut paksa saat merasakan sekujur tubuh laki-laki itu mulai mendingin. Laki-laki itu tidak boleh pergi. Meda ataupun Leander adalah hidupnya saat ini. Apalagi kata Leander kini ia mengandung anaknya. Bagaimana ia harus melewati itu semua seorang diri.Hingga saat ambulans datang membawa Leander dan dirinya pun. Aleana terus saja menangis histeris karena tidak bisa menerima itu semua.
Bagaimana semua ini harus terjadi pada hidupnya. Disaat ia menginginkan seseorang, kenapa harus sesakit ini.Aleana hanya menatap kosong pintu ruang UGD yang digunakan untuk menolong nyawa Leander sekarang. Gadis itu bahkan tidak menghiraukan keadaan dirinya sendiri yang juga harus diobati.
"Na.. lo juga harus diobatin.. kita periksa lo dulu ya.." ucap Razka lembut.
Aleana menoleh dengan tatapan marahnya. "Puas kan kalian sekarang?!! PUAS LO SEMUA MISAHIN GUE SAMA MEDA HAH!!! SALAH GUE SAMA KALIAN APA SIH?!JAWAB ANJING!" teriaknya emosi.
"Maafin kita Na. Maaf.. kita emang-"
"Kalian semua pergi dari hadapan gue!PERGIIIII!!!"
Kelimanya hanya bisa menatap pedih saat mendengar Aleana mengusirnya. Mereka semua menyadari jika kesalahan kini sudah sangat fatal.
"Sorry Na. Kita semua emang salah. Tapi kita gak akan pernah ninggalin lo. Lo berharga buat kita semua." Ucap Arez dengan tatapan terlukanya.
Sedangkan Aleana sendiri tak berniat untuk menjawab perkataan Arez tadi. Tubuh dan hatinya sudah terlalu lelah dengan masalah yang terus menghampirinya tanpa jeda.
Aleana mengusap perut ratanya dengan tatapan pedih. "Ayah pasti kuat kan sayang? Ayah pasti kembali buat kita kan?" Gumamnya dengan air mata yang terus mengalir.
Kelimanya seakan tertohok mendengar gumaman Aleana tadi. Hatinya ikut merasa perih melihat Aleana yang kini tengah menangis sambil terus mengusapi perutnya.
CEKLEK.
Pintu ruang UGD terbuka membuat semua yang ada disana langsung mengalihkan pandangannya.
"Keluarga pasien.."
"Saya dok. Bagaimana keadaan Leander dok, dia baik-baik aja kan?" tanya Aleana tak sabar.
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi Alloh berkehendak lain. Pasien tidak bisa disela-"
Aleana mematung ditempatnya. Tubuhnya seakan mati rasa sekarang. Perkataan dokter selanjutnya pun tak ia dengarkan lagi.
Leander pergi.
Meda pergi.
Mereka berdua meninggalkannya.
Air matanya mengalir kembali, kenapa Tuhan mengambilnya? Bagaimana nanti ia harus menjawab pertanyaan anaknya kelak?
Leander dan Meda mencintainya kan?
Mereka tidak mungkin meninggalkan ia dan anaknya begitu saja.Sadar dengan semua itu, Aleana langsung berlari memasuki ruang UGD tempat dimana Leander ditangani tadi.
Gadis itu bahkan sampai mengusir para perawat disana yang sedang mencabuti alat-alat yang menempel ditubuh Leander.
Kini Aleana sudah berdiri didepannya. Ia melihatnya. Leandernya tengah terbaring disana.
Dengan tubuh bergetar,gadis itu berjalan menghampirinya. Menyentuh tangan Leander yang dingin dan mengecupnya lembut."Lo cuma tidur kan sayang, lo gak bener-bener ninggalin gue kan? Bangun sayang, gue harus bilang apa sama anak kita nanti. Please jangan gini.. Gue gak mau kalian pergi..hiks.. hiks."
Aleana menenggelamkan dirinya didada Leander yang kini terbujur kaku. Gadis itu menangis pilu membuat orang-orang yang menyaksikannya ikut menangisi keadaan gadis didepannya.
"Gue gak bisa tanpa lo,please bangun Lean. Buat gue.. buat anak kita.. hiks. Hiks."
Aleana membelai pipi Leander dengan lembut. Setelah itu mengecup bibirnya sekilas dengan air mata yang terus mengalir dipipi gadis itu."Tunggu gue, karena gue bakal nyusul kalian berdua disana." Bisiknya lembut.
Gadis itu kemudian menatap keadaan sekitar,bibirnya langsung tersenyum begitu melihat benda yang dicarinya.
Aleana pun mengambil sebuah pisau bedah yang ada disana. Menatapnya sebentar lalu menyayat pergelangan tangannya hingga darah langsung keluar disana.
Disisa-sisa kesadarannya, gadis itu sempat mendengar orang-orang berteriak histeris memanggilnya. Gadis itu tersenyum lembut.Yah, mungkin inilah akhirnya.Meda dan Leander sudah pergi meninggalkannya.jadi untuk apa juga ia hidup didunia ini.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEDALEANA
Fiksi Remaja"Gue cuma pengen mereka tau, kalo lo bukan cuma sebatas khayalan." -Aleana Princessa "Cukup lo tau kalo gue cinta sama lo." -Andromeda